7

1122 Words
Kedua mata Anin terbuka dan kedua mata mereka saling menatap dengan jarak yang sangat dekat sekali. Pandangan merka terkunci rapat. Mathew yang masih mengecup bibir Anin pun sedikit terkejut saat melihat gadis itu sudah bnagun dari tidurnya. "Euh ... Kamu sudah bangun?" tanya Mathew yang kaget dan spontan melepas ciuman itu. Mathew menjauhkan kepalanya dari wajah Anin dan duduk ditepi ranjang. Anin mengangguk kecil dan tersenyum senang dengan perlakuan Mathew barusan. Sentuhan MAthew itu sangat membuat nyaman dan candu. Apakah ini smeua karena Anin memang ada rasa suka dan cinta pada Mathew? "Hu um ... kepala Anin pusing banget," ucap Anin begitu manja. "Makan yuk? Aku beli sesuatu tadi di Kantin Kampus. Aku harap kamu suka," jelas mathew lagi lalu berdiri menunggu Anin ikut bangkit dari tidurnya. "Anin gak kuat, Kak," jawab Anin manja setelah berusaha untuk bangun. Tadi sewaktu ia ke kamar mandi saja, semua barang yang ada disekitarnya seperti ingin berjatuhan. Mathew menatap Anin yang trelihat serius dan sam asekali tidak sedang main -main mengerjainya. Mungkin orang mabuk seperti itu. "Aku siapkan saja. Kamu tunggu disini," titah Mthew lagi lalu keluar dari kamarnya menuju dapur lalu menyiapkan makanan untuk Anin. Anin tersenyum lebar setelah melihat Mathew sudah keluar dari kamarnya. Anin memegang dadanya yang terus bergemuruh dengan detak jantung yang semakin cepat. Rasanya jantung Anin benar -benar mau lepas dari tubuhnya saat ini. Tak lama, Mathew sudah kembali dengan piring yang berisi makanan dan air putih di dalma gelas besar. "Ayo makan dulu. Ini sudah siang," titah Mathew pada Anin. "Iya," jawab Anin dengan suara yang begitu lembut. Anin sudah duduk dan bersandar pada bantal yang dijadikan alas untuk menyandarkan punggungnya. Mathew juga sudah duudk ditepi ranjang sambil menyuapi Anin. Tanpa ada drama, Anin juga mmebuka mulut dan menerima suapan dari Mathew. Kedua mata Anin tak lepas terus mengekor setiap gerakan Mathew yang begitu santun. "Kak Mathew punya pacar?" tanya Anin lagi. "Hem?" jawab Mathew sambil mengangkat sedikit wajahnya dan melirik ke arah Anin. Mathew disibukkan lagi dengan sendok makan lalu mengaduk dan mengambil nasiserta lauk untuk disuapkan pada Anin. "Serius Kak?" tanay Anin dengan mulut penuh yang terus mengunyah sambil bicara. "Kamu kan? Bukannya kita sudah jadian kemarin?" jawabnya datar. Anin melebarkan senyum dan mengangguk. "Kirain Anin itu semua hanay candaan saja." Batin Anin begitu sennag. Mungkin kalau Mathew tidak ada diruangan ini, Anin bisa melompat -lompat di atas kasur dnegan hati yang begitu girang. Bibir Anin tak hentin -hentinya terus tersenyum bahagia. "Senyum mulu, ntar kering tuh gigi," jelas Mathew begitu dingin pada Anin. "Ih ... Udah jadian, sikapnya masih dingin aja," ucap Anin kesal sendiri. Padahal tadi saat masih berpura -pura tidur, Anin malah dicium. Dadanya juga ada beberapa jejak merah yang sama sekali tidak ada rasa sakit yang membekas. Mathew sempat melihat area d**a yang tertutup setengah dengan kemben dan beberapa gambar abstrak karena perbuatannya. "Makan, bukan berdebat," titah Mathew kembali menyuapi Anin lagi Anin hanya mengangguk pasrah sambil menerima suapan dan mengunyah kembali dengan pelan. "Selama di Kampus, aku harap, kamu bisa menjaga rahasia hubungan kita," jelas mathew tiba -tiba membuat Anin bingung. Dalam hati Anin merasa ada keanehan dengan permintaan Mathew. "Kenapa begitu? Kak Mat mau mangkir dari semua perbuatan Kak Mat terhadap Anin?" tanya Anin dengan tatapan tajam. "Mangkir? Perbuatan apa? Aku sama sekali tidak mengambil kesempatan apapun?" jelas Mathew lagi. "Ini? Ini kenapa?" Anin menunjuk dadanya. Beberapa gambar abstrak berupa garis horisotal, vertikal dan bahkan ada yang berbentuk elips sampai menyerupai love yang tak begitu beraturan. "Soal itu, aku minta maaf," jawab Mathew menatap d**a Anin sekilas dankembali fokus paa makanan yang ada di depannya dan kembal menyuapi Anin. "Hem ... Ini bukannya termasuk mengambil kesempatan dalam kesempitan? Soalnya Anin benar -benar gak ingat," jelas Anin jujur. "Gak ingat? Kamu yang minta terus," jawab Mathew membela diri. "Ah ... Masa sih?" tanya Anin dengan wajah memerah. Memang sih, Anin pernah memimpikan bisa hidup brdua denagn Kak Mathew dan bercinta sepuasnya. Hidup bersamanya sekarang terwujud, tapi smaa sekali tidak bercinta. Kata orang, kehilangan keperawanan itu ada rasa sakit dibagian inti. Tadi, Anin merasa baik -baik saja. "Kenapa merah begitu pipinya," ucap Mathew lagi. "Enggak kok, Enggak merah," jelas Anin menunduk lalu mengambil air minum. "Jelas -jelas merah, masih bohong," jelas Mathew lagi. Anin berusaha mendorong sisa makanan di dalam mulutnya dengan air putih menuju kerongkongannya dan berankhir dalam usus besarnya. "Anin mabuk parah semalam? Kak Mathew kok bisa bawa Anin kesini?" tanya Anin dengan rasa penasaran yang tinggi. "Penting?" tanya Mathew dingin. Anin mengangguk dengan serius, "Sangat penting." "Sarah yang telepon," jawab Mathew singkat lalu pergi dari hadapan Anin sambil membawa piring dan gelas kosong itu menuju dapur. Anin mengambil ponselnya yang ada dinakas lalu melihat beberapa notifikasi pesan masuk dan juga panggilan tidak terjawab. Semua itu dari Sarah, sahabatnya dan Papanya. satu lagi nomor baru dan Anin tidak mengenal nomor itu. "Kamu sudah baikan. Mending sekarang pulang aja.," titah Mathew lagi Mathew merebahkan tubuhnya disamping anin dengan tangan dibelakang kepala. Tubuhnya yang kekar dan berotot membuat Anin hanya bisa memuji tanpa suara dan menelan air liurnya saja. "Oke. Kalau Papa ANin tanya soal merah -merah ini gimana? Anin bakal bilang kalau Anin diperkosa? Gitu?" tanya Anin dengan wajah tanpa berdosa. Mathew melirik sinis ke arah Anin. "Enak aja! Aku gak ngapa -ngapain kamu. Itu kamu yang minta, Anin." "Anin yang minta? Mana ada orang baik minta sesuatu?" ucap Anin tak mau kalah. "Ngapain juga nyentuh kamu. d**a gepeng aja, bangga," ucap Mathew kesal. "Apa kamu bilang, Kak? Gepeng!" tanya Anin kesal. Anin melihat ke arah bawah. Gepeng dari mana? Dadanya malah terlihat sangat montok dan seksi. Belahan dadanya saja terlihat menyembul dan sangat menggemaskan. Mathew hanya melirik Anin yang sedang menatap dadanya sendiri lalu kembali menatap langit -langit kamarnya. Mathew terngiang -ngiang dengan ucapan Josh tadi di Kampus. Ternyata, ketua genk -nya menyukai Anin. Kenapa bisa sih? Josh kan playboy. Apa Anin hanya akan dijadikan tumbal dari deretan mantan pacar Josh yang bisa diajak ngamar? Ini sih tidak bisa dibiarkan. Anin ikut merebahkan tubuhnya disamping Mathew. Anin tidak mau mempebesar masalah dadanya yang penuh dengan gambar abstrak. Mutlak, Anin yang salah. Anin yang mabuk dan memberi kesempatan lelaki untuk mencicipi tubuhnya. Untung saja, yang melakukan MAthew, anin masih ikhlas memberikannya. Andai yang melakukan itu orang lain. Anin bakal bawa kasus ini ke polisi. "Kamu gak pulang. Nanti, Papa kamu cari kamu. Aku gak mau dijadikan tempat untuk disalahkan," jelas Mathew pada Anin. "Iya. Gak akan. Tapi ... Anin mau tanya sesuatu hal ..." "Boleh Kak?" tanya Anin lagi. "Hem ..." Mathew hanya berdehem. "Kita beneran pacaran kan, Kak?" tanya Anin ragu. Mathew melirik Anin. Wajah Anin terlihat sendu dan sayu. "Mau kamu gimana?" tanya Mathew pada Anin. "Maunya sih pacaran, terus nikah," ucap Anin begitu santai. "Nikah?" ucap Matew mengulang sambil tertawa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD