Danu dan Romi telah tiba kembali di rumah. Danu merasa lega karena sudah mengecek kondisi salon. Danu juga senang, setelah 2 minggu tak bertemu dengan teman-temannya akhirnya terobati. Bagi Danu, teman-teman salon adalah kebanggaan baginya. Selain bisa melepas segala kelu kesah yang Danu rasakan Dari teman-teman salon inilah, salon bisa maju seperti sekarang ini. Salon bisa berkembang karena usaha serta kerja sama teman-teman salon semua.
Setiap Danu punya masalah, Danu lebih senang menghabiskan waktunya di salon. Karena di salon, Danu bisa bercanda dan tertawa bersama. Pikiran Danu yang berat karena masalah bisa hilang sekejap saat dirinya berada di salon.
Berbeda dengan Romi. Pertama Romi ikut Danu ke salon, Romi merasa asing. Romi lebih banyak diam dari biasanya. Maklum saja, ini pertama kali Romi terjun ke dalam dunia kecantikan. Pertama kalinya Romi datang ke salon hingga berlama-lama seperti tadi siang.
Sore ini Danu dan Romi memilih menghabiskan waktunya di gazebo belakang. Mereka ingin menghirup angin segar setelah melewati padatnya lalu lintas kota Jakarta serta teriknya matahari di jalanan. Dengan ditemani 2 gelas minuman dingin berwarna oranye membuat kepala yang tadinya panas kini kembali dingin.
“Rom, kenapa lo diam aja tadi di salon? Lo gak tertarik ya dengan dunia kecantikan?” Danu memulai percakapan mereka sore itu.
“Gimana ya, aku teh malu. Itu kan dunia perempuan! Aku teh merasa asing pisan di situ? Belum lagi teman-teman kamu teh ngomong naon. Aing mah lieur!” Romi memegang keningnya.
( Saya pusing )
“Kenapa mesti malu? Banyak juga kok pekerja salon laki-laki. Dan mereka enjoy-enjoy saja. Bagi gua pribadi gak ada masalah dengan berkecimpung di dunia kecantikan. Tergantung kita sendiri yang ngejalani. Kalau kita happy kenapa tidak!” Danu menjelaskan.
“Tapi Danu, aku teh masih bingung! Mereka teh pada ngomong apaan?” Tanya Romi kembali.
“Yang mana, maksud lo bahasa salon?” Danu menyeruput minuman berwarna oranye itu.
“Iya, aku teh teu bisa!” Romi menggelengkan kepala.
“Kalau bahasa salon itu gampang, bisa sambil jalan. Yang penting lo nya minat gak. Yang akan ngejalani kan lo, kalau lo nya masih setengah-setengah percuma! Nanti malah berhenti di tengah jalan, sia-sia!” Danu terus menasihati.
“Iya sih benar kata kamu. Segala sesuatu kalau kita teh gak niat dari hati gak akan berhasil. Percuma juga kita teh memaksa.” Romi membenarkan ucapan Danu.
“Itu lo tahu! Jadi gua juga gak bakal maksa lo untuk terjun ke dunia ini. Kalau lo berminat ayo gabung gua bantu, kalau gak it's okey no problem!" Danu kembali menyeruput minumannya.
Romi terdiam. Romi berusaha memikirkan ucapan Danu.
“Rom, lo kan dah jauh-jauh dari Bandung ke Jakarta. Lo juga dah susah payang memohon izin pada mama lo. Sampai sini, lo sendiri masih bingung mau ngapain? Kasihan mama lo! Gua tahu lo orang berada, tapi apa lo mau terus bergantung pada mama lo? Dan gua juga tahu, keluarga lo punya perusahaan. Tapi apa lo mau kembali ke Bandung, lo kembali ke jurang yang sama. Jurang pesakitan lo?” Danu kembali melanjutkan ucapannya. Danu tak ingin sahabatnya kembali merasakan sakit hati dan terjun ke dunia yang salah.
Lagi-lagi Romi hanya membisu.
“Iya udah, lo pikirkan dulu aja! Lo mau gimana, terserah! Gua akan selalu dukung lo!” Danu menyemangati Romi.
“Baiklah, aku pikir-pikir dulu ya! Makasih teman!” Tangan kiri Romi menepuk pelan lengan kanan Danu.
Keduanya kemudian menyeruput minumannya masing-masing. Rasa dingin bercampur manis dengan sedikit asam menjadi satu membuat minuman ini terasa segar di tenggorokan.
***
Malam yang gelap pun tiba. Waktunya untuk beristirahat bagi orang-orang yang telah seharian bekerja di luar rumah. Begitu juga dengan Danu dan Romi. Danu dan Romi sudah merebahkan tubuhnya di kasur. Dengan cepat Danu bisa tertidur lelap.
Berbeda dengan Danu, kedua mata Romi masih terbuka sempurna. Romi belum merasakan kantuk sedikit pun. Romi masih memikirkan ucapan Danu tadi sore di gazebo. Romi masih bingung, apa yang harus dia lakukan saat ini.
Tak mungkin Romi kembali ke Bandung. Susah payah Romi meminta izin. Susah payah juga Romi berusaha melupakan segala masalahnya. Tak mungkin Romi kembali, terjun ke masalah yang sama.
Tapi, apa mungkin Romi bisa menyesuaikan dengan dunia Danu. Dunia yang baru dia kenal. Dunia yang sangat jauh dari kehidupannya di Bandung. Dua pilihan yang cukup sulit bagi Romi. Tapi Romi harus memilih salah satu.
Jarum jam terus berputar. Dan sekarang jarum jam sudah menunjuk angka 12 malam, namun kedua mata Romi masih saja belum bisa terpejam. Semua terjadi karena pikiran Romi yang masih belum bisa menyatu dengan hatinya. Romi masih bimbang dengan pilihannya. Hingga membuat hati Romi tak tenang.
Romi harus secepatnya menentukan pilihan. Karena tak mungkin dia akan terus tinggal di tempat Danu. Tinggal berlama-lama di tempat Danu tanpa melakukan kegiatan apa pun.
***
Suara kokok ayam telah terdengar bersahutan. Langit yang gelap pun telah berubah jadi sedikit terang. Pertanda hari sudah mulai pagi. Danu dan Romi masih tertidur lelap. Apa lagi Romi yang semalam tak bisa tidur karena memikirkan pilihannya. Menjelang subuh Romi baru bisa memejamkan kedua matanya dengan rapat.
Jam sudah menunjuk angka 9 pagi. Danu dan Romi masih saja belum turun dari lantai 2. Sementara Anwar di bawah sudah melakukan banyak kegiatan dari olah raga pagi, sarapan, hingga mandi.
“Iya ampun ini anak 2 sama aja, dah siang gini masih belum pada bangun juga! Sampai sesiang ini, belum turun juga!” Anwar melihat jam tangan di pergelangan tangan kanannya lalu mengangkat kepala ke lantai 2 tepat di depan pintu kamar Danu.
“Mbok tolong panggilkan Danu sama Romi suruh bangun sudah siang!” Perintah Anwar pada Mbok
Mbok pun naik ke atas untuk membangunkan Danu dan Romi sesuai perintah majikannya.
Setengah jam kemudian, Danu turun ke lantai 1 dengan wajah yang masih terlihat lesu. Kedua matanya pun masih terlihat sedikit bengkak karena baru saja bangun tidur.
“Ada apa sih Pi, masih ngantuk tahu?” Danu menghampiri Anwar yang tengah duduk sembari menonton TV.
“Masih ngantuk? Kamu lihat sekarang sudah jam berapa?” Anwar menunjukkan jam tangan di pergelangan tangan kanannya pada Danu.
“Belum jam 12!” Danu beralasan.
“Ckk... Danu... Danu! Punya teman sama saja bangunnya siang! Mau jadi apa, anak muda kok pemalas!” Anwar berdecap sebal.
“Mau ngapain juga Pi, bangun cepat-cepat?” Danu masih saja beralasan.
“Memangnya kamu gak ke salon? Kaya apa keadaan salon kamu, kalau yang punya aja malas begini!” Anwar masih sebal dengan kebiasaan Danu.
“Ke salon. Nanti aja masih malas, lagian Romi juga masih tidur. Gak tahu si Romi kenapa, kok tumben banget jam segini masih tidur! Padahal biasa Romi bangun cepat.” Danu heran.
“Kalian begadang kali tadi malam?” Anwar asal tebak.
“Gak ada Pi, semalam Danu langsung tidur kok.” Danu menggelengkan kepalanya.
“Mungkin masih kecapean kali?” Anwar terus menebak.
“Biar aja Pi, nanti juga bangun. Danu lapar, mau makan dulu! Papi udah makan?” Tangan kanan Danu memegangi perutnya yang sudah mulai keroncongan.
Danu berjalan menuju ruang makan untuk mengisi perutnya. Danu sengaja tak membangunkan Romi, karena tidur Romi terlihat sangat lelap.
***
Selesai sarapan, Danu kembali ke kamarnya. Danu ingin membersihkan badannya yang terasa lengket karena keringat.
“Eh lo udah bangun Rom? Kenapa lo, tumben jam segini baru bangun? Biasa lo bangun duluan dari gua! Elo sakit?” Danu bertanya pada Romi.
“Iya. Semalam teh gak bisa tidur. Subuh, ni mata baru bisa merem. Kamu mah tidurnya pules pisan. Sampai ngorok segala!” Romi terlihat masih lesu.
“Kenapa gak bisa tidur? Lo kangen sama emak lo?” Danu tersenyum meledek Romi.
“Aku teh udah tentukan pilihan. Dan semoga pilihan ini teh benar.” Romi terlihat lebih bersemangat.
“Jadi, semalam lo gak bisa tidur karena mikir masalah kemarin. Soal yang kita bahas di gazebo? Ya elah, gitu aja lo gak bisa tidur!”
“Ya udah, sana lo makan dulu! Gua mau mandi terus ke salon, ikut gak?” Danu kembali berkata.
“Aku duluan ke air.” Romi berlari menerobos tubuh Danu.
“Huh... dasar!” Danu hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya.
Tiba-tiba Danu teringat dengan ucapan Romi tadi soal pilihannya. Kenapa tadi gua gak tanya, jadinya Romi mau gimana? Udahlah nanti aja! Danu berucap dalam hati.
“Rom, jangan lama-lama! Gua mau mandi dulu!” Danu berteriak.
“Rom, lo ngapain? Tidur lagi?” Danu kembali berteriak karena tak mendapat jawaban dari Romi.
“Mandi” Teriak Romi dari dalam kamar mandi.
“Memang bocah ini, gua udah bilang mau mandi juga! Mala duluan dia mandi!” Danu mengerucutkan kedua bibirnya.
Lima belas menit kemudian, Romi keluar dari kamar mandi.
“Eh Rom, lo tadi bilang udah tentukan pilihan. Pilihan apa, gimana?” Danu penasaran.
“Nanti aja, aku teh lapar pisan. Aku ke bawah dulu ya! Daah!” Romi buru-buru lari ke luar kamar.
Setengah jam sudah berlalu, Danu turun ke bawah. Danu udah siap untuk pergi ke salonnya. Sebenarnya Danu gak ke salon juga gak masalah. Semua sudah ada yang urus. Cuma, Danu ingin mencari kesibukan aja di salon. Danu ingin kumpul dengan teman-teman sekaligus anak buahnya di salon.
“Eh gimana, lo mau ikut ke salon gak? Kalau mau ikut gua tungguin! Lo ganti baju, buruan!” Danu berkata pada Romi.
“Tunggu aku teh mau cerita sama kamu! Kita ke atas dulu sebentar!” Romi menarik tangan kiri Danu.
“Ada apa sih, kenapa gak cerita di sini aja! Gua malas ke atas lagi!” Danu menolak dan mencoba menarik tangan kirinya balik.
“Udah ayo!” Romi tetap menarik tangan kiri Danu ke kamar atas.
“Ada apa sih!” Danu duduk di ranjang tempat tidurnya.
“Aku teh udah punya keputusan!” Romi bersemangat
“Apa? Jadi gimana?” Danu ingin tahu.
“Jadi aku teh mau coba belajar dunia kecantikan.” Ucap Romi semangat.
“Apa? Gua gak salah dengar! Lo beneran tertarik dengan dunia kecantikan?” Kedua mata Danu terbelalak. Danu seolah belum percaya dengan ucapan Romi barusan. Kalau dilihat dari postur tubuh Romi yang tegak dan tinggi sepertinya dia tak berminat di dunia kecantikan. Tapi perkiraan Danu ternyata salah.
“Iya, aku teh serius! Tapi tolong kamu teh ajari aku dulu ya? Aku kan belum bisa apa-apa?”
“Iya pasti, nanti lo bisa kursus dulu biar lebih mantap!” Danu memberi semangat.
“Tapi tunggu, elo memilih keputusan ini bukan karena merasa gak enak sama gua kan?” Danu masih ragu dan belum percaya.
“Gak, ini semua teh keputusan aku! Aku teh pengin buktikan sama mama kalau aku bisa lebih baik. Aku teh bisa maju. Dan yang paling utama aku teh bisa melupakan segala masa laluku yang buruk.” Romi menjelaskan.
“Kalau gitu gua dukung keputusan lo! Semoga lo bisa menyesuaikan dan betah di dunia salon!” Danu mendukung dan merasa bangga dengan sahabatnya.
Romi pun bersiap untuk kembali ikut Danu ke salonnya. Romi sudah mantap dengan keputusannya untuk terjun ke dunia kecantikan. Entah bagaimana caranya, Romi akan berusaha keras untuk bisa menyesuaikan dengan orang-orang baru di salon.