bc

MagniSeven : The Lost Kisa

book_age16+
46
FOLLOW
1K
READ
adventure
kicking
sniper
crime
like
intro-logo
Blurb

Kematian ayah angkatnya, Nihima Mivakhe–sang burung arwah yang merupakan ketua suku dan tetua dari Acahualpa, membuat Loto Royce Nicewood atau Lotomo Mivakhe bertekad untuk mencari para pembunuhnya yakni ketujuh Koboy berbahaya yang dikenal sebagai The MagniSeven. Nihima juga mewariskan sebuah pesan agar Loto mencari "Wakalyapi Langit" dan menjaganya. Wakalyapi Langit, sebuah selimut mistis yang konon dapat memberikan kekuatan luar biasa pada penggunanya. Selembar kain Kisa yang dahulu dipakai oleh sang Nabi Agung dari tanah Arab, Muhammad untuk menyucikan keluarganya : Ali, Fatimah, Hasan dan Husain.

Sebuah perjalanan dan aksi yang menakjubkan di dunia barat. Menelusuri sedikit demi sedikit jejak-jejak Keislaman yang sempat hadir dan singgah di tanah para arwah, Benua Amerika. Petualangan seorang Koboy berdarah Indian yang merupakan seorang Muslim, mungkin satu-satunya muslim di pesisir barat Amerika.

Kekuatan itu, tersimpan di mata kirinya! Menunggu untuk terbuka!

Mata yang dulu dimiliki oleh sang koboy legenda, The Wildest Django.

chap-preview
Free preview
Burung Arwah
Di tengah terik dan gersangnya gurun Mojave, di sebelah selatan di dekat oase Wamiwahu yang dalam bahasa Quopas berarti Pasar Air. Seorang Koboy dengan paras Indian terlihat sedang istirahat. Kulitnya berwarna coklat agak kemerahan, rambutnya sedikit pirang dengan potongan sedang seperti layaknya para pengelana biasanya tetapi dengan sedikit kunciran kecil khas Acahualpa disebelah kiri. Anyaman rambut yang dibuat sebagai jimat keberuntungan. Tradisi menganyam rambut dan menguncirnya dari suku Acahualpa ini seakan mengingatkan akan tradisi serupa dari salah satu etnis di seberang lautan jauhnya. Peyot, yang menjadi ciri khas orang-orang Ibrani atau Yahudi. Tentu Acahualpa tidak memiliki hubungan apa-apa dengan bangsa itu. Malahan, suku Acahualpa merupakan satu-satunya suku dari 10 suku di bagian barat benua Amerika yang menganut agama Islam. Jumlahnya memang tidak seberapa. Dahulu kira-kira 40 tahun yang lalu, ada sekitar 34 keluarga Acahualpa yang menganut Islam. Lalu saat ini ... hanya tinggal seorang. Oh tidak, bukan seorang, tetapi dua orang. Dua orang Natives Amerika satu-satunya yang beragama Islam di seluruh kawasan Barat, nampaknya. Salah satunya adalah dia. Namanya Loto. Loto Royce Nicewood. Loto ... nama itu terasa spesial. Loto adalah nama pemberian dari Nihima Mivakhe, ayah angkatnya sejak masih bayi. Loto berarti burung angin dalam bahasa Quopas yang masih sub-cabang dari bahasa Iroquoian. Sedangkan Nihima sendiri bermakna Burung Arwah. Loto maupun Nihima berasal dari suku Indian Acahualpa. Suku mereka masih kerabat dekat dengan Cherokee di bagian tenggara Amerika seperti daerah Georgia, Lousiana, dan Carolina. Hari ini Loto memutuskan untuk pulang setelah 4 tahun yang panjang dalam pengelanaannya. Dalam rentang waktu 4 tahun itu Loto telah banyak belajar. Dia sudah bersekolah di sebuah sekolah mandiri, sekolah hukum swasta di dekat Liberty Hills. Loto biasa bekerja apa saja untuk membiayai sekolahnya, namun kebanyakan ia dipekerjakan sebagai seorang penjaga atau pemelihara kuda. Sewaktu-waktu Loto juga mendapatkan pekerjaan lain, misalnya saja bermain musik khas country di beberapa bar dan tempat minum walau tidak pernah sekali pun ia minum disitu, tidak dimanapun. Loto pandai bermain alat musik tiup dan petik terutama gitar, ia mendapatkan keahlian itu dari sang ayah Nihima, yang pandai sekali bermain alat musik tradisional suku mereka, Shichevayak. Setelah lulus dari sekolah hukum swasta Loto sempat magang di berbagai macam firma sebagai administrator. Loto memiliki otak yang sangat cerdas dan tanggap sehingga orang-orang yang mengenalnya akan langsung bisa percaya dan dengan mudahnya memperkerjakannya. Loto berkerja dengan telaten dan penuh kehati-hatian. Pesona dan wawasannya membuat sebagian besar orang kulit putih kadang tak percaya, bahwa Loto merupakan keturunan dari orang-orang kulit merah–sebuah sebutan bagi suku asli dan pribumi Amerika. Loto ingin berlatih menjadi seorang jaksa wilayah suatu hari nanti. Dia ingin menciptakan hukum yang adil dan tidak menindas bagi rakyat kecil karena ia sendiri tumbuh dan lahir dalam lingkungan masyarakat kelas bawah Amerika, di sebuah suku kecil bernama Acahualpa yang mana termasuk ke dalam salah satu suku dari 10 suku dibawah otoritasi reservasi negara bagian Nevada. Loto mendongak, menatap teriknya cuaca siang hari. Kedua matanya memicing akibat melawan kuatnya sinar mentari yang memanasi bumi. Loto merasa ini sudah waktunya. Dia pun telah puas menghapus dahaga dengan meminum segarnya air Wamiwahu. Tak lupa ia juga menciduk air segar itu dan memasukannya ke dalam botol minum yang terbuat dari kayu Oites. Perjalanan menuju pulang masih sekitar 19 jam lagi jauhnya. Setidaknya .... "Sepertinya ini sudah cukup." Kata Loto menutup tempat minumnya. "Masih ada waktu beberapa jam lagi sebelum gelap tiba. Aku harus segera sampai setidaknya di jalan besar Maverick Railways. Itu bisa menghemat pasokan," Berjalan kaki bukanlah pilihannya. Tetapi mau bagaimana lagi? Dia tidak memiliki kuda untuk ditunggangi. Di masa ini alat transportasi seperti kuda adalah barang mewah dan mahal. Tak semua orang bisa memilikinya. Tapi Loto sudah sangat terlatih hidup di alam yang keras sendirian. Semua bekal keahlian yang dimiliki Loto sudah cukup untuk membuatnya bisa bertahan hidup selama ini. Nihima mengajarinya segalanya. Sosok itu tidak hanya ayah yang selama ini ia hormati dan kagumi, tetapi juga guru, pendidik, dan teman yang baik. Nihima memiliki banyak keahlian yang ia wariskan dan ajarkan pada Loto. Selain pandai bermain alat musik, Nihima juga merupakan mantan pemburu ulung ketika masih muda. Kemampuan berburu Nihima sangat terkenal di tengah-tengah sukunya. Nihima saat ini adalah satu dari lima Elder Acahualpa dan merupakan yang tertua. Nihima juga merangkap sebagai Daling atau Damaselinga, yakni penjinak arwah. Semacam dukun atau cenayang. Nihima pandai menulis indah dan mengukir. Dia pernah menulis tangan sendiri sebuah kitab suci Al-Qur'an berukuran kecil yang ia rampungkan selama 22 tahun. Sebuah Qur'an saku yang memiliki 3 bahasa yakni Arab, terjemahan Inggris, dan bahasa Quopas. Kitab itu saat ini dimiliki oleh Loto. Nihima memang seorang muslim, satu dari sedikit yang memiliki keyakinan itu di dalam keluarga asli Indian. Mungkin ia adalah satu-satunya Indian muslim di sukunya dan di seluruh pesisir barat Amerika saat ini. Dahulu masih ada sekitar 24 orang dari sukunya yang juga adalah seorang muslim. Tapi kini hanya Nihima yang bertahan dan masih hidup. Nihima dan teman-temannya memeluk Islam di usia 19 tahun. Nihima muda dulunya merupakan kawan akrab dari Sheikh Muhammad Saman al Mashri. Seorang ulama asal Cairo yang datang ke benua Amerika. Dari Sheikh itulah Nihima mengenal keindahan Islam. Dia memeluknya dan menjalankan semua perintah atau syariat agamanya setiap hari. Sholahah, begitu orang Acahualpa seperti Nihima menyebut sholat. Begitu pun Loto. Setelah berjalan tanpa henti sepanjang kurang lebih 14 kilometer, Loto berhenti pada sebuah kontur bebatuan yang dikelilingi oleh kumpulan kaktus dan tanaman liar viloe strapis. Hari sudah menjelang malam menuju gelap. Jingganya cakrawala berpadu indah dengan bentangan luas bebatuan Horis Mountain. Disanalah Loto akan mendirikan sholat Maghribnya yang ia sebut Maarive. Loto berwudhu dengan air yang tadi ia bawa, lalu menghamparkan sebuah kain wol halus diatas tanah. "Allahu Akbar." Loto mengangkat takbir. Bacaan indah Loto akan ayat yang dibacanya menggema membelah kesunyian alam Amerika lama. Setelah selesai dengan sholat Maghribnya, Loto melanjutkan dengan membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an memakai Qur'an berukuran saku yang selalu dibawanya. Kitab suci yang ditulis sendiri oleh sang ayah, Nihima. "Sepertinya aku akan istirahat disini saja." Kata Loto sembari meletakan segala keperluannya ke tanah untuk membangun kemah khas Acahualpa. "Sebenarnya tidak apa-apa jika melanjutkan perjalanan beberapa kilometer lagi, tapi .... mataku sudah lelah walau kakiku masih terasa kuat untuk melangkah." Nampak bahwa Loto sudah tidak sabar lagi untuk pulang dan menemui Nihima. Kerinduannya sudah sangat membuncah. Wajar, selama 4 tahun ini Loto tidak pernah sempat untuk pulang bahkan untuk menjenguk Nihima sebentar saja. Dia hanya beberapa kali berkirim surat dengan Nihima lewat jasa surat milik negara. Loto merindukan tawa itu. Sentuhan hangat itu. Dan keakraban dari si tua yang bagaikan rumah abadi bagi Loto. Banyak yang hendak ia ceritakan pada Nihima terkait 4 tahun pengembaraannya. Kerinduan itu semakin menjadi-jadi tatkala Loto memandangi kitab suci. Sesuatu yang dibuat Nihima dengan tangannya selama puluhan tahun. Pekerjaan terbaiknya, kata Nihima. Sang Burung Arwah, perkasa dan digdaya di Acahualpa. Itulah Nihima! Loto berbaring, memejamkan mata di kesunyian malam. Entah kenapa rasa untuk bertemu Nihima semakin kuat dan terasa tak tertahankan. Ada apa? Kenapa malam ini terasa berbeda? Ingin rasanya Loto bangkit dari tempat tidurnya di bentangan tanah kering untuk segera melanjutkan perjalanan. Sedikit lagi, sedikit lagi untuk bertemu Nihima. Sang burung arwah yang telah lama ia rindukan. "Kenapa malam ini ada yang terasa mengganjal di hati," gumam Loto seraya menepuk nyamuk yang menghisap darahnya di pipi. "Apa ini karena memang sudah lama tidak pulang? Yah ... 4 tahun itu memang waktu yang sangat lama. Aku juga tidak menyangka bahwa aku bisa jauh dari rumah. Ini sudah begitu lama, bagaimana reaksi Nihima ketika melihat perkembanganku ya. Aku telah jauh melampaui harapan-harapannya. Sejak awal Nihima tak pernah menentang kehendak dan cita-citaku. Walau keinginan terbesar beliau agar aku bisa membangun fondasi suku kami terlebih dahulu sebelum terjun ke birokrasi negeri yang pelik. Banyak yang ingin kuceritakan pada Nihima." Loto benar-benar tak sabar untuk bertemu ayahnya Nihima sampai-sampai ia tak bisa tidur karenanya. Kantuk tak kunjung datang. Berbeda dengan serbuan nyamuk yang selalu datang bertandang. Seekor burung gagak hitam lalu singgah dan bertengger di sebuah totem kayu yang berdiri di tengah gurun itu. Sembari berbaring, Loto memperhatikannya. Semakin dalam, semakin mata Loto mampu masuk ke dalam mata sang burung. Kepala sang buruk gagak bergeming ke kiri dan ke kanan, tak kunjung juga melepaskan sedikit pun pandangannya. Burung gagak di tengah malam dan berdecik, Nihima dan Acahualpa sering menyebutnya sebagai burung pembawa pesan. Bisa pesan apa saja. Tetapi yang paling sering adalah kabar tak mengenakan. Biasanya tanda akan datangnya sebuah petaka. Nihima sebagai Daling pengusir hawa jahat, digelari Burung Arwah karena ia dianggap bisa berkomunikasi dengan kehendak alam yang dibawa oleh burung arwah. Loto memicingkan matanya menatap sang burung yang tak kunjung terbang. Seolah-olah kedatangan burung arwah itu adalah sosok Nihima sendiri yang sedang mengawasi dirinya. Sesaat setelah Loto terbesit pikiran tersebut burung itu pun pergi mengepakkan sayapnya dan menghilang di kegelapan malam. Saatnya tidur, melepas penat. Loto berbaring menghadap ke kanan, ke arah kiblat. Memimpikan sebuah pertemuan yang lama diidam-idamkan. Besok, selangkah lagi. Dia akan bisa memeluk erat Nihima.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
633.8K
bc

The Don's Father

read
12.9K
bc

Pendekar Benua Timur

read
9.5K
bc

True Lies

read
26.2K
bc

Deviation CEO

read
43.2K
bc

D'luna Mafia

read
6.7K
bc

DI ATAS RANJANG MAFIA

read
8.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook