21.

1568 Words
“Baby G? Nama apa itu? Apa arti dari G?” tanya Phobos dengan wajah bingung sekaligus heran ke arah Leon. Pria harimau itu masih tertegun menatap balita tersebut dalam diam. Leon menghela napas kemudian.   “Tidak ada. Aku hanya memberikan nama sesuai jenis kelaminnya saja,” jawab Leon dengan ringan. Pria harimau itu kembali merebahkan kepalanya dengan nyaman di atas sofa, seakan sudah tidak memperdulikan balita tersebut.   “Maksudmu G dari kata Girl, begitu?!” tanya Riyu yang ikut merasa takjub dengan pemilihan kata pria harimau itu.   “Uwahh ... aku semakin tidak mengerti sebenarnya kau menyukai balita ini atau tidak, Leon,” sahut Jimmy yang juga merasa bingung dengan apa yang ada dalam pikiran teman iblisnya itu. Nampaknya mereka semua memikirkan hal yang sama, bahwa pria harimau itu terlalu malas mencari nama yang bagus untuk balita tersebut.   “Kyah .. au hihi!” tawa kecil dari balita itu langsung mengundang atensi semua makhluk iblis di sana. Kecuali Leon tentunya.   “Apa? Kau menyukai nama barumu hm? Baby G?” tanya Jimmy yang mengajak balita itu berbicara. “Haha lihatlah dia tertawa lebar saat ini. Sepertinya dia menyukai nama itu,” tawa Riyu sembari memerhatikan celotehan balita itu.   “Hahh sudahlah. Mulai sekarang kau bernama Baby G. Apa kau mengerti hm? Cantik?”   “Kasihan sekali dia harus menyandang nama aneh itu,” sindir Phobos dengan wajah kasihan pada Baby G.   “Hahaha sudahlah. Baby G juga kurasa tidak terlalu buruk bukan?”   “Masih lebih baik nama yang kuberikan Tian.”   “Memang apa nama yang akan kau berikan?”   “Hana. Atau Celline? Jisoo? Atau ... Juleha?!”   “Hei sudah cukup,”   Leon hanya membiarkan teman-teman iblisnya sibuk membicarakan masalah nama balita itu di belakangnya. Sementara dirinya sendiri hanya kembali diam menutup kedua matanya bersikap tidak perduli lagi dengan pembahasan yang mereka lakukan.   Diam-diam pria harimau itu juga ikut memikirkan apa yang baru saja dilakukannya. Sejujurnya Leon sempat memikirkan nama untuk balita itu dengan bersungguh-sungguh tadi, dan itu membuatnya bingung sendiri.   Kenapa dirinya harus serius memikirkan nama yang pantas untuk balita itu, jika sebentar lagi dia akan memakannya juga? Lagi-lagi Leon merutuki dirinya sendiri yang dirasa telah melakukan sesuatu yang tidak penting.   Dalam kesendiriannya yang tidak ikut berkumpul bersama dengan yang lain, Leon mau tidak mau akhirnya memikirkan mimpi yang baru saja dialaminya tadi. Mimpi mengenai seorang wanita yang selama ini begitu dirindukannya, sekaligus menjadi momok bagi Leon.   Sudah lama Leon tidak memimpikan wajah cantik yang selalu dirindukannya itu, dengan begitu jelas seperti tadi. Biasanya, selama ini Leon selalu memimpikan darah, darah, dan darah di sekitarnya. Sebuah desa asri dengan banyak penduduk yang nampak begitu ramah dan damai.   Hingga kemudian seorang monster asing tiba-tiba datang dan membantai mereka semua tanpa ampun. Dan hal yang paling Leon takutkan dalam mimpi itu adalah ketika seorang wanita dalam balutan darah segar dari luka ditubuhnya, akhirnya memanggil nama Leon.   Hal itu selalu berhasil membuat Leon tidak bisa tenang. Bagaimanapun caranya, Leon tidak akan bisa menghilangkan dan melupakan kejadian itu dalam ingatannya. Ya, tidak akan mungkin Leon bisa melupakannya, karena kejadian itulah yang membuat Leon akhirnya memilih berakhir menghabiskan hidupnya dalam hutan Terlarang ini.   Dalam renungannya, di antara suara berisik akan teman-teman iblisnya yang terdengar di sekitar, Leon kembali membuka kedua matanya dan memandang jauh ke depan. Ingatan pria harimau itu menerawang jauh pada masa lalunya, di mana ratusan tahun yang lalu ada sebuah desa yang berada dalam pedalaman hutan.   Desa yang ditempati oleh banyak penduduk berhati baik dan tulus. Mereka begitu ramah dan rukun. Semua orang saling membantu satu sama lain. Desa tersebut memiliki seorang kepala desa yang bernama Kanny.   Seorang pria paruh baya yang berhati lembut, dan selalu bisa bersikap tenang, nan bijaksana dalam situasi apa pun. Seorang pria yang bisa diandalkan, hingga akhirnya dipercaya oleh penduduk desa untuk menjadi Ketua di sana, meski sebenarnya pria bernama Kanny itu merupakan pendatang baru di sana.   Ketua Kanny begitu mudah mendapatkan hati dari banyak orang di desa, dan itu sungguh mengagumkan. Pria itu jugalah yang mengajarkan penduduk desa dalam bercocok tanam dan melakukan perburuan di hutan dengan cara yang lebih mudah.   Berkat ajarannya itu, penduduk desa menjadi lebih sejahtera dari sebelumnya. Tidak terlalu banyak hari-hari berat yang harus mereka lalui karena kegagalan perburuan seperti sebelum-sebelumnya. Mereka juga bisa menyediakan persembahan untuk penunggu sungai Jule, tanpa takut harus kehilangan cadangan makanan sendiri.   Bencana alam yang terjadi tiap tahun juga semakin berkurang karena mereka bisa mengusahakan penyerahan sesembahan pada penunggu sungai Jule dengan tepat waktu. Berkat kepintaran dan ketangkasan dari ketua Kanny, penduduk desa jauh lebih maju dari sebelumnya.   Karena itu jugalah, pada akhirnya mereka memutuskan untuk mengangkat pria tampan itu sebagai seorang Ketua di desa mereka. Seorang pria yang juga merupakan ayah kandung dari Leon sendiri. Setelah kedatangan ketua Kanny di desa mereka, dan dengan resmi menikahi ibu kandung Leon yang ternyata sudah mengandung janin Leon saat itu, juga berkat campur tangan, dan kharisma nan wibawa yang dimilikinya selama beberapa tahun terakhir, akhirnya ketua Kanny resmi diangkat menjadi ketua di desa tersebut.   Dalam kepemimpinannya, ketua Kanny mampu merubah desa miskin itu menjadi lebih sejahtera dari sebelumnya. Semua penduduk begitu menghormati dirinya. Terlebih ketika mereka juga melihat perkembangan Leon yang semakin dewasa saat itu, yang tidak jauh berbeda memiliki kepintaran dan ketangkasan dari ayah kandungnya sendiri, ketua Kanny.   Di umur 10 tahun, Leon bisa mencari sumber makanan sendiri dalam hutan, baik dari buah-buahan atau pun beberapa hewan kecil seperti kelinci atau ayam. Dengan kecerdikan yang dimilikinya, Leon bisa memancing dan menangkap semua hewan itu menggunakan perangkap yang telah dibuatnya sendiri. Dan hal itu selalu berhasil mengundang decak kagum para warga.   Di umurnya yang ke 13, Leon diperbolehkan ikut dalam perburuan besar yang biasanya dilakukan untuk mencari kijang atau hewan besar nan tangkas lainnya. Leon selalu bertindak menjadi seorang pemimpin di antara anak-anak sebayanya di desa.   Semua bisa dengan mudah menerima Leon yang selalu bisa diandalkan oleh mereka. Terlebih Leon sendiri juga selalu ramah, dan begitu akrab dengan penduduk desa. Hal itu membuat para petinggi desa memandang ke depan mengenai keberadaan Leon. Mereka semua bermaksud menjadikan Leon sebagai ketua selanjutnya di masa depan, dan semua dengan mudah menyepakati keputusan itu. Semua terasa begitu menyenangkan dalam hidup Leon. Kedua orang tuanya begitu menyayangi dirinya, dan mereka hidup bahagia bersama.   Semua penduduk desa begitu baik kepadanya. Hingga kemudian suatu hari di saat malam bulan purnama, tepatnya pada hari ulang tahunnya yang ke 17, keadaan tiba-tiba berbalik arah, dan berubah menjadi mengerikan dalam sekejap mata.   Dalam ingatan Leon, hari itu adalah hari di mana sebuah tradisi besar terjadi. Para warga berkumpul bersama dengan api unggun yang sudah dinyalakan dan menjadi pusat perkumpulan mereka. Semua terlihat bahagia karena telah berhasil mendapatkan perburuan besar malam itu. Dengan begitu mereka bisa memberikan sesembahan pada penunggu sungai Jule dengan tepat waktu seperti sebelumnya.   Di antara tawa bahagia para warga, Leon mengasingkan diri untuk sejenak. Pemuda tampan itu merasa gerah dan panas pada tubuhnya sehingga memilih untuk mencari udara segara. Dan ketika dirinya menatap ke atas, di mana bulan purnama bersinar begitu terang, dan berukuran lebih besar dari biasanya, saat itu juga kesadaran Leon seakan terserap keluar.   Semua terlihat seperti mimpi ketika dirinya akhirnya menyadari keadaan di sekitarnya yang tiba-tiba sudah digenangi oleh darah segar, dengan bau besi berkarat yang begitu kental dalam indera penciumannya yang mendadak berubah menjadi begitu tajam.   Lebih dari itu, bahkan Leon tidak bisa berkata-kata lagi ketika menyadari penampakan dirinya yang telah berubah menjadi seekor monster. Tubuh manusianya telah dipenuhi dengan bulu lebat berkuku tajam. Memiliki ekor panjang dan telinga seperti hewan.   Yang dilihatnya kala itu adalah penampakan kedua tangannya yang berkuku tajam nan panjang, dan telah dipenuhi oleh darah segar hingga menetes ke bawah saking banyaknya. Pantulan wujud Leon yang baru, nampak dalam sebuh cermin yang tidak jauh darinya.   Tidak bisa dibayangkan betapa terkejut dan takutnya dirinya saat itu, ketika tiba-tiba tersadar dalam wujud aneh dan mengerikan. Terlebih tubuh monsternya telah dipenuhi muncratan darah segar dari ujung kepala hingga ujung kaki.   Dan yang lebih mengerikan lagi, Leon bisa merasakan cairan darah dan sedikit sisa daging dalam mulut bertaring tajamnya tersebut. Tubuh Leon bergetar hebat, takut akan dirinya sendiri. Mata tajam Leon yang juga ikut berubah bentuk, menoleh dengan takut ke arah gumpalan daging segar dari tubuh seseorang yang ada di depannya.   Leon tidak bisa melihat rupa wajahnya karena tubuh itu sudah tidak berbentuk lagi. Sebagian tubuhnya telah habis. Meski begitu, dari serpihan baju yang dipakainya dan aroma tubuh yang entah kenapa bisa Leon kenali walau sudah tercampur oleh aroma besi berkarat, Leon sangat yakin bahwa itu merupakan tubuh dari ibu kandungnya sendiri.   Rasanya isi perut dalam tubuh Leon bergejolak naik seketika, dan kemudian Leon memuntahkan semua isi perutnya habis-habisan. Dalam pandangan matanya yang samar-samar, Leon bisa melihat beberapa gumpalan daging segar bercampur cairan merah keluar banyak dari dalam tubuhnya. Tanpa memeriksa lebih lanjut daging apa yang telah dimakannya itu, Leon sudah tahu, bahwa semua daging itu adalah daging-daging dari penduduk desa yang telah dibantainya tanpa sadar. Mental Leon langsung jatuh seketika.   Pria tampan pemilik gummy smile itu mendadak linglung dan tidak bisa berpikir dengan jernih. Air mata sudah mengucur deras dalam pelupuk matanya. Tidak ada lagi yang bisa dilakukannya selain kemudian pergi melarikan diri dari kenyataan yang ada.   Dengan kondisi tubuh monsternya yang menyerupai manusia harimau, tanpa berpikir panjang lagi Leon berlari pergi pontang-panting meninggalkan desa penuh darah itu. Leon tidak ingat bagaimana dirinya bisa sampai ke dalam hutan Terlarang. Namun yang jelas, dirinya telah merasa bahwa tempat inilah tempat Leon yang sesungguhnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD