Hitung Mundur

1725 Words
Pria itu tak menyangka bahwa pemuda dengan wajah polos atau tidak memiliki aura kriminal seperti Loto mampu menggertak dirinya dengan satu todongan pistol ke kepala. Awalnya pria itu yakin bahwa itu hanyalah gertakan kosong semata. Sampai Loto benar-benar menarik pelatuknya. Loto menembak satu kali ke arah atas samping. Suara nyaring letusan pistol berlaras pendek itu bergema di dalam lumbung atau gudang tersebut. Membuat burung-burung di atasnya beterbangan dan seekor sapi disana mengembek satu kali. Sang pria penjambret itu bergidik takut dan merunduk. "Sumpah, aku tidak mengetahui siapa yang sudah mengambil kudamu. Walau kau paksa seperti apapun, aku takkan bisa memberitahukannya padamu karena aku memang tidak tahu. Tolong lepaskan aku, sungguh aku tidak tahu siapa yang sudah mengambil kudamu. Tolong maafkan aku," Pria itu nampak sangat meyakinkan. Ketakutannya mengatakan dia benar-benar tidak mengetahui siapa para pencuri kuda Loto. Dengan wajah memelas dan penuh keringat disertai sedikit airmata di sela-sela matanya, pria itu bersikeras bahwa dia memang tidak tahu. "Aku hanya penjambret biasa, aku benar-benar tidak tahu siapa mereka yang sudah mengambil kudamu. Sungguh jika aku tahu, pasti sedari tadi sudah kuberitahukan padamu. Bahkan jika kau mengancam akan membunuhku sekalipun, aku tetap tidak bisa mengatakannya karena memang tidak tahu. Bagaimana lagi aku harus menjelaskannya padamu?" Pria itu tertunduk sambil memohon dengan kedua telapak tangan yang ia kantupkan. Dengan tatapan yang tajam, Loto sekali lagi menodongkan moncong revolvernya ke wajah pria tersebut. "Ehhh?" Pria penjambret itu tertegun. Tak peduli bagaimana dia sudah bersumpah ataupun memohon sedemikian rupa, Loto tetap tak percaya dengan ucapannya dan masih meminta pria itu untuk memberitahukan siapa saja yang sudah mencuri kudanya. "Kali ini aku bersungguh-sungguh, aku tidak akan main-main lagi. Katakan!" desak Loto. "Apa kau tidak mengerti yang barusan kukatakan?" gumam pria itu. "Lima," Loto mulai melakukan hitung mundur. "Tunggu, aku berkata jujur, kenapa kau masih tidak mempercayaiku?" "Empat," Tanpa peduli Loto tetap melanjutkan hitung mundurnya. "Aku mohon padamu. Aku benar-benar tidak tahu, bagaimana lagi aku harus menjelaskannya?" Pria itu semakin tertunduk pada Loto sembari memohon dengan keras. "Tiga," "Aku mempunyai satu orang istri, dan empat orang anak di rumah. Ayahku yang tua dan sakit-sakitan juga tinggal bersama kami. Jika kau membunuhku disini, bagaimana dengan nasib mereka? Tolong kasihani aku, aku sudah menjawab jujur kalau aku memang tidak tahu." "Dua," "Aku mohon, aku mohon, aku mohon, aku benar-benar tidak tahuuuu!!!." ucap sang Pria. "Satu." Ucap Loto. "Dooor." "Baiklah, baiklah, akan kukatakan, mereka adalah Sphinack bersaudara. Kedua orang itu adalah bos kepala dari kelompok pencuri yang terorganisir di sekitar sini." Ucap pria tersebut sambil memejamkan matanya. Perlahan ia membuka mata karena memang tidak ada yang terjadi. "Aku hanya bercanda," ucap Loto kembali tersenyum nakal karena telah berhasil menipu pria itu. "Kau ... hanya menipuku," gumam pria itu terduduk lesu. "Benar, harusnya dari awal kau katakan itu." Sahut Loto. "Lihat celanamu, jadi basah begitu. Dan sekarang tempat ini menjadi tambah bau." Pria itu menengok ke bawah, ke arah celana. Celana beludru coklat panjangnya memang telah basah. Pria itu sampai terkencing-kencing akibat ancaman Loto. "Sekarang katakan apa yang baru saja kau beritahu. Siapa Sphinack bersaudara yang sudah mengambil kudaku? Jelaskan dengan detail, dimana mereka tinggal, dan bagaimana caranya aku bisa menemukan mereka, dan apa yang akan mereka lakukan pada kudaku." Loto menarik dan mendirikan tubuh pria tersebut. "Dengar tuan jambret, aku sedang buru-buru sekarang. Aku harus ke suatu tempat, dan aku sangat membutuhkan kuda itu. Aku tidak bisa kehilangannya. Dia bagian keluargaku. Jadi sekarang kau tunjukan saja dimana mereka saat ini berada, cepat!" desak Loto menyeret dan mendorong pria itu. Penjambret itu berjalan menunjukan jalan bagi Loto sambil kerah bajunya masih dicengkram kuat oleh tangan Loto. Sang penjambret membawa Loto ke suatu tempat yang agak terpencil dan lumayan jauh dari kota kecil tersebut. Disana ada sebuah gudang penyimpanan tong-tong bir yang sudah lama tidak beroperasi lagi. Gudangnya berukuran besar dengan beberapa kaca di atasnya. Loto memperhatikan bahwa tempat tersebut sangat sunyi. "Apa benar ini tempatnya?" "Benar, aku tidak bohong. Kau bisa periksa sendiri. Tapi aku mohon padamu, jangan beritahu mereka kalau aku yang sudah menunjukanmu jalan menuju kesini. Nanti izin operasiku akan dicabut, aku takkan bisa menafkahi anak istriku lagi." "Baiklah, baiklah. Kau boleh pergi. Tapi ingat, jika kau ingin anak dan istrimu menjadi pribadi yang baik, maka mulailah dengan mencari rezeki yang halal, emm maksudnya rezeki yang tidak datang dari sesuatu yang salah seperti mencuri atau menjambret. Carilah pekerjaan layak." Loto mengambil kantong uangnya dari dalam tas. Dia kemudian mengambil sedikit koin dan menyisakan lebih banyak lagi di dalam kantongnya. Loto kemudian melemparkan kantong uang tersebut ke arah pria itu. "Itu, ambillah. Aku hanya mengambil sedikit yang kuperlukan. Dengan jumlah uang dalam kantong itu, kurasa cukup bagimu memulai sebuah usaha. Berdagang, berjualan atau bisnis apapun untuk menafkahi anak dan istrimu dengan cara yang baik." "Apa, apaa kau serius? Memberikan ini untukku?" "Tentu saja, ambillah. Dan jangan sesekali lagi mencuri. Berhentilah mencuri dan merugikan orang lain tuan. Keluargamu juga takkan mendapat keberkahan jika kau membiayai hidup mereka dengan cara yang salah seperti ini." Pria itu menjadi tidak enak hati. Wajahnya tertunduk sedih penuh penyesalan. Sepertinya kata-kata Loto berhasil merasuki hati dan pikirannya. Tidak, bukan hanya perkataan Loto, melainkan tindakan baik Loto padanya lah yang sudah menyentuh jauh ke dalam hati pria itu sehingga ia dapat merenungi setiap kesalahan dan mulai memikirkan jalan pertobatan yang Loto tunjukan. "Ketika kau tadi menceritakan tentang keluargamu, aku tahu itu bukanlah sebuah kebohongan. Kau memang berkata jujur untuk itu." Pria tersebut merasakan betapa beratnya kantong uang yang ia terima. "Tapi ... ini terlalu banyak. Aku tidak mengerti, kenapa kau dengan entengnya memberikan uangmu padaku." "Inilah yang dinamakan shodaqoh." "Shoda—what?" "Memberikan apa yang kau miliki untuk orang lain. Bahasa sederhananya adalah berbuat baik dengan harta dan materi. Ayahku yang mengajarkan itu. Kepercayaan yang dianutnya dan semua didikannya, mengajarkanku untuk bisa melakukan itu." "Hebat," gumam pria itu. "Ayahmu, dan nilai-nilai kepercayaan yang diyakininya, sungguh hebat. Aku baru pertama kali mendengar dan melihat satu yang seperti ini." "Ayahku itu memang sangat keren dan hebat." Sahut Loto tersenyum. Tanpa pikir panjang Loto memberikan sebagian besar uang perbekalannya yang merupakan tabungannya semenjak ia bekerja magang di firma kepada pria asing yang baru dikenalnya yang bahkan hampir mencuri semua itu darinya. Kebaikan Loto memang sulit dicerna oleh siapapun. Dia mempunyai kepribadian seorang penderma. Loto memang diajarkan untuk senang bershodaqoh dan berinfaq oleh Nihima, yakni menyisihkan sebagian harta untuk mereka yang membutuhkan. Membagi apa yang kita punya kepada mereka yang tidak punya apa-apa. Nilai-nilai kedermawanan yang berlandaskan hukum-hukum Islam inilah yang Nihima tanamkan sejak dulu kepada Loto. Sehingga tanpa ragu Loto memberikan sebagian besar hartanya pada seseorang yang dirasanya jauh lebih membutuhkan. "Ka-kalau begitu, terima kasih." Ucap sang pria sembari memandangi tangannnya yang sedang menggenggam sekantong uang berwarna biru tua yang penuh dengan koin di dalamnya. "Sekarang pergilah! Dan ingat, jangan mencuri lagi." "Tentu, aku takkan melakukannya lagi, aku janji." Pria itu menyilangkan telunjuknya ke dadanya. "Aku berbuat seperti ini, karena hanya itu jalan satu-satunya aku bisa membiayai hidup keluargaku. Aku tahu itu salah. Aku berjanji padamu mulai hari ini, takkan kuulangi lagi." "Sana pergi, aku harus mengambil kembali kudaku." Ucap Loto. Pria tersebut bergegas pulang. Sementara Loto berencana untuk masuk ke dalam dengan diam-diam, mencoba mengintai ke dalam sana dan melihat kondisi kudanya. Pria yang tadi diberikan sekantong uang oleh Loto menoleh ke belakang. Dia ingin melihat apa yang Loto akan lakukan. Pria itu malah jadi mengkhawatirkan Loto, sebab Loto telah dengan tulus membantunya. Tapi tak ada yang pria itu bisa lakukan untuk membantu Loto walaupun dia ingin sekali membantunya sebagai balas budi. Pria itu melanjutkan berlari dan bergegas pulang. Loto kemudian naik ke atas gudang bir terbengkalai tersebut dengan cara memanjat. Semua pintu disana dikunci dari dalam sehingga Loto tak bisa masuk ke dalamnya atau sekedar mengintip ke dalam. Loto ingin memastikan, apa yang ada di dalam sana. Tapi perasaan Loto kuat mengatakan bahwa kudanya memang sedang berada di dalam gudang tersebut. Loto memanjat dan merebahkan tubuhnya di sisi sebelah kiri gudang. Loto mengambil sebuah teropong tunggal dari dalam tasnya untuk melihat lebih jelas. Di dalam gudang tersebut ternyata memang ada dua orang berpakaian ala Koboy udik, persis seperti yang dilihat oleh Loto dalam penglihatan matanya. Mereka yang sudah mengambil kuda kesayangannya. "Tidak salah lagi, itu mereka. Tapi mana El-Doramu?" Loto menyaksikan kedua orang itu sedang asyik minum-minum, seakan merayakan pendapatan mereka hari ini. Loto memperjalankan matanya yang sedang menerawang lewat teropong untuk mencari El-Doramu. Ternyata memang ada El-Doramu disana. Kuda itu diikat tidak jauh dari tempat kedua orang pencuri itu minum dan mabuk-mabuk4n. "Ini bagus bukan? Kita dapat curian yang baik hari ini. Kuda terlatih seperti itu biasanya sangat cepat dan harganya pasti mahal kalau dijual. Kita bisa menjualnya di pelelangan atau langsung membawanya pada pengelola pacuan kuda di California, tuan Halley Sterling Fox. Sudah lama kan kita tidak memasok kuda padanya. Kuda itu pasti akan dihargai sangat mahal disana. Taksirannya mungkin kuda tersebut bernilai 1000 hingga 1500 dollar." "Wah, wah kita bisa kaya Kak. Kita bisa minum-minum sepuasnya." Mereka berdua tertawa gembira seraya melakukan toss tangan. "Kau benar Bart. Hari ini kita sangat beruntung. Biasanya tak ada apapun yang kita temukan dan hanya recehan saja yang bisa kita ambil. Kuda itu pastinya berharga 4 bulan operasi kita biasa." Kedua orang itu minum dengan santai, berbagi satu botol yang sama. "Itu dia, El-Doramu diikat tidak jauh dari sana. Mereka malah mau menjual dan membawa El-Doramu ke California. Aku harus melakukan sesuatu, aku harus segera merebut kudaku kembali." Gumam Loto sehabis mendengarkan obrolan kedua pria itu. "Tapi bagaimana caranya? Aku hanya akan mengambil El-Doramu secara diam-diam saja. Aku tak ingin berurusan dengan kedua orang itu. Akan begitu merepotkan jika aku harus menghadapi mereka berdua. Kalau bisa akan kuambil El-Doramu tanpa sepengetahuan mereka. Ya, aku harus melakukannya." Nahas bagi Loto, ketika dirinya hendak memikirkan sebuah cara bagaimana dia bisa merebut El-Doramu secara diam-diam tanpa ketahuan karena Loto malas berkonfrontasi, pijakan tempat ia membaringkan tubuh malah ambruk. Braaakkkk!!! Membuat Loto terjatuh ke bawah tepat di dekat Sphinack bersaudara sehingga mengagetkan kedua pencuri itu. Mereka berdua seketika berdiri dan siaga. "Siapa kau!?" tanya Harry, salah satu dari pencuri itu. "Dia, pemilik kuda itu sepertinya Kak," bisik Bart, rekannya yang satu dan nampak lebih bod0h. Rencana Loto untuk mengambil kudanya dengan diam-diam tanpa harus melalui konfrontasi dengan kedua pencuri itu ternyata tak bisa dilakukan. Sekarang, mau tidak mau Loto harus berhadapan dengan kedua pencuri ulung di kota kecil tersebut untuk merebut kembali kuda kesayangannya yang sudah mereka ambil.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD