04. Jakarta, I'm Coming

1689 Words
Malam ini malam yang sangat ditunggu oleh Romi. Malam ini Romi akan berangkat ke Jakarta bersama teman barunya, Danu. Tak mudah bagi Romi untuk bisa mendapat izin dari mamanya, Lilis. Dengan berbagai alasan Romi berusaha memohon-mohon agar bisa diizinkan berangkat ke Jakarta. Dan usaha kerasnya pun membuahkan hasil. Sementara Lilis masih meratapi kesedihannya di kamar seorang diri. Karena sebentar lagi, putra satu-satunya akan meninggalkannya. Meski untuk sementara, Lilis merasa kepergian Romi meninggalkan jejak kesedihan yang dalam di hati Lilis. Bagaimana tidak, setelah ditinggal suami untuk selamanya, Romi adalah laki-laki terdekat yang Lilis punya. Dan Romi juga satu-satunya keluarga yang tinggal bersama Lilis. Lilis tak ingin kembali kehilangan orang yang disayanginya. Namun, tekad Romi sudah bulat. Bagaimanapun Lilis menolak, Romi terus saja beralasan. Lilis tak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah keinginan Romi. Karena Lilis begitu paham sifat dari putra laki-lakinya, kalau sudah punya keinginan apa pun akan dilakukan untuk mendapatkan keinginannya. Lilis hanya bisa berpesan agar Romi bisa menjaga dirinya dengan baik selama tinggal di kampung orang. Biarpun laki-laki, ini pertama kali Romi jauh dari keluarga. Itulah mengapa Lilis sebenarnya begitu berat melepas kepergian anak laki-lakinya. Setelah menerima chat dari Danu. Romi bergegas ke kamar untuk mengambil ransel berukuran sedang yang akan membawa barang-barang bawaannya. “Ma, Romi berangkat dulu ya? Mama teh baik-baik di rumah, jaga kesehatan! Kalau ada apa-apa teh langsung kabari Romi!” Romi mencium punggung tangan kanan Lilis lalu memeluk erat tubuh mamanya. “Iya, Romi juga teh jaga kesehatan! Baik-baik di kampung orang!” Tangan kanan Lilis menepuk-nepuk punggung Romi yang masih dalam pelukannya. Danu yang saat itu datang menjemput Romi pun ikut berpamitan pada Lilis. “Tante, Danu berangkat dulu ya? Tante tenang saja, Danu akan jaga Romi baik-baik!” Danu mencium punggung tangan kanan Lilis. “Iya kasep, Tante teh terima kasih pisan! Nitip Romi nya?” Kedua mata Lilis terus mengeluarkan air mata. Kesedihan tampak jelas di wajahnya. “Maaf Tante, nama saya bukan Asep tapi Danu! He... he...” Danu tertawa “Tante tahu, maksud Tante teh kasep bukan Asep? Kasep teh bahasa sunda yang artinya ganteng.” Lilis pun jadi tersenyum mendengar lelucon Danu. “Oh, jadi menurut Tante... Danu itu ganteng ya? Iya sih, Tante benar. Memang banyak yang bilang begitu!” Danu percaya diri. Lilis pun kembali tertawa mendengar ucapan Danu. Benar saja ucapan Romi selama ini tentang Danu yang humoris. Pantas saja Romi bisa mulai melupakan masalahnya, tiap hari mendapat hiburan lawak dari Danu. Semoga Danu bisa membawa kebaikan untuk Romi. “Danu... Danu... , kamu teh bisa wae bikin Tante tertawa. Pokoknya mah Tante titip Romi sama kamu ya?” Lilis hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelucuan Danu. “Tante tenang! Nanti kalau Romi nakal, tinggal Danu jewer!” Lagi-lagi Danu membuat lelucon. “Memang aku bocah, mau dijewer?” Romi terkekeh geli. “Sudah... sudah... itu teh mobilnya sudah nunggu, kasihan sopirnya!” Jari telunjuk Lilis menunjuk mobil Travel yang sudah menunggu di halaman rumahnya. “Iya Tante.” Jawab Danu sembari melambaikan tangan pada Lilis. “Mama, Romi pergi ya! Mama baik-baik di rumah!” Romi melambaikan tangan kanan pada Lilis. Dengan berat hati dan diiringi tangis kesedihan, Lilis melepas kepergian anak laki-laki satu-satunya. Kedua mata Lilis terus memandang mobil yang membawa buah hatinya pergi. Hingga mobil itu tak terlihat lagi setelah melewati pintu pagar besi rumah Lilis. Tak terasa air mata Romi pun jatuh dan hampir membasahi kedua pipinya. Untung saja, telapak tangan Romi cepat menghapusnya hingga Danu tak sempat melihatnya. Namun Danu bisa merasakan kesedihan teman barunya saat ini. Danu bisa merasakan bagaimana rasanya berpisah dengan orang yang disayangi. “Lo harus kuat Romi! Memang sedih berpisah dengan orang yang kita sayangi. Tapi kita juga harus berpikir lagi, demi kemajuan harus ada pengorbanan! Lo lihat kan, nyokap lo begitu sedih ditinggal? Jadi pesan gua, lo harus buktikan sama nyokap lo, kalau lo bisa lebih baik!” Tangan kanan Danu menepuk pundak Romi. Mobil travel melaju cepat meninggalkan kota Bandung. Kota kembang sekaligus kota kelahiran Romi. Dengan meninggalkan kota Bandung, Romi berharap dia bisa meninggalkan masalahnya juga. Romi tak lagi hidup dalam bayang-bayang masa lalu yang kelam. Masa lalu yang telah mengubah hidup Romi menjadi hancur tak beraturan. *** Setelah tiga jam melewati perjalanan dari tol Padalarang ( Cipularang ), Purwakarta hingga Tol Cikampek akhirnya sampai juga di tempat tujuan. “Romi, bangun! Kita sudah sampai!” Dengan tangan kanannya Danu menggerakkan lengan Romi agar terbangun dari tidurnya. Kedua tangan Romi mengucek-kucek kedua matanya agar terbuka. Romi berusaha melihat dengan jelas posisinya saat ini berada. “Hoam” Tangan kanan Romi menutup mulutnya yang masih menguap karena ngantuk. Lalu Romi menggeliatkan tubuhnya setelah tertidur di mobil tadi. “Ayo buruan turun! Atau lo mau ikut abang-abang sopir?” Danu kembali mengajak Romi. “Iya. Apa kita teh sudah sampai di Jakarta?” Romi beranjak dari posisi duduknya lalu mengambil ransel sedang bawaannya. Romi dan Danu menuruni mobil travel. Mobil berhenti di depan rumah mewah nan besar berwarna putih. Rumah dengan halaman luas yang dilengkapi taman bunga semakin mempercantik pemandangan bangunan itu. Antara halaman rumah dan jalan raya dibatasi pagar besi yang kokoh dan tembok tinggi yang membentengi sekeliling rumah. “Arrghh... akhirnya, aku teh sampai di Jakarta!” Romi berteriak sendiri. “Eh gilingan lo! Kayak gak pernah ke Jakarta aja lo! Jangan malu-maluin gua!” Danu sedikit kesal. “Naon, gilingan? Gilingan teh apa?” Tanya Romi yang baru mendengar kata itu untuk pertama kalinya. “Gak waras!” Danu dengan sedikit sinis lalu tertawa geli. “Enak wae! Aku tuh seneng banget! Ini teh pertama kalinya tinggal di Jakarta tanpa keluarga. Aku teh merasa bebas dari segala masalah yang selama ini menyiksaku di Bandung.” Romi mengerucutkan kedua bibirnya. “Terserah! Ayo kita masuk!” Danu mengajak Romi. Karena waktu yang sudah larut, security rumah pun sudah terlelap. Beberapa kali Danu membunyikan pintu pagar, security juga tak dengar. Danu pun mengambil ponselnya, lalu memanggil nama seseorang. Entah itu siapa, yang jelas tak lama Danu memanggil, security membukakan pintu pagar untuk kami. “Selamat malam Mas!” Ucap security sopan. Setelah Danu dan Romi memasuki halaman, security kembali mengunci pintu gerbang. Tanpa disuruh, security langsung meminta tas Danu untuk membawakannya. Sementara Romi hanya mengikuti Danu dari belakang. Danu dan Romi sudah berada di kamar yang cukup luas dengan perlengkapan serba ada dan cukup mahal. Romi paham barang-barang itu semua, karena Romi juga dari keluarga berada. Masa lalu yang buruk karena perempuan membuat Romi dan Danu bisa saling dekat. Danu menjatuhkan tubuhnya di kasur untuk melepas lelah setelah melewati perjalanan dari Bandung ke Jakarta. Romi sendiri masih terasa asing di rumah itu. Romi terus mengawasi ruang serta barang-barang yang berada di kamar Danu. “Ngapain lo! Udah sini, kita lanjut tidur lagi! Memang lo gak capek apa?” Tangan kiri Danu menepuk ranjang yang super tebal dan empuk di sebelah dia tidur. “Iya, tapi aku teh pengin ke air dulu!” Jawab Romi gugup. “Air? Maksud lo, kamar mandi? Itu dibuka aja pintunya!” Dengan tangan kanan, Romi menunjuk ruangan yang berada di pojok kamarnya. Romi pun masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badan. Meskipun laki-laki, Romi termasuk senang menjaga kebersihan. Romi paling tak suka, kalau tubuh ataupun pakaian yang dia kenakan kotor dan bau karena keringat. Usai membersihkan badan dan mengganti pakaiannya yang bersih, Romi membaringkan tubuhnya di sebelah Danu. Rasa kantuk dan capek yang mendera membuat Romi cepat tertidur. *** Suara ponsel Romi berdering cukup kencang hingga membangunkan dirinya dan Danu yang tengah tertidur lelap. Romi lupa dari semalam dia tak mengurangi volume dering ponsel ataupun menonaktifkannya. Hingga saat tidur, suara ponsel pun mengganggu kenikmatan tidur keduanya. “Romi, ponsel lo! Berisik amat si, gak tahu orang lagi enak tidur apa!” Danu berteriak, sembari menutup kedua telinga. “Romi!” Panggilan kedua Danu sembari menggerakkan tubuh Romi. “Ehm” Romi berdehem. Kedua matanya masih susah terbuka, sementara tangan kiri meraih ponsel yang ada di atas nakas. “Halo!” Suara Romi lesu. “Assalamualaikum, Romi! Iye teh Mama.” Mendengar suara Lilis, Romi langsung beranjak dari tidurnya. Saking mengantuknya dia tak sempat melihat siapa yang menghubunginya. Romi juga lupa, semalam saat tiba di Jakarta dia tak mengabari Lilis. “Walaikumsalam, Mama! Maafkan Romi, Romi baru bangun. Semalam Romi teh lupa kasih kabar kalau Romi teh sudah sampai di Jakarta.” “Iya, gak papa. Gimana kamu di situ? Tinggal di mana, betah gak?” Lilis dengan serentetan pertanyaan. “Romi baik, sementara teh masih di rumah Danu Ma. Mama teh tenang aja, rumahnya bagus kok, peralatannya juga lengkap. Sama kayak di rumah. Romi teh pasti betah, Mama gak usah cemas!” “Iya udah atuh, jangan lupa makan ya? Jangan sampai kamu teh sakit!” Lilis berpesan pada Romi. Lilis pun mengakhiri panggilannya. “Ehm... anak mama ni ye?” Danu menggoda Romi. “Naon si!” Romi merasa malu dengan godaan Danu. Memang Lilis sangat perhatian pada Romi. Sebentar saja Romi tak kasih kabar, Lilis langsung menghubunginya. Romi melihat jam yang ada di layar ponselnya. Jam sudah menunjukkan pukul 09.15 WIB. Romi berjalan ke arah jendela lalu membuka jendela agar udara luar bisa masuk. “Romi, apa-apaan si! Gua masih ngantuk tahu! Buruan tutup lagi jendelanya!” Danu menutupi kedua matanya karena silau dengan selimut. “Ini teh sudah siang! Bangun!” Romi menarik selimut yang masih menutupi sebagian tubuh Danu dan kedua matanya. Romi dan Danu memang belum lama kenal. Namun pertemanan mereka cukup dekat. Danu yang humoris serta ceplas-ceplos dalam berkata membuat Romi betah dengannya. Sementara Romi yang mulai paham dengan sifat Danu, tak tersinggung dengan ucapan Danu yang asal keluar dari mulutnya. Justru bagi Romi, itu suatu hiburan. “Danu, aku teh lapar! Makan yuk!” Ucap Romi yang merasakan cacing-cacing di perutnya berkeroncong ria di dalam sana. “Lapar? Turun aja sana, ambil sendiri!” Danu dengan santai. Kamar Danu memang berada di lantai 2. “Naon ambil sendiri? Aku teh tamu, masa iya ambil sendiri!” Romi geleng-geleng kepala. “Bercanda! Sebentar gua cuci muka dulu!” Danu beranjak dari tempat tidur lalu pergi ke kamar mandi. Danu dan Romi menuruni anak tangga satu demi satu. Mereka pun tiba di meja makan. Sarapan telah disiapkan mbok di meja makan. Semalam mbok yang membukakan pintu untuk Danu dan Romi. Makanya pagi ini, mbok sudah menyiapkan sarapan untuk keduanya. Selesai sarapan Danu bercerita tentang usahanya yang selama ini dia jalankan. Setelah 2 minggu Danu tinggalkan, besok Danu akan mengecek salah satu cabang usahanya yang ada di Jakarta. Dan besok Danu berniat untuk mengajak Romi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD