Siapa sangka kalau Denin langsung menjalankan aksinya. Dia menuju meja Cellyn untuk mengembalikan minuman yang telah diminum gadis itu.
Kevin hanya memperhatikan dari tempat duduknya. Dia yakin Denin akan diusir sebentar lagi oleh Cellyn.
Cellyn yang asik meggunakan buku sebagai kipas langsung menaruh buku itu di meja dan tangannya ia senderkan di sana.
"Kenapa?"
"Ini ketinggalan di meja gue." Denin mengangkat botol minuman itu.
"Gue udah nggak haus Den."
"Nanggung, ambil aja sekalian."
Di sebelah Cellyn ada Edel. Edel merasa risih mendengar percakapan keduanya karena sedang membaca buku untuk pelajaran selanjutnya. Sungguh anak yang rajin.
"Biar gue yang minum." Tanpa diduga Edel mengambil minuman itu dan menghabiskannya. "Sekarang udah habis, kalian diem ya. Gue mau baca buku."
"Tuh, balik sana ke bangku lo Den," usir Cellyn. Dia mengatakannya dengan sangat pelan karena tak ingin Edel terganggu lagi. Kalau sampai Edel marah, itu sangat menakutkan.
Denin masih beruntung karena hanya ada Edel di kelas, jika Katrina dan Naya juga ada di samping Cellyn, maka sudah bisa dipastikan Denin akan terkena omelan mereka.
"Ditolak?" tanya Kevin. Dia berusaha untuk tidak terlihat bahagia di hadapan Denin.
"Jaim doang dia. Bentar lagi gue juga diterima."
"Kenapa lo percaya diri bakal diterima Cellyn?"
Tak biasanya Kevin antusias dengan masalah yang dihadapi Denin. Oleh karena itu Denin akhirnya duduk di kursinya yang bersebelahan dengan Kevin.
"Gue yakin karena gue tahu Cellyn belum pernah pacaran sebelumnya. Kalau gue bersikap lebih manis, lebih perhatian, dia pasti akan luluh."
Satu fakta baru didapatkan oleh Kevin tanpa dia harus mencari tahu sendiri. Jika Denin tahu banyak tentang Cellyn, maka Kevin akan mencari tahu lebih banyak lagi.
*****
Berhubung jam istirahat sudah datang, Cellyn dan ketiga sahabatnya berkumpul di depan kelas. Sudah kebiasaan murid di sini kalau mereka memang suka membentuk lingkaran-lingkaran di depan kelas untuk membicarakan sesuatu. Dan kali ini kelompok kecil Cellyn akan menginterogasi Katrina.
Dengar-dengar dari Naya sewaktu masih di kelas, Katrina telah menemui seorang kakak kelas yang akhir-akhir ini terlibat masalah dengannya. Jadi Cellyn, Naya, Edel ingin tahu lebih lanjut hubungan keduanya.
"Jadi ketemu sama Aldi?" tanya Cellyn penasaran.
Cellyn dan ketiga sahabatnya semakin merapatkan lingkaran kecil yang mereka buat. Sebenarnya tak apa jika murid-murid suka berkumpul di depan kelas, asal tidak menghalangi jalan saja itu tak masalah.
Beberapa waktu lalu Katrina telah menemui Aldi untuk meluruskan masalah mereka. Bukan rahasia lagi kalau Katrina dikenal playgirl di sekolah ini. Hanya dia yang berani bermain-main dengan kakak kelas. Levelnya sudah berbeda tentunya dari Cellyn yang belum pernah berpacaran sama sekali.
"Iya ceritain dong Kat." Edel juga ikut penasaran.
"Jadi gini ....."
"Wait!" Naya menyela karena dia ingin mengatakan sesuatu. "Kapan Katrina ketemu sama Aldi?"
"Loh bukannya kalian nggak ke kantin gara-gara nemuin Aldi?" tanya Cellyn memastikan.
"Gue sama Naya nggak jadi ketemu Aldi, dia nggak masuk sekolah hari ini," jawab Katrina penuh kepasrahan.
Mendengar jawaban itu membuat Cellyn menghela napasnya. Dia kira dia akan mendengar cerita seru dari Katrina, ternyata tidak. "Kirain."
Naya yang sedang makan menghentikan kunyahannya. Dia teringat satu hal yang harus dia bicarakan dengan Cellyn. Namun Naya lupa hal apa itu. Jadi dia kembali diam. Nanti setelah ingat, Naya akan memberitahunya ke Cellyn.
Mereka berempat asik mengobrol sampai tidak sadar kalau bel pelajaran sudah berbunyi beberapa saat lalu. Saat melihat guru akan masuk kelas, barulah mereka berempat berlari dengan kekuatan penuh untuk masuk lebih dulu daripada sang guru.
Kelas langsung sepi karena guru sudah datang. Mereka juga tak ingin dapat amukan dari guru yang terkenal judes itu.
"Kalian sudah membaca apa yang saya sarankan kemarin?"
"Sudah."
"Belum."
Jawaban tidak kompak itu membuat sang guru yang bernama Bu Wiwik menggebrak meja dengan keras. "Sepuluh menit lagi ulangan, saya kasih kesempatan untuk dibaca ulang."
Tak ada yang tak menggerutu termasuk Cellyn. Oh ayolah, nilainya di semua pelajaran hampir sempurna kecuali kimia. Otaknya seolah tak mau diajak kompromi dengan pelajaran kimia. Saat Cellyn diterangkan di kelas, dia mengerti, tapi untuk sesaat. Saat tiba di rumah dan mengerjakan tugas, dia sudah lupa dengan rumus-rumus beserta tabel periodik itu. Apalagi sebentar lagi ulangan, Cellyn hanya bisa pasrah. Tidak remidi saja sudah sangat bersyukur. Sepertinya Cellyn akan memikirkan lagi saran Edel untuk mencari guru les kimia.
Sepuluh menit yang diberikan berlalu dengan cepat. Kertas ulangan sudah dibagikan. Ada dua tipe soal dan tentu saja soal milik Cellyn tak sama dengan soal milik Edel. Dia tidak bisa mengandalkan Edel untuk membantu karena soal mereka berbeda.
Cellyn mengerjakan dengan pasrah. Dia mulai membaca soal. Tak satu pun dia paham. Yang dilakukan Cellyn hanyalah menulis soal itu kembali dan hanya mencari pemecahan awal sampai waktu yang diberikan oleh Bu Wiwil selesai.
Ketika kertas dikumpulkan, guru akan langsung memberikan penilaian. Itulah yang semakin membuat pelajaran kimia jadi menakutkan di benak Cellyn. Sepertinya dia memang tidak bisa menerima pelajaran kimia karena sudah takut dengan yang mengajar.
"Jocellyn Alvioni William, salah di semua soal."
Perkataan Bu Wiwik bagaikan petir di siang bolong untuk Cellyn. Dia sudah bisa menebak hal ini.
Semua orang kaget, karena biasanya Cellyn lah yang memperoleh nilai tertinggi di mata pelajaran lain, kadang bersaing juga dengan Kevin. Nilai mereka sebelas dua belas, bedanya Kevin sedikit kurang baik di mata pelajaran seni.
Bu Wiwik menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kertas jawaban Cellyn. Separah itukah?
"Cell, bentar lagi bakal ada gunung meletus." Bisa-bisanya Naya mencolek bahu Cellyn hanya untuk mengatakan itu.
"Cellyn, saya sudah mendengar dari guru lain kalau kamu adalah siswi yang pintar. Di semua mata pelajaran kamu mendapat nilai yang bagus, tapi kenapa di pelajaran kimia tidak? Bahkan nilai kamu di ulangan kimia kali ini sudah sangat memprihatinkan."
Di bangkunya saat ini, Cellyn sudah meremas tangannya sendiri. Dia juga sudah berusaha keras untuk handal di pelajaran kimia, tapi sepertinya itu takdir.
"Saya akan membantu kamu menaikkan nilai di pelajaran kimia."
Hal itu disambut Cellyn dengan mata berbinar.
"Kevin, saya minta tolong ke kamu untuk membantu Cellyn dalam pelajaran kimia. Nilai kamu selalu bagus dan kamu sangat paham dengan kimia. Nanti saya akan koordinasikan dengan wali kelas supaya kalian bisa dibentuk kelompok belajar."
Mendadak senyum Cellyn luntur seketika. Namun yang terjadi pada Kevin justru sebaliknya, dia tersenyum.
"Baik Bu."
Cellyn melongo tak percaya. Kevin menyanggupi dengan begitu mudah. "Dia nggak mikir dua kali ngajarin gue?"
"Positive thinking aja, mungkin dia emang bercita-cita jadi guru," sahut Katrina.
"Hati-hati cilok, eh cinlok maksudnya." Naya tertawa terpingkal-pingkal, lupa kalau masih ada guru.
"Vanaya Tanubrata!"