Tak terkira seberapa dalamnya kebencian Loto saat ini terhadap kompl0tan Koboy yang telah membunuh ayahnya Nihima. Loto tidak tahu apa masalah para Koboy tersebut dengan Nihima. Sepanjang hidupnya Loto hanya mengetahuinya bahwa Nihima hanya seorang tetua Indian yang mendedikasikan diri untuk sastra, puisi, kerajian tangan, dan berbagai macam bentuk kesenian sebagai hobinya. Mereka juga tidak memiliki harta berlimpah dan simpanan harta karun yang bisa dijarah. Loto tak habis pikir, apa motif para Koboy biadab itu sehingga sengaja datang ke tempat Nihima dan melenyapkannya. Sebenarnya apa yang mereka cari?
Souvkivva tua kemudian menyodorkan sebuah catatan kecil berupa banyak lembaran kertas berwarna kuning yang ditulis tangan. Jumlahnya ada beberapa lembar.
"Apa ini Anche Souvkivva? Uuwahu adashacape beu?" Apa lembaran-lembaran ini?" tanya Loto.
Souvkivva tua menjelaskan ketika mereka menghampiri Nihima setelah kompl0tan Koboy itu pergi, Nihima masih hidup dan bernafas. Dengan simbahan darah di dadanya Nihima sempat meminta Souvkivva untuk mengambilkan beberapa lembar kertas yang ia simpan sedemikian rupa dalam sebuah toples kaca di ujung dari rak paling atas di rumahnya. Nihima berpesan agar Souvkivva memberikan lembaran kertas tersebut kepada Loto ketika nanti Loto pulang.
"Biarpun kau tidak memberi kabar tentang kepulanganmu, sepertinya Nihima sudah merasa kau akan pulang." Ucap Souvkivva tua. "Di hari itu Nihima terlihat sangat senang. Nihima pernah bercerita bahwa beberapa malam terakhir dia selalu bermimpi tentangmu Loto. Nihima mengatakan padaku bahwa itu artinya dirimu akan segera pulang kepadanya. Dirinya terus memegang teguh kepercayaan itu. Jadi di saat-saat terakhirnya, Nihima yakin kau akan segera pulang. Oleh karenanya dia memintaku memberikan ini padamu."
Loto memegang kertas lusuh yang diamanatkan Nihima padanya.
"Kertas apa ini?" Loto melihat kertas tersebut sudah sangat lusuh dan menguning. Dengan kata lain apa yang tertulis di dalamnya sudah lama ditulis oleh Nihima. Mungkin sudah ditulis oleh Nihima bertahun-tahun lamanya. Ketimbang lembaran kertas, lebih tepat itu disebut sebagai lembaran surat dari kulit Amorek, hewan sejenis Byson lokal.
"Maaf jika aku membuka kertas itu," ucap Souvkivva tua. "Tapi Nihima menulisnya dengan aksara yang tidak aku mengerti Loto. Kau tahu sendiri aku tidak bisa membaca aksara dari negeri gurun itu. Hanya kau dan Nihima saja yang mengerti dan bisa membacanya."
Loto membuka lembaran demi lembarannya. Memang apa yang tertulis di dalamnya ditulis Nihima dalam aksara Arab atau dengan huruf Hijaiyah. Dalam keluarga suku Acahualpa di kelompok pemukiman Veeharuio, hanya Nihima dan Loto saja yang bisa membaca aksara Arab, karena memang hanya mereka berdua saja yang menganut agama Islam. Dulu penganut Islam dalam suku Acahualpa sedikit lebih banyak. Sekarang hanya menyisakan Nihima saja dan Loto yang tentu saja dididik dalam kerangka keimanan yang diimani oleh Nihima yakni Islam.
"Sepertinya itu sangat penting untuknya, dan Nihima sudah lama menyimpan itu untuk kau baca." Lanjut Souvkivva tua. "Disaat-saat terakhir hidupnya, ketika sudah begitu kepayahan dalam berucap, Nihima memintaku memberikan itu padamu. Kau bacalah, mungkin ada hal penting yang Nihima ingin sampaikan padamu dalam surat itu."
"Mungkin isinya terkait dengan apa yang disimpan oleh Nihima dan yang dicari oleh para sekelompok Koboy tersebut." Sahut seorang pria tua bernama Buster Gigunnohi yang sedari tadi bersama dengan Souvkivva. Mereka adalah teman-teman akrab Nihima. Gigunnohi adalah salah satu Elder Acahualpa yang diam-diam menguping pembicaraan Nihima dan para Koboy.
Para tua-tua itu kemudian meninggalkan Loto, memberinya ruang untuk dapat beristirahat. Mereka sadar Loto pastilah lelah sehabis pulang dari perjalanan jauh, namun harus langsung dihadapkan pada kabar kematian Nihima. Ini tidaklah mudah bagi Loto. Dengan perlahan Loto memasuki rumahnya dengan hati yang hancur sembari menggenggam lembaran kertas yang diterimanya dari Souvkivva tua.
Loto tersandar disebuah lemari kayu ukiran. Matanya melirik ke seisi ruangan rumah. Begitu familiar dan begitu dia rindukan suasananya. Namun walau dirinya telah sampai di rumah tercinta yang ia rindukan selama 4 tahun terakhir, ada yang sudah berbeda. Isinya memang masih sama, tapi tidak dengan kehangatannya. Tanpa Nihima, rumah bukan lagi rumah bagi Loto. Perasaan ini seketika menyayat hatinya.
Sambutan dan pelukan Nihima, senyum bahagianya ketika melihat wajah Loto, serta hidangan sup kalkun kentangnya yang memiliki sedikit cita rasa pedas, semua hal menyenangkan yang dibayangkan Loto akan dia terima ketika pulang kembali ke rumah tidaklah ia dapatkan. Semua pupus bersama dengan kesedihan yang tak bisa disembuhkan.
Tubuh Loto meringkuk di lantai tanah. Matanya tak bisa lagi mengeluarkan airmata kerinduan. Bukan lagi matanya yang menangis, tapi hatinya yang sedang menjerit. Malam itu, Loto tertidur meringkuk dalam rumah yang lilin-lilin penerangannya sudah dihidupkan oleh Souvkivva tua.
Loto tertidur sembari masih menggenggam lembaran kertas yang Nihima titipkan untuknya.
***
Di sebuah tenda kediaman, tercium bau harum yang begitu lezat di pagi hari. Souvkivva tua terlihat sedang memasak Babous dan Moleet serta sup Kucai hangat untuk Loto.
"Mulai kemarin Loto belum makan. Sekarang tidak ada lagi yang mengurusnya setelah Nihima tiada. Dia harus makan kalau tidak dia akan sakit. Kuharap semua hidangan ini akan membuatnya berselera. Aku sudah memasukan banyak sekali bubuk Mihu disini. Aku ingat anak itu sejak kecil suka sekali makanan pedas. Dia seperti para Hispanik Mexican saja,"
Sementara di rumahnya, Loto perlahan terbangun ketika hidungnya mencium aroma sedap yang berasal dari bawah, di area pemukiman. Loto menyapu air liur di pipi dekat samping bibir mulutnya. Sungguh memalukan Loto biasa tertidur dengan liur basi di pagi hari. Kebiasaan ini ia dapatkan selama tinggal di kota. Dulu Loto tidaklah begitu.
Loto membuka kedua matanya sembari membangunkan diri. Dengan ekspresi yang masih muram Loto mengusap wajah dan kedua kelopak matanya. Lalu Loto tersadar sedang menggenggam sesuatu. Lembaran kertas milik Nihima yang kemarin diberikan oleh Souvkivva.
Loto sudah melihat isinya, yakni semacam surat tulisan tangan Nihima yang dibawakan dalam aksara Arab. Loto hanya melihatnya sekilas, dia belum benar-benar membaca apa yang ditulis oleh Nihima di dalamnya. Karena penasaran, Loto akhirnya membacanya.
Di dalam lembaran-lembaran surat tersebut Nihima menuliskan terkait perjalanan masa mudanya, bagaimana dia bertemu dengan seorang Syaikh besar asal Cairo, dan dari sanalah Nihima muda mulai tertarik mendalami Islam dan akhirnya semakin mantap ingin menganutnya. Nihima juga cerdas, sehingga bisa menyerap pelajaran yang ia terima. Tidak hanya keyakinan, tetapi semua komponen keislaman juga Nihima pelajari hingga membuatnya fasih membaca dan menulis huruf Arab. Ini semua bukanlah kisah yang istimewa sebab semua itu sudah diketahui oleh Loto. Apa yang tertulis dalam lembaran-lembaran itu sudah pernah Loto dengar sendiri dari mulut Nihima. Tentang pertemuannya pertama kali dengan iman Islam serta pengalaman masa mudanya belajar Islam. Semua sudah lama Loto ketahui tentang itu.
Loto kembali membuka lembaran berikutnya. Tapi mulai dari sini, lembaran itu menulis sesuatu yang tidak pernah didengar oleh Loto. Nihima ingin menyampaikan sesuatu yang penting disana, oleh karenanya dengan kehati-hatian ini dan seberapa penting kerahasiaan yang sedang ia jaga tersebut, Nihima sengaja menuliskannya dalam aksara Arab agar tidak ada yang memahami pesan di dalamnya. Tidak kecuali dirinya dan Loto.
Pesan itu menyebut bahwa Nihima telah menerima sebuah artefak pusaka, selimut Kisa dari bulu domba yang dibawa oleh gurunya Syaikh Saman al Mashri. Syaikh mempercayai Nihima sehingga meminta Nihima untuk menyimpannya baik-baik. Selimut itu merupakan artefak suci yang konon pernah dipakai oleh sosok suci Baginda Nabi besar Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam ketika menyucikan Ahlulbaitnya yakni Ali bin Abi Thalib, Sayyidah Fatimah Az-Zahra, Hasan al-Mujtaba, dan Husain Asy-Syahid.
Kain Kisa itu kemudian diwariskan kepada beberapa generasi orang alim dan saleh untuk dijaga. Ketika Syaikh Saman al Mashri sampai di benua Amerika, beliau sadar bahwa Nihima adalah orang yang tepat untuk meneruskan menjaga artefak kain Kisa tersebut. Lagipula jika disimpan di benua Amerika, maka tidak akan ada yang mengetahuinya dan memburunya. Begitulah anggapan Syaikh Saman al Mashri sehingga menunjuk Nihima sebagai penjaga berikutnya.
Oleh Nihima, kain Kisa tersebut dikelola dengan baik. Nihima menuliskan dalam suratnya bahwa dia mempercantik kain atau selimut tersebut dengan mengukirkannya rajutan-rajutan khas suku Acahualpa. Dengan kata lain Nihima menjadikan kain Kisa tersebut sebuah Wakalyapi. Wakalyapi sendiri merupakan selimut khas Indian dan menurut sebagian besar kepercayaan orang Indian, Wakalyapi dipercaya memiliki kekuatan ghaib dan mistis. Wakalyapi dianggap sebagai jendela atau jembatan antara dunia mimpi, pencerahan dan pembukaan pikiran.
Nihima sengaja menjadikan kain Kisa tersebut sebagai Wakalyapi sebagai kamuflase. Agar tidak ada yang mengenali lagi kain Kisa tersebut. Nihima menyebutnya "Wakalyapi Langit."
Dalam lembaran suratnya, Nihima menulis kain Kisa itu bukan selimut sembarangan, bukan selimut biasa. Selimut itu menyimpan kekuatan yang sangat kuat yang bisa salah dimanfaatkan dan dipergunakan jika jatuh ke tangan yang jahat. Maka untuk menghindari hal tersebut, Nihima menyimpannya dengan aman di suatu tempat. Di salah satu gua terdalam dekat bukti Jacovi yang rahasia. Nihima bahkan sudah menuliskan rute dan lokasinya dalam aksara Arab.
Nihima ingin agar Loto melanjutkan menjaga benda artefak tersebut. Nihima mau Loto menemukannya dan menyimpannya kembali di tempat yang aman. Itulah amanah Nihima untuk Loto dalam lembaran surat tersebut. Akan tetapi Nihima memberikan lembaran itu pada Loto di akhir hayatnya, artinya kain selimut itu mungkin berkaitan dengan tragedi pembunuhan Nihima.
"Nihima ingin aku menemukan kain Kisa tersebut dan menjaganya. Pesan ini hanya bisa dibaca dan dimengerti olehku. Tapi pesan ini ditulis Nihima bertahun-tahun lalu. Jika benar para Koboy pembunuh Nihima mencari Wakalyapi Langit itu, besar kemungkinan mereka sudah menemukannya. Nihima terpaksa mengatakan dimana dia menyembunyikan kain itu sebab para Koboy itu menyandera seorang gadis kecil. Ya, tidak salah lagi. Nihima dipaksa mengatakannya, lalu mereka membunuh Nihima dan kemudian pergi." Loto berekspresi sangat geram sampai menggerakkan gigi-giginya.
"Aku harus pergi ke lokasi yang Nihima tunjukan ini untuk memastikan apakah Wakalyapi itu masih ada disana, atau sudah dicuri. Aku harus mencari tahu siapa mereka, kompl0tan Koboy itu, para manusia biadab yang sudah merenggut Nihima dariku. Aku harus tahu siapa ketujuh Koboy yang sudah menghabisi Papuu Nihima!"
Loto bertekad kuat untuk mencari tahu siapa pembunuh Nihima, dan apakah benar mereka mencari apa yang telah disembunyikan oleh Nihima yakni selimut kain Kisa tersebut.
Sekarang Loto memiliki tujuan yang jelas pasca kematian Nihima. Dirinya tak bisa diam begitu saja setelah semua yang menimpa kehidupannya. Loto ingin mencari para Koboy yang telah mengambil seluruh dunianya, merenggut kebahagiannya. Mereka yang sudah melenyapkan Nihima dari dunia ini. Kehilangan Loto ada harganya, dan mereka semua harus membayarnya.
Selain itu Loto juga memiliki tujuan lain, yakni dapat menjalankan amanah terakhir yang Nihima titipkan untuknya yaitu mencari dan menemukan kain Kisa tersebut.
Sesuai amanah Nihima, Loto akan pergi ke tempat yang sudah diinstruksikan oleh Nihima padanya dalam lembaran-lembaran tulisan tangan tersebut. Syukur-syukur Loto bisa sampai disana tepat waktu sebelum para pembunuh Nihima, lalu dia yang akan menemukan selimut Kisa itu terlebih dulu, bukan mereka.