9. BCA - Obat Penenang

1538 Words
“Niken ke mana?” tanya Ezra pada Alma yang sedang sendirian itu. “Lagi makan siang ke bawah Pak. Lagi butuh sesuatu?” tanya Alma sambil mendongakkan kepalanya. “Jangan panggil Bapak kalau lagi berdua, kayak biasa aja. Kamu ke ruangan Mas sekarang, bawa berkas yang tadi Mas suruh perbaiki supaya Mas ajari,” kata Ezra pada Alma. Pria itu lebih dahulu masuk ke dalam ruangannya dan Alma segera menyusulnya. “Aku bisa coba pelajari dan tanya Mbak Niken untuk pengerjaannya. Mas Ezra nggak perlu ajari aku,” kata Alma sambil mendekati Ezra. Pria itu tersenyum dan langsung saja menarik Alma agar duduk di atas pangkuannya. “Mas Ezra! Apaan sih, jangan seperti ini. Kalau ketahuan gimana?” Alma hendak bangkit, namun Ezra menahannya. Pria itu memeluk pinggang Alma posesif lalu menyandarkan kepalanya di d**a kenyal wanita itu sambil tersenyum. “Kepala Mas pusing banget lihat semua laporan yang ada, Mas butuh dicharger. Dengan peluk kamu kayak gini kayaknya solusi terbaik,” rengek Ezra manja. Alma menahan napasnya sejenak melihat Ezra yang memeluknya dan bersikap manja padanya. “Jangan kayak gini Mas, gimana kalau ada yang lihat kita?” tanya Alma khawatir. “Nggak akan ada yang lihat, ruangan ini nggak ada CCTV. Lagi pula Niken lagi makan siang dan biasanya lama, jadi hanya ada kita berdua di sini. Nggak akan ada yang berani masuk saat makan siang seperti ini,” kata Ezra menenangkan. “Kamu wangi,” puji Ezra sambil menghirup aroma tubuh Alma. Pria itu bahkan mengendus bagian depan milik Alma membuat wanita itu kegelian. “Mas, jangan kayak gitu,” protes Alma. Namun Ezra malah kesenangan dan tertawa. Pria itu bahkan mencuri kesempatan mencium depan d**a Alma. “Katanya mau ngajarin buat laporan, kenapa jadi kayak gini sih,” protes Alma lagi. Ezra akhirnya berhenti dan menatap Alma. “Mas selalu saja kehilangan akal kalau udah sama kamu,” ucap Ezra sendu. Alma tertawa lalu mengalungkan lengan kanannya di leher pria itu. Tangan kirinya mengelus lembut puncak kepala Ezra sambil tersenyum. “Apa sudah cukup energinya?” tanya Alma lembut dan Ezra menggelengkan kepalanya. Pria itu langsung saja mencium bibir Alma membuat wanita itu terkejut dan membelakkan matanya. Alma mendorong d**a Ezra, namun pria itu semakin memeluknya erat. Tangan Ezra bahkan sudah tak tinggal diam, tangan pria itu mengelus paha Alma yang terekpsose karena roknya terangkat ke atas membuat pahanya terlihat. “Mas Ezra, jangan,” lirih Alma sambil berusaha mendorong pria itu. Ezra menghentikan ciumannya membuat napas Alma tak beraturan. Pria itu terdiam sejenak membuat Alma bingung. “Mas kenapa?” tanya Alma. “Kamu ke bawah, sembunyi di bawah meja. Ada yang datang,” kata Ezra panik. Alma langsung saja sembunyi di bawah meja Ezra panik. Wanita itu menahan napasnya sejenak dan Ezra mengusap bibirnya. Pintu terbuka dengan kasar membuat Ezra mendongakkan kepalanya menatap seorang wanita yang tak diharapkan kedatangannya. “Mau apa anda datang ke sini?” tanya Ezra tak suka. Wanita paruh baya yang baru datang itu langsung saja berdecak dan melipat tangannya di depan d**a. Wanita paruh baya bernama Nadya yang merupakan Mama tiri Ezra itu mendekat. Nadya adalah istri pertama Herry Tridwantoro, Papa dari Ezra. Hubungan Ezra dengan Mama tirinya itu memang tidak baik, selama ini mereka bersikap baik hanya di depan orang saja. Karena semua orang menganggap Ezra adalah anak bungsu Herry dengan Nadya. Tak ada yang tahu bahwa Ezra adalah anak dari istri kedua Herry. Hanya keluarga dekat saja yang tahu fakta tersebut, Alma juga mengetahui hal tersebut. “Kamu pikir saya senang datang ke sini? Saya terpaksa datang ke sini, saya sedang menghampiri anak kandung saya dan saya harus berpura-pura juga menghampiri kamu,” sarkas Nadya membuat Ezra tertawa. “Berpura-pura menjadi Ibu yang baik ternyata,” ejek Ezra. “Kalau tidak karena terpaksa saya juga tidak akan datang ke sini. Nanti malam akan ada makan malam keluarga, mungkin kamu tahu karena Raffi sudah memberitahu kamu. Tapi jangan harap kalau saya bisa menerima kamu. Jangan pernah datang ke rumahku, jangan menganggap kalau kamu menjadi bagian keluarga. Kamu harus ingat posisi kamu, status kamu hanyalah anak yang tak diinginkan,” ejek Nadya membuat Ezra tertawa. “Anda justru salah, bagaimana mungkin saya tidak diinginkan? Seharusnya anda yang harus hati-hati, posisi anda bisa tergeser. Saya anak dari wanita yang dicintai oleh suami anda. Saya jelas sangat diinginkan, anda jelas tahu bagaimana saya bisa berada di keluarga anda. Itu karena permintaan Ibu saya. Bahkan suami anda lebih menginginkan saya, karena saya hasil dari benih cinta mereka. Berhentilah menjadi Ibu yang baik dan istri yang baik, sampai kapanpun kamu tidak akan pernah bisa dicintai oleh suami anda. Karena cintanya hanya untuk Ibu saya, bukankah sudah terbukti dengan Papa saya yang jarang pulang ke rumah anda?” ejek Ezra membuat Nadya sangat kesal. “Berani kamu sama saya,” ancam Nadya. “Kenapa saya harus nggak berani? Apa hebatnya anda? Jangan hanya karena anda istri pertama anda bisa sesuka hati sama saya dan Ibu saya. Tunggu saja sampai posisi anda digantikan sama Ibu saya, ingat bahwa suami anda sangat mencintai Ibu saya. Saya akan pastikan sendiri hak Ibu saya akan segera didapatkan dan Papa saya bisa melakukan apapun yang diinginkan Ibu saya karena dia mencintai Ibu saya,” tegas Ezra. Tangan wanita itu terkepal di atas paha karena marah. Rahangnya juga mengeras, Alma segera mengelus tangan Ezra lalu menggenggemnya. Ezra cukup terkejut dengan hal itu, ia bahkan hampir saja lupa bahwa ada Alma yang sembunyi di bawahnya. “Kita akan lihat nanti siapa yang akan menang, saya atau Ibu kamu. Istri pertama akan tetap menjadi pemenangnya, Ibu kamu hanya orang asing yang mencoba merusak rumah tangga saya. Sama seperti kamu yang hanya menjadi benalu dalam keluarga saya. Jadi jangan datang nanti malam karena kamu nggak diharapkan kedatangannya,” sarkas Nadya. Setelah mengatakan itu Nadya pergi dari sana dan menutup pintu dengan kasar. “Sial! b******k!” desis Ezra. “Mas,” lirih Alma pelan setelah memastikan semuanya aman dan wanita paruh baya itu sudah pergi. Ezra menundukkan kepalanya lalu mencium bibi Alma yang sedang mendongakkan kepalanya itu. Kali ini Alma tahu Ezra sedang membutuhkan itu. Ezra sedang marah dan hanya ia yang bisa menenangkan pria itu. Alma memegang tengkuk Ezra untuk memperdalam ciuman keduanya. Rahang Ezra yang tadinya mengeras karena kesal sudah mulai rileks. Ciuman Ezra yang tadinya kasar dan menuntut kini mulai berubah menjadi lembut. Ezra mendorong kursinya ke belakang lalu membantu Alma untuk bangkit berdiri dan mendudukkan wanita itu di atas pangkuannya. Ciuman Ezra turun ke leher jenjang pria itu membuat Alma mendongakkan kepalanya ke belakang agar mempermudah Ezra. Lengan Alma berada di leher Ezra dan meremas rambut tebal pria itu. Ezra membuka dua kancing kemeja milik Alma dan menenggelamkan wajahnya di depan d**a wanita itu. Tangan kanan Ezra meremas bukit kembar milik Alma yang sebelah kiri. Alma langsung saja menahan tangan Ezra. “Aahhh Mas, jangan,” lirih Alma dengan napas yang tak beraturan. Ezra sadar dan menatap mata Alma dengan sayu. Wanita itu tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. “Sudah ya Mas, berhenti,” bujuk Alma. “Sudah lebih baik?” tanya Alma lembut sambil mengelus pipi Ezra. Pria itu seakan terhipnotis dengan bagaimana cara Alma mencoba mengerti dan menenangkannya. Ezra langsung saja memeluk Alma dengan erat. “Jangan pergi, Mas mohon,” pinta Ezra dengan sungguh. Alma benar-benar dibuat bingung dengan sikap Ezra yang tiba-tiba itu. “Aku nggak pergi Mas, aku di sini,” kata Alma sambil menepuk bahu Ezra mencoba menenangkan. Cukup lama Ezra memeluk Alma seakan takut melepaskan wanita itu. *** “Ezra, akhirnya datang juga!” pekik Raffi kesenangan. “Om Ezra!” teriak kedua anak Raffi dan langsung saja berlari memeluk Ezra. Pria itu langsung saja memeluk kedua keponakannya. “Kalian apa kabar?” tanya Ezra basa-basi. “Baik Om,” jawab keduanya kompak. Tasya dan Karin sudah berada di sana, Ezra sudah memberitahu istrinya itu untuk datang terlebih dahulu dan ia akan datang menyusul. “Om ada hadiah untuk kalian,” kata Ezra sambil mengambil paper bag yang dipegang oleh Alma. Wanita itu memang ikut karena Ezra yang mengajaknya. Awalnya Alma menolak, namun Ezra memaksa untuk membawa Alma sekalian untuk dikenalkan juga. Biasanya semua keluarga harus tahu siapa yang akan menjadi sekretarisnya. “Terima kasih Om,” kata keduanya kompak. “Di simpan dulu, hadiahnya dibuka setelah selesai makan ya,” kata Naysila sambil mendekati kedua anaknya itu. Anak dari Raffi itu langsung saja menghela napas lesu. “Apa kabar Kak?” tanya Ezra. “Baik, kamu sehat? Ini siapa?” tanya Naysila ramah. “Sekretaris baru aku pengganti Niken, kebetulan tadi kita baru selesai meeting di dekat sini. Jadi aku bawa Alma sekalian supaya diperkenalkan sama keluarga,” jelas Ezra. “Oh begitu, hallo Alma. Salam kenal, saya Naysila. Saya Kakak iparnya Ezra,” kata Naysila sambil mengulurkan tangannya dan Alma membalas uluran tangan tersebut. “Hallo Ibu salam kenal, saya Alma,” kata Alma yang juga ikut memperkenalkan diri. “Jangan panggil Ibu, panggil Mbak saja. Kamu nggak bekerja sama saya,” kata Naysila sambil tertawa. “Kenapa kamu bisa datang? Bukannya kamu pria yang sangat sibuk sekali?” sindir Nadya yang kesal melihat Ezra datang. “Mama,” protes Raffi. “Diam kamu,” sarkas Herry pada istrinya itu membuat Nadya semakin geram. Namun Ezra tersenyum senang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD