MY CUTEST CEO'S EPS-9

1888 Words
Seorang pria bertampang bule di damping pria di sisi kirinya dan wanita di sisi kanannya memasuki gedung perkantoran Bieito Corporation, tentu saja dia adalah Kenzo Alvaro Bieito didampingi Rico sebagai sekretarisnya dan Tamara asisten pribadinya. “Sssst…Jo’, kita udah mirip syuting film mafia gak sih,” bisik Tamara. “Iya kan, apalagi aku yang make kacamata item gini,” dibalas bisikan oleh Kenzo dan keduanya cekikikan. “Hmm…,” tegur Rico tidak habis pikir. Dua bocah itu seolah melihat dunia kerja layaknya tempat bermain dan harus ditegur oleh Rico, yang risih mendengar cekikikan keduanya. Ya tuhan, kedua makhluk ini kenapa harus bersatu sih, batin Rico. Ketiganya dengan langkah mantap menuju ruangan CEO, sesekali Kenzo tersenyum simpul saat beberapa karyawan tunduk dan menyapanya dengan hormat. Setibanya di ruangan CEO, Tamara kembali duduk di kursi sofa yang dahulu pernah menjadi tempat saat dirinya ditawarkan menjadi asisten pribadi. “Jadi pak Rico, kerjaan Tamara apaan dong?” tanya Kenzo sembari melepaskan kacamatanya. “Saya rasa menurut kemampuan dirinya yang tidak seberapa Tuan Muda, baiknya dia hanya mengurus jadwal Tuan Muda dan mendampingi Tuan Muda makan siang,” saran Rico setengah mengejek kemampuan Tamara. Cih, meremehkan sekali anda. Tau aja emang segitu kemampuan aku, batin Tamara. “Gimana Tam, kamu gak keberatan kan?” tanya Kenzo ke Tamara. “Yah gak masalah sih, yang aku butuhin gajinya bukan beban kerjaannya,” jawab Tamara apa adanya. “Hahaha…Tim-Tam ih, aku suka deh kamu blak-blakan, gak ada jaim-jaimnya…,” ucap Kenzo tidak habis pikir. “Dih sama kamu ngapain jaim,” sanggah Tamara. “Tuan Muda, maaf kita ada pertemuan dengan rekan bisnis kita di ruang meeting sebentar lagi,” kali ini Rico yang mengingatkan agenda kerja Kenzo, dikarenakan Tamara baru memikul beban itu 5 menit yang lalu. “Oh ya udah, Tam-Tam aku tinggalin kamu sendirian yah. Gak masalah kan. Kamu bisa ngobrol bareng Tissa, resepsionis depan ruangan aku. Bahas skincare atau apalah. Gosipin aku juga boleh, takutnya kamu butuh masukan untuk pertimbangin aku jadi yayang beb kamyuh…,” Kenzo berbicara seimut mungkin ke Tamara. Perutku, sabar yah kamu. Jangan mual, batin Rico. “Ih, ngapain gosipin kamu. Udah sana kamu kerja yang serius dong. Takutnya gak bisa gaji aku lagi. Kasian Tomy nanti gak bisa lanjutin kuliahnya,” tegur Tamara. “Nih salim,” Kenzo menyodorkan tangannya untuk dicium oleh Tamara. Plak “Ogah!!!” malah sodoran tangan Kenzo ditepis pelan oleh Tamara. Yah lanjut terus, si pria rajin modus, dan si wanita bar-bar. Aku butuh lowongan kerja di tempat baru sepertinya, Rico yang sedari tadi lebih banyak berbicara dalam hati. Setelah melihat romansa alay Kenzo dan Tamara, akhirnya keduanya berpisah melanjutkan pekerjaan masing-masing. Tamara yang awalnya bosan di dalam ruang kerja, keluar dari ruangan Kenzo dan menemui Tissa sesuai saran Kenzo. “Hai, kenalin nama aku Tamara. Panggil aja Ara” sapa Tamara ke seorang perempuan cantik yang bertugas untuk menerima tamu ke ruangan Kenzo, ini adalah kali kedua pertemuan mereka. “Hai Mba Ara, aku Tissa salam kenal,” balas Tissa membalas jabatan tangan Tamara. “Bosen yah, gak ngapa-ngapain,” tebak Tamara melihat Tissa hanya duduk bengong. “Gak juga sih mba. Kalau gak ada tamu kan bisa baca n****+ online. Seru mba, aku bisa senyum-senyum sendiri.” “Oh yah. Boleh deh aku coba.” “Mba Tamara, gak takut jadi asisten pribadi Tuan Kenzo?” tanya Tissa penasaran. “Kenapa emangnya?” tanya Tamara mengernyitkan alisnya. “Yah, soalnya dia orangnya tegas dan gak ramah mba. Tapi mba jangan laporin yah, aku dipecat nanti. Ditambah sekretarisnya pak Rico, udah deh serasa di kutub utara kitanya.” Curhatan Tissa ini membuat Tamara tertawa di dalam hati, sejak kapan Kenzo menjadi sosok yang dingin, betul-betul kepribadian ganda. Soal Rico sih, emang benar adanya sesuai penilaian Tissa. Tapi dia tidak membantah pernyataan Tissa soal Kenzo. Tamara yakin itu sengaja dilakukan oleh Kenzo agar semua orang menghormatinya sebagai pemimpin. Lumayan lama mereka berinteraksi. Ternyata semakin tinggi jabatan pekerjaan semakin mudah menurut Tamara. Tamu yang mengunjungi Kenzo juga di hari itupun tidak ada. “Tam-Tam, makan siang yuk!” ajak Kenzo setelah keluar dari ruangan meeting. “Ah udah jam makan siang lagi yah,” Tamara tidak menyadari hanya duduk santai saja, waktu berdetak lebih cepat berlalu. Astaga, aku lupa kabarin Riris soal aku yang kerja di Jakarta, batin Tamara dan menepuk dahinya. “Kenapa Tam?” tanya Kenzo bingung. “Eh nggak kok. Tissa gak diajak?” tanya Tamara dan menoleh menatap Tissa yang terbelalak. “Astaga mba Tamara gak usah. Ak-aku makan di kantin kantor aja, mba Tamara aja. Gak usah,” tolak Tissa dengan gelengan kepala yakin. Tissa tentu saja menolak dengan tegas harus makan siang dengan atasannya. Atasan yang baru sebulan dikenalnya. Kenzo baginya seseorang yang sulit dijamah terlebih interaksinya hanya dengan Rico saja. “Halo Ris, lo lagi siap-siap buat makan siang yah?” “Halo Ra, iya kenapa lo. Dimana lo sekarang?” “Di Jakarta. Gue udah pindah kesini.” “Wah jahat lo baru kabarin sekarang.” “Iy-iya sory, kan baru hari ini gue kerjanya. Eh gue makan di restoran dekat bank lo. Gue tungguin disana yah, kita makan siang bersama.” “Okey gue tungguin.” Setelah berjanji temu dengan Riris, Kenzo menuruti keinginan Tamara untuk bertemu dengan Riris. Rico tentu saja tidak punya alasan untuk menolaknya. Setibanya mereka di restoran yang ditunjuk. Riris sudah terlebih dulu tiba di restoran itu, Tamara celingukan mencari sosok Riris. “Hai Ris,” sapa Tamara dengan lambaian tangan diikuti oleh Kenzo dan Rico. Wah Ara, cowok di belakangnya percikan ketampanan surgawi masa iya dicuekin gitu, batin Riris. “Iya Ra, sini.” Tamara mengambil tempat di samping Riris untuk memberikan tempat bagi Kenzo dan Rico. Eh cowok ini kok makin dekat, bikin deg-degan. Apakah dia suka sama aku yah, batin Riris. “Ris, lo kok bengong sih,” tegur Tamara dan mengibas-ibaskan wajah di depan Riris. “Ah iy-iya.” “Eh sory, kenalin ini CEO gue di kantor. Kenzo dan sekretarisnya Pak Rico,” ucap Tamara memperkenalkan kedua pria yang berdiri di sampingnya. “Hai Ris, aku Kenzo,” sapa Kenzo ramah. “Selamat siang Nona Riris, saya Rico,” sapa Rico dingin. Kedua pria tampan itu bergantian menjabat tangan Riris yang semakin terbengong-bengong. “Sudah pesan?” tanya Kenzo melihat hanya segelas air putih yang diminum oleh Riris. “Eh be-belum, tungguin Ara,” ucap Riris canggung dan masih mengagumi pria di hadapannya. “Oh ya udah. Pesen aja kalau gitu,” usul Kenzo. “Eh kok Pak Rico, ngambil meja lain sih. Disini masih kosong kan,” tegur Riris melihat Rico mengambil tempat di sebelah meja mereka. Kebiasaan yang sering dilakukan Rico. “Oh dia reinkarnasi pertapa sih. Jadi doyan sendirian hehehe,” jawab Kenzo asal. “Ara, kok lo bisa deket banget sama bos lo,” bisik Riris ke Tamara. “Oh Tim-Tam itu temen aku sejak kecil. Sekarang statusnya sahabat rasa pacar sih. Habisnya Tim-Tam nolak aku terus. Ris, tolong dong bujukin Tim-Tam biar terima aku. Jangankan pacar, jadi suami juga aku mau” ternyata bisikan Riris masih kedengaran oleh Kenzo. “Apa!? Tamara tolak kamu. Beneran Ra?” Riris beranjak kaget mendengar perkataan Kenzo. “Sante lo. Sejak SMU udah gue tolak. Gak kapok-kapok,” jawab Tamara sinis. “Tuh kan…Ris. Tam-Tam tuh,” rajuk Kenzo. Riris salah menduga sosok Kenzo. Awalnya dia menilai pria itu adalah pria dingin dan tidak banyak bicara. “Eh aku pamit ke toilet bentar yah,” izin Kenzo ke keduanya. “Iya udah sana,” ucap Tamara. “Ra, serius lo nolak pak Kenzo. Gila lo. Dia udah tampan gak manusiawi, kaya dan cute banget. Apasih kurangnya?” cecar Riris saat Kenzo berlalu tentu saja Rico bergerak lincah mengikuti pergerakan Tuan mudanya. “Kalau lo hanya mandang fisik, udah sono lo pacaran aja sama ikan banyak fisiknya.” “Sisik Markonah…SISIK!!! Lu tuh, diajarin bener. Ngelunjak begonya. Inget Ra, perbaikan keturunan. Demi masa depan anak lo,” saran Riris. “Iya nanti gue pertimbangin usulan lo.” “Wuah…sok iye lo yah. Sok banget lo. Senior yang dulu ga cakep-cakep banget lo jatuh cintanya sampai malu-maluin. Lah ini ada pria tampan yang khilaf deketin lo, masih lo pertimbangin,” cibir Riris mengingat Tamara yang pernah menaruh hati kepada seorang senior di kampus mereka. “Udah ah gak usah bahas kisah asmara gue dulu. Laper nih, lo gak takut jam kerja lo habis. Lo masih kelaparan.” “Iy-iya. Eh gue pesen yang mahal boleh gak,” pinta Riris. “Iya lu pesen yang porsi jumbo dan mahal juga gak masalah. Kenzo gak akan bangkrut,” balas Tamara. Kenzo kembali dan memesan makanan juga. Ketiganya berbincang. Riris sangat menyukai Kenzo yang mempunyai kepribadian menyenangkan. “Pak Kenzo. Terima kasih buat traktirannya hari ini,” ucap Riris. “Oh iya gak masalah kok. Tiap hari juga boleh. Asal…,” Kenzo melirik ke arah Tamara, dan Riris dengan cepat tanggap mengerti arah pembicaraan Kenzo. “Iya siap Pak Kenzo. Urusan aku itu.” “Sialan lo, jual gue hanya karena dimodalin makan siang doang,” bisik Tamara dan mencubit pelan lengan Riris. “Demi lo juga ini. Lo pasti berterima kasih di kemudian hari sama gue Ra,” balas Riris berbisik. Bertepatan dengan itu mereka berpapasan dengan seseorang yang dikenali oleh Riris. “Eh mba Amelia. Baru makan siang?” tegur Riris melihat Amelia yang baru masuk ke dalam restoran. “Eh mba Riris. Udah tadi tapi aku lagi ada urusan dikit. Sama siapa?” tanya Amelia. “Kenalin ini Tamara temen kuliah aku hingga jadi sahabat aku sampai sekarang,” Riris menunjuk ke arah Tamara. “Hai Tamara, saya Amelia” sapa Amelia. “Ha-halo Mba Amelia, saya Tamara temen Riris,” Tamara mengagumi sosok wanita cantik kenalan Riris. “Riris, Amelia ini CS tercantik di kantor kami loh,” ucap Riris. “Iya emang cantik banget sih. Kayak artis,” puji Tamara dan mengangguk setuju. “Ah mba Tamara bercanda nih,” senyum mengembang di wajah Amelia. “Eh kenalin ini CEO aku. Kenzo Alvaro Bieito,” Tamara memperkenalkan Kenzo yang juga masih menatap Amelia. “Hai kenalin nama aku Kenzo. Wuah mba Amelia cantik banget,” puji Kenzo menatap Amelia yang berdiri di hadapannya. Rico saja sampai menyembunyikan kekagumannya. “Ehem…,” tegur seorang pria di samping Amelia. “Eh sori, perkenalkan ini temen aku Ganindra Perkasa Adiwiguna,” kali ini Amelia yang berbicara dan memperkenalkan pria di sampingnya. “Temen aja kan mba, tua amat buat jadi pacar,” ejek Kenzo ceplas-ceplos. Seketika ruangan menjadi gelap dan penuh aura dingin mencekam. “Kenzo, mulutnya bocor amat sih,” bisik Tamara dan mencubit pinggang Kenzo. “Oh inikah Tuan Muda Bieito. Ternyata sangat kekanak-kanakan sekali!” balas Ganindra tidak terima. “Apa!?” kali ini Kenzo merasa tidak terima perkataan Ganindra. Padahal dia yang memulainya. “Eh, maaf Tuan Ganindra. Becanda nih bos aku. Ya udah yuk kita balik aja,” Tamara menengahi pertikaian keduanya dan menarik paksa Kenzo. Riris yang merasa mengenali kedua kubu merasa canggung dan salah tingkah. Tatapan Riris beralih, ternyata ada perseteruan lainnya. Kedua sekretaris yang sama-sama pria saling menatap penuh tatapan intimidasi seolah menyaingi kedua atasannya yang berseteru. “Emang aku setua itu?” desis Ganindra. “Ya emang,” jawab Amelia tersenyum menatap Ganindra dan membuat Ganindra mengelus tengkuknya malu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD