8

880 Words
Anin merubah posisi tidurnya dan kini menelungkup dengan wajah terangkat sejajar dengan wajah Anin. Anin bisa melihat Mathew yang maish tertawa lepas karena permintaan konyol Anin yang meminta untuk dinikahi olehnya. Mathew sendiri tanpa sengaja menatap Anin yang juga sedang tersenyum pada diriya. Anin memang sangat cantik sekali. Wajahnya begitu sempurna dan sangat manis bila terus menerus tersenyum. Dua lesung pipi itu selalu membuat Mathew tak bisa melupakan senyum Anin. Ini semua karena Mathew sangat dekat dengan Anin dalam waktu dua hari. Mulai duduk bersama di dalam mobil, tadi malam ia benar -benar menikmati malam hanya dengan Anin hingga nafsunya memuncak. Lalu, kini Anin berhasil emmbuat Mathew tidak akan melupakan dirinya selamanya. "Konyol kamu, Nin," jawab Mathew lagi. "Konyol? Menikah itu pasti mengasyikan?" ucap Anin lagi. Anin memang hanya membayangkan yang indah -indah saja. Apalagi bisa terus -terusan hidup bersama denagn Mathew. Sepertinya akan menjadi harapan yang sulit akan terkabul. "Hei ... Kamu itu masih kecil. Umurmu juga masih muda. Sekolah yang bener, kuliah yang bener biar cepet lulus," jelas Mathew pada Anin. Dada Mathew langsung terasa berdegup keras saat kedua matanya langsung mnegontak pada mata indah milik Anin. Mathew melempar pandangannya dan menatap langit -langit atap kamarnya. Anin malah meletakkan kepalanya tepat di samping kepala Mathew dan menatap dari arah menyamping. Mathew benar -benar memilih wajah dan tubuh yang begitu sempurna. Anin memang tidak salah pilih. Lihat saja, Rambutnya yang cepak dengan potongan rapi membuat rambut Mathew yang lembut itu terlihat sangat indah. Belum lagi hidungnya begitu mancung dan kulit wajahnya teramat mulus tanpa ada noda ataupun jerawat. Anin betul -betul kasmaran pada Mathew. Bibirnya tak berhenti mengucap kata pujian walaupun hanya di dalam hati saja. "Jangan dilihatin terus. Nanti kamu malah jatuh cinta," ucap Mathew lagi. "Bagus dong kalau jatuh cinta. Kita kan udah pacaran Kak?" jawab Anin lagi. "Kita hanya pura -pura pacaran," jelas Mathew lagi. "Kalau pura -pura itu malah diperlihatkan dipublik. Ini malahdipublik seolah jadi rival. Gimana sih? Kak Mathew suka aneh deh," jawab Anin yang merasa jawaban Mathew sangatlah tidak masuk akal. Mathew ini ikut merubah posisi tidurnya dan menatap ke arah Anin sekarang. "Kamu pernah punya pacar?" tanya Mathew dengan serius. "Enggak pernah. Papa selalu melarang Anin punya pacar," jawab Anin jujur. "Papa? Papa kamu gak baik dong?" tuduh Amthew pada Anin. "Siapa bilang? Anin itu anak satu -satunya Papa. Anin mrasa Papa itu baik dan sangat perhatian sama Anin. Anin dilarang ini dan itu hanya karena agar Papa tidak kehilangan sosok Anin yang sangat mirip dengan almarhumah Mama Anin. Kata Papa, Anin itu sangat mirip kayak Mama, baik wajahnya, sifatnya juga," jelas Anin dengan raut wajah yang sedih. "Terus kamu pernah dong suka sama orang?" tanay Mathew lagi. "Pernah. Sama Kak Mathew," jawab Anin lugas sekali tanpa ada beban. Mathew tertawa lagi dan spontan menjawil ujung hidung Anin. Lama -lama asyik juga ngobrol sama Anin. Gadis itu sangat periang dan lucu. Mathew benar -benar terhibur. Sudah lama, Mathew tidak tertawa selepas ini. Anin itu memang luar biasa. "Kenapa saya?" tanya Mathew memasang wajah serius. Mathew ingin tahu alasan Anin. "Em ... Kak Mathew itu terlihat alim dibanding yang lain. Anin suka sma alaki -laki yang pendiam dan gak banyak omong, tapi menunjukkan rasa sayang dan perhatiannya lewat tindakan. Pasti Kak Mathew itu sayang banget sama Mamanya," ucap Anin begitu tepat. "Hu um ... Mama itu wanita yang paling hebat. Papa aku juga sudah meninggal sejak aku kecil," jelas Mathew pada Anin. Anin tersenyum begitu manis. "Kenapa kamu malah senyum -senyum?" tanya Mathew lagi. "Sekarang ngomongnya udah aku dan kamu. Tadi pake kata saya. Formal banget kayak pejabat," ucap Anin terkekeh. Mathew hanya bisa menghembuskan napasnya dengan kasar. Bisa -bisanya Anin menggodanya begini. Kalau tidak kuat iman, Mathew bisa baper lama -lama bersama Anin. "Aneh kamu, Nin," ucap Mathew datar. "Aneh gimana?" tanya Anin dengan wajah serius. "Aneh aja," jawab Mathew yang masuh menatap Anin. Tubuh mereka saling berhadapan. Anin menatap lekat dua bola mata hitam yang terlihat sangat mengangumkan milik Mathew. Sejak tadi, Mathewjuga memuji kecantikan Anin yang sangat luar biasa. Sederhana tapi cantik. Polos tapi manis. Keren bukan? Padahal jaman sekarang, anak remaja berlomba -loba menutup wajahnya dnegan make up setebal salju agar terlihat sempurna. "Papa kamu gak mau nikah lagi?" tanya Amthew kembali pada misinya. Terlihat perubahan wajah Anin yang tak suka jika pertanyaan itu terlontar dari bibir Mathew. Seperti sedang merusak suasana bahagia Anin saja. "Kayaanya sih mau. Tapi, Anin gak setuju," jawab Anin mulai terdengar ketus. "Kenapa?" tanya Mathew lagi. Kali ini rasa penasarannya begitu tinggi. Bohong saja kalau Anin tidak mengenal Tesa, Mama Mathew. "Kenapa ya? Anin juga bingung. Papa itu suka sama karyawannya sendiri. Memang sih, cantik, baik, dan sering ngine dirumah. Kadang makan malam bersama dirumah. Tapi Anin gak suka. Anin merasa tersisih dan Papa kayak lupa gitu aja sama Mama Anin," jelas Anin kesal. "Oh gitu. Aku juga. Mama aku jua minta ijin mau menikah lagi. Tapi aku bilang, oke aja, asal Mama bahagia. Aku milih tinggal sendiri aja Karena gak mau ganggu juga," jelas Mathew pada Anin. Anin berpikir keras. Sepertinya ia dan Mathew punya kesamaan. "Kalau Anin ikut tinggal disini gimana?" tanya Anin dengan wajah serius sambil menatap Mathew. "Tinggal disini? Kita berdua?" tanya Mathew lagi. Anin mengangguk pasrah. Anin bingung harus kemana lagi. Rasanya sudah tidak betah berada dirumah. "Enggak boleh!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD