22.

1921 Words
Setelah kejadian itu, Leon mencoba bertahan hidup di dalam hutan Terlarang yang penuh akan makhluk-makhluk buas di dalamnya. Selama bertahun-tahun dirinya berkelana di dalam hutan Terlarang, tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya.   Sejak malam pembantaian itu, tubuh monsternya kemudian berubah menjadi seekor harimau biasa dengan ukuran tubuh yang lebih besar dibanding yang harimau lainnya. Leon tidak mengetahui dan tidak bisa membedakan lagi siapa jati dirinya yang sebenarnya.   Selama ini dirinya hidup sebagai seorang manusia biasa. Lalu tiba-tiba dirinya dipaksa untuk menjadi seekor harimau siluman, yang akan menjadi monster di saat-saat tertentu, seperti bulan purnama malam itu. Tubuhnya tidak bisa menjadi manusia seutuhnya lagi seperti dulu, dan Leon harus bersusah payah menerima keadaannya itu.   Pria harimau itu bahkan menolak mendekati sesuatu yang bisa memantulkan bayangan tubuhnya, agar dirinya tidak melihat rupa mengerikan miliknya di sana. Leon hidup sendiri. Dirinya mengurung diri di dalam goa. Berkali-kali dirinya memikirkan apa yang telah diperbuatnya di masa lalu.   Apakah dirinya telah melakukan kesalahan? Namun Leon sama sekali tidak ingat telah melakukan kesalahan besar, hingga harus mendapat takdir kejam seperti yang diterimanya kini. Leon selalu gemar membantu sesama, dan berusaha bersikap baik dan tulus terhadap penduduk desa.   Bahkan semua orang juga bersikap baik, dan menerima kehadirannya dengan tulus. Leon tidak melihat ada seseorang yang membenci dirinya. Ini terlalu berat untuk Leon tanggung. Berhari-hari dirinya mengurung diri di sana. Tidak memedulikan rasa lapar dan haus yang saat itu tengah menguasai tubuhnya.   Tubuh harimaunya bergetar hebat dan begitu lemas. Leon pikir dirinya akan mati saat itu. Mungkin akan menjadi lebih baik jika dirinya benar-benar mati kelaparan saja. Hidup dalam bayang-bayang ketakutan dan kesedihan yang tidak bisa ditanggungnya itu, sungguh membuat Leon tidak bisa berpikir dengan jernih.   Berkali-kali dirinya harus berteriak ketakutan dalam tidurnya ketika dirinya harus bermimpi tentang malam pembantaian itu. Dalam kesendiriannya, bahkan Leon seakan bisa mendengar dengan jelas suara teriakan, dan tangisan kencang meminta pertolongan dari para penduduk desa yang dibantainya malam itu.   Tubuh Leon semakin kurus dan pucat. Namun Leon tetap tidak memedulikan itu semua. Leon berencana mengakhiri hidupnya saat itu. Menebus kesalahannya pada penduduk desa, terutama pada ibu kandungnya.   Mengingat ibu kandungnya lagi membuat Leon kembali memuntahkan cairan pahit yang ada dalam tubuhnya. Sudah tidak ada yang bisa dikeluarkannya lagi selain hanya cairan pahit dalam tubuhnya itu. Leon tersiksa. Leon tidak bisa menerima kenyataan bahwa dirinya telah memakan ibu kandungnya sendiri.   Leon tidak bisa hidup seperti ini. Dirinya ingin mati saat itu juga. Dalam pikiran gelap seperti itu, Leon akhirnya benar-benar bertekad ingin mengakhiri hidupnya sendiri. Leon bergerak tertatih-tatih menatap lurus ke arah tembok goa yang dilapisi batu dengan tepi-tepi tajam.   Dalam hitungan detik, pria muda itu berlari dengan begitu cepat menabrakkan dirinya pada dinding goa tersebut. Suara tubrukan terdengar cukup keras. Tetesan darah Leon yang menempel di dinding goa mewarnai lantai di sana. Namun luka yang didapat Leon ternyata tidak cukup dalam untuk membunuhnya.   Tidak ingin menyerah, Leon mencoba sekali lagi. Kali ini lebih keras dari sebelumnya. Darah kembali menetes lebih banyak dari sebelumnya. Dan dirinya masih sanggup berdiri. Aneh sekali. Padahal Leon sudah yakin telah menabrakkan tubuhnya dengan begitu kuat, namun tubuh harimau ini ternyata masih memiliki tenaga.   Sekali lagi, dua kali, tiga kali, dan kali seterusnya, Leon tidak henti menabrakkan tubuhnya pada dinding goa, hingga banyak darah yang mengucur deras dari tubuh harimaunya. Hingga tubrukan terakhir pada akhirnya mampu membuat dinding goa itu hancur, dan menembus ke dunia luar.   Leon terpaku di tempat dengan pandangan yang sudah berkunang-kunang juga tarikan nafas beratnya. Tidak sampai di situ, karena setelahnya Leon menoleh ke arah atas dinding yang kini terdengar suara gemuruh dari sana.   Ternyata dinding goa mulai tidak seimbang dan hancur. Puing-puing dinding roboh tepat di atas Leon. Dan saat itulah Leon berpikir bahwa mungkin ini adalah akhir dari hidupnya. Leon tidak berniat melarikan diri dari sana, dan memilih menunggu dalam diam di tempat, hingga pada akhirnya puing-puing dinding itu benar-benar jatuh menimpa tubuh besar harimaunya.   Seketika kegelapan menjemput alam bawah sadar Leon. Entah berapa lama dirinya menutup kedua matanya, hingga kemudian Leon secara perlahan membuka kedua mata itu lagi. Sinar mentari langsung menembus netra mata harimaunya dengan kuat.   Membuat pria harimau itu mengernyit kecil dan berusaha membiasakan diri dari cahaya yang menghantamnya. Ketika dirinya benar-benar tersadar, Leon hanya menjadi semakin menyesal kemudian, melihat keadaan di sekitarnya.   Tubuhnya tetap berada di tempat yang sama. Dengan banyak bangkai hewan dan juga makhluk asing yang lebih mirip seperti monster jatuh berserakan di sekitarnya. Banyak darah merah maupun biru dari bangkai-bangkai itu bercampur menjadi satu, menciptakan genangan darah dengan aroma yang begitu kuat dan menjijikkan bagi Leon.   Dan yang lebih menjijikkan lagi, tubuh Leon juga tidak luput dari genangan menjijikkan itu. Leon membeku di tempat dan memandang kosong ke arah sekitarnya. Rasanya jiwa Leon sudah tidak pada tempatnya lagi. Dirinya entah bagaimana caranya menjadi yakin bahwa ini semua adalah ulahnya. Terlebih ketika dirinya bisa merasakan dengan jelas betapa penuhnya isi dalam perut harimaunya saat ini.   Tubuh harimaunya tidak mudah mati. Kesadarannya yang pergi hanya untuk sementara, membuat tubuh monsternya yang kelaparan, mengambil alih secara otomatis dan bergerak sendiri mencari makanan di sekitarnya.   Mungkin ini bisa disebut dengan insting liar dari seekor monster. Ya, kini Leon yakin bahwa dirinya memanglah seorang monster. Bukan seorang manusia seperti yang diyakininya selama ini. Hati Leon semakin terluka dan pedih. Setiap malam dirinya menangis.   Setiap waktu dirinya ketakutan akan dirinya sendiri. Setiap detik dirinya mencari cara untuk mati. Namun tiap kali dirinya kehilangan kesadaran, maka tubuh monsternya secara otomatis menyelamatkan diri. Tubuh harimaunya juga memiliki kemampuan regenerasi lebih cepat dari yang seharusnya, sehingga hal itu semakin membuat Leon kesulitan mengakhiri hidup.   Hingga pada akhirnya Leon tidak bisa berlaku apa-apa lagi. Tahun demi tahun bahkan hingga menjelang puluhan tahun, Leon masih menjalani hidupnya dalam penderitaan lahir dan batin yang kejam. Leon merasa begitu muak akan apa yang terjadi pada hidupnya.   Tidak ada lagi yang bisa dilakukan Leon selain menjalani apa yang memang seharusnya terjadi. Walau berat untuk menerima dirinya, perlahan demi perlahan akhirnya pria harimau itu memutuskan untuk mencoba menerima takdirnya.   Rasa lapar akan daging dan darah segar yang selalu membuatnya berakhir merasakan banyak daging di sekitarnya membuat Leon lama-lama menjadi terbiasa, dan benar-benar bisa menerima indera perasanya yang sebenarnya begitu mendamba akan daging segar.   Dan sejak itu, Leon memutuskan untuk hidup sebagai monster yang sebenarnya. Membunuh satu demi satu makhluk di sekitarnya, dan memakan semua musuh-musuhnya. Sembari berharap bahwa suatu saat nanti, Leon bisa diberikan kesempatan untuk bertemu dengan seseorang yang selama ini menjadi bagian penting dalam hidupnya.   Orang penting itu adalah ketua Kanny, ayah kandungnya sendiri. Setelah Leon perlahan demi perlahan mulai belajar menerima jati dirinya yang baru, pria harimau itu mulai dapat berpikir dengan jernih. Leon juga tersadar bahwa malam itu, dirinya tidak melihat kehadiran tetua Kanny sama sekali.   Bahkan setelah peristiwa pembantaian itu, Leon tidak mengetahui keberadaan ayah kandungnya tersebut di mana pun. Leon berharap dirinya bisa menemukan di mana ayah kandungnya itu berada, sehingga dirinya bisa mencari tahu apa arti dari semua yang terjadi ini.   Namun hingga waktu berlalu ratusan tahun kemudian, Leon tetap tidak menemukan tanda-tanda keberadaan ayah kandungnya itu.   Terlalu larut dengan apa yang tengah dipikirkannya saat ini membuat Leon langsung tersentak kaget ketika pandangan matanya tiba-tiba terhalang oleh wajah bulat dari Baby G, balita yang kini tinggal bersamanya itu. Entah sejak kapan Baby G sudah berada tepat di hadapannya, membuat pria harimau itu terpaku di tempat.   “Eungh! Ba ... ba!” celoteh Baby G dengan bibir yang tertawa lebar. Tangan kecilnya menyentuh sisi wajah harimau Leon, dan sesekali menepuk-nepuknya dengan ringan. Kehadiran Baby G di hadapannya itu, langsung membuyarkan kenangan pahit yang tengah muncul dalam ingatan Leon beberapa saat yang lalu. Seakan jiwa Leon diseret secara paksa kembali ke masa sekarang. Leon menatap lurus Baby G dalam diam.   “Hei, Leon! Apa yang kau pikirkan? Baby G sampai harus menyadarkanmu dari lamunan, kau sadar itu bukan?!” celoteh Jimmy. Ternyata teman-teman iblisnya yang lain juga tengah memerhatikan dirinya saat ini. Tanpa mereka katakan, Leon sendiri sudah merasa bahwa balita di depannya ini tengah mencoba menyadarkannya dari lamunan.   Dan berkat itu, Leon bisa berhenti mengenang masa lalu kelamnya. Benar. Sekarang dirinya telah berumur tiga ratus tahun lebih. Tidak mungkin seorang manusia biasa akan bisa bertahan hidup selama ini. Dan itu berarti, kesempatan Leon untuk mencari tahu apa yang terjadi di masa lalu sudah tidak ada lagi.   Leon harus bisa menatap ke depan. Sudah tidak ada lagi yang bisa dilakukannya selain harus menjalani hari-hari monsternya seperti biasa. Jika mati begitu sulit bagi Leon, maka yang bisa dilakukannya adalah hidup. Entah apa yang akan terjadi di masa depan. Leon hanya akan menanti hari itu tiba. Hari di mana dirinya bisa mati dengan tenang. Karena itu, Leon sedikit merasa lega bisa bertemu dengan teman-teman iblisnya. Untuk saat ini, Leon hanya akan menjalani kehidupan seperti biasa. Berteman dengan mereka juga tidak begitu buruk bukan? Mungkin salah satu dari mereka, suatu saat nanti bisa membantu untuk mengakhiri hidupnya. Sejujurnya, entah kenapa mereka bisa berakhir menjadi berteman akrab hingga sekarang. Mungkin karena masing-masing dari mereka memiliki suatu persamaan yang membuat mereka bisa saling menerima. Walau tidak bisa dipungkiri juga bahwa tidak ada yang boleh lengah dalam pertemanan mereka, karena pada dasarnya, mereka semua adalah iblis yang sesungguhnya. Leon masih memerhatikan Baby G dengan lekat. Apa yang harus dilakukannya dengan balita ini? Kenapa dia selalu berhasil membuat Leon gemas sendiri? Namun tidak bisa dipungkiri bahwa tingkah lucu dan mengesalkan dari Baby G itu, cukup berhasil membuat Leon terhibur sekaligus kerepotan sendiri.   Karena ulahnya yang luar biasa, Leon menjadi lebih sibuk dari sebelumnya, dan itu membuat Leon tidak banyak memiliki waktu luang untuk merenungi masa lalunya. Entah pikiran dari mana yang ada dalam kepalanya ini, namun Leon merasa bahwa kehadiran Baby G mungkin bisa sedikit menghibur dirinya. Menyadari pikiran konyolnya saat ini, membuat pria harimau itu tertawa dalam hati, dan mendengus kecil. Tanpa aba-aba, Leon bergerak bangkit dan mengeluarkan lidah kasarnya untuk menjilat gemas wajah balita mungil itu.   Slurpp! Ulah Leon barusan berhasil membuat Baby G terkejut, dan terdorong jatuh ke belakang.   “Uh yak! Apa yang kau kau lakukan, dasar kucing?!” pekik Phobos seketika. Sedangkan Jimmy sendiri sudah membangkitkan setengah tubuhnya, dan memandang was-was Baby G yang wajahnya sudah memerah menahan tangis.   Detik kemudian Baby G benar-benar menangis kencang setelah merasakan perihnya gesekan kasar dari lidah harimau Leon, yang seperti amplas bagi kulit bayinya itu.   “HUWANGGG!” Tangisan Baby G begitu kencang, dan Leon hanya terkekeh geli melihat balita itu menangis karenanya. Dirinya merasa gemas sendiri dengan tingkah Baby G yang cengeng itu.   “Astaga, kau ini benar-benar mengesalkan Leon! Lihat, kau membuatnya menangis!” omel Riyu yang datang menghampiri Baby G dengan wajah kesalnya ke arah Leon. Sedangkan pria harimau itu melompat turun dari atas sofa, hendak melangkah pergi. Namun sebelum itu dilihatnya Riyu yang kini tengah menggendong Baby G, dan berusaha menenangkan balita itu.   “Astaga, kau membuat kulit ranumnya iritasi karena lidah kasarmu Leon!” hardik Riyu yang mengusap dengan lembut air mata Baby G. Diam-diam Leon tersenyum kecil melihatnya.   “Obati saja dia, Riyu. Aku akan pergi. Kau jaga dia, mengerti kan?!” titah Leon dengan seenaknya, yang sontak membuat Riyu melotot kesal ke arahnya.   “Hei, kau pikir aku akan mau menuruti permintaanmu itu hah?!” protes Riyu seketika. Leon mengalihkan pandangnya ke depan kembali, tidak memedulikan protesan dari pria rubah itu.   “Tentu saja kau pasti mau. Aku pergi, Riyu.” Dan setelah itu Leon benar-benar berlalu pergi meninggalkan Baby G di tangan teman-teman iblisnya. Membuat mereka semua melongo tidak percaya di tempat.   “Sialan!” umpat Riyu tidak tertahankan lagi. Dan teman-temannya yang lain hanya tertawa geli, sekaligus merasa kasihan kepadanya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD