POV sherly
Namaku Sherly, Aku anak tunggal dari pemilik perusahaan besar di kota ini, perusahaan papaku bergerak di bidang kosmetik dan skin care.
mamaku seorang ustadzah yang sering mengisi kajian di berbagai seminar dan pengajian.
Mereka berdua menjadikanku ada di dunia ini, tapi mereka seolah lepas tanggung jawab dengan menitipkanku kepada seorang baby sitter.
Sejak aku kecil aku sudah terbiasa baby sitter ku itu, yang atasnya lagi baby sister ku itu orangnya agak saiko. tak jarang aku mendapatkan kekerasan dari sejak dia semenjak kecil.
Namun saat aku mulai menginjak usia SMP, aku mulai melawannya.
Orang tuaku tak pernah tahu apa yang aku alami selama ini, karena memang mereka cuek dan menyerahkan semuanya kepada baby sitter tersebut.
Pernah aku mencoba mengadu kepada Mama tentang perlakuan pengasuh itu, tapi mama tidak mempercayainya.
Mama selalu mengatakan kepadaku."Sherly jangan nakal ya nak? jadi anak yang penurut dan solehah, insya Allah surga untukmu sayang...!"kata Mama selalu menasehatiku seperti itu. aku sendiri sampai bosan mendengarnya.
Karena ketidakpercayaan Mama itu, aku mendapatkan hukuman dari pengasuhku tersebut. seharian penuh aku tidak diberinya makan dan aku dikunci di dalam kamar mandi tanpa dibukakan pintunya sedikit.
kalian semua pasti bertanya Kenapa sih orang tuaku kok sampai tak mengetahuinya?
Pengasuhku itu bernama Arini, Mbak Arini ini orangnya sangatlah playing victim, dia selalu bisa memutarbalikkan keadaan, bahkan memar pun bisa dia samarkan dengan sekejap. entah salep apa yang dipakaikannya di kulitku Aku pun tak mengetahuinya.
Aku sering dipukulnya menggunakan apapun yang ada di sekitarnya, dulu Aku hanya bisa menangis pilu meratapi nasibku, tapi tidak sejak aku mengenal kak Sintia.
Saat itu dia menjemput adiknya yang menjadi temanku satu kelas, sedikit cerita tentang mereka, ini adalah korban broken home orang tuanya.
Saat itu aku kelas 5 SD, kak Cynthia selalu memupuk keberanianku yang sudah terjajah oleh ancaman-ancaman pengasuhku saat itu.
selama hampir 2 tahun aku baru bisa membangun rasa percaya diri dalam diriku ini, aku bersyukur karena aku dipertemukan dengan kak Cynthia.
ada satu kata yang bisa menjadi pecutku saat itu."Arini mengancammu, itu berarti dia masih takut denganmu...! kunci ada padamu Sherly, bila kamu melawan maka dia tidak akan bisa berbuat apa-apa...!"kata kak Sintia kalau itu.
Setelah aku fikir-fikir, ternyata memang iya, dia selalu mengancam bahwa kalau aku berani mengadu macam-macam, maka dia akan meng SmackDown aku.
"awas kamu kalau berani ngadu macam-macam, aku SmackDown kamu...! hari ini selalu menyematkan kata smackdown untuk menakutiku.
Saat itu aku masuk kelas 1 SMP, awal awal masuk sekolah aku pulang telat, di jam 05.00 sore aku baru nyampe rumah, tapi bukan karena aku keluyuran melainkan Aku sengaja main ke tempat Mbak Sintia terlebih dahulu.
Karena sangking keasyikan ngobrol, aku pun sampai lupa waktu tahu-tahu jam 04.00 sore.
Aku pun segera pamit kepada mbak Sintia untuk pulang ke rumah. Sesampainya di rumah aku sudah disambut oleh Arini dengan kemoceng di tangannya.
"Oke...!" batinku. "kita mulai hari ini aku atau kamu yang akan babak belur!"kataku saat itu.
"Heh...! dari mana saja kamu? Kenapa jam segini baru nyampe rumah? keluyuran ke mana saja kamu hah?" Tanyanya dengan memelototkan matanya dan memasang wajah garangnya.
"Main ke rumah temen..!"jawabku santai.
"sudah berani menjawab Ya kamu?"katanya geram sambil hendak memukul kan kemocengnya ke arahku.
Aku pun tak tinggal diam lalu menangkisnya.
"Heh Arini, jangan anggap Aku anak kecil lagi ya? hari ini aku sudah masuk ke SLTP, dan lihatlah badanku sudah bertumbuh...! bahkan dirimu itu hanya pundakku saja. aku masih bisa tumbuh lebih tinggi loh...!" ucapku kepadanya.
"Kamu mau aku libas sekarang? atau kita main-main dulu?" kataku kepada Arini saat itu, dan tentu saja hal itu membuat Arini semakin marah.
"Kurang ajar...!" kata Arini tak terima.
Aku pun melenggang pergi meninggalkan Arini begitu saja dengan santai, kulihat dia menggerutu dan melempar semua benda yang ada di ruangan itu.
"Bodo amat...! toh nanti juga dia sendiri yang akan membersihkannya...!"fikirku.
aku sama sekali tak memperdulikannya, aku pun melanjutkan langkahku untuk masuk ke dalam kamar dan menguncinya rapat-rapat.
Aku mengingat bahwa hari ini membawa kunci cadangan kamarku, maka saat aku pulang tadi aku sempatkan memberi Grendel slot untuk mengunci dari dalam.
Aku memasangnya sendiri karena takut jika nanti Arini bisa membukanya saat aku tertidur lelap.
Di dalam kamar aku membaca n****+ kesukaanku, n****+ action tentang perempuan seseorang yang tertindas menjadi lebih kuat.
Tiba-tiba saja ngantuk serasa menyerangku, aku pun merebahkan badanku dan mulai memejamkan mata.
Saat tengah terlelap, aku terbangun dari suara pintu yang rupanya ada seseorang yang mencoba membuka kamar tidurku dari luar.
Yaah siapa lagi kalau bukan Arini.
Aku biarkan saja dan tak kutanggapi ketukan pintunya, dapat kudengar samar-samar kalau hari ini mengumpat, mungkin Arini mengantuk karena biasanya dia akan masuk ke sini hanya untuk mengusirku tidur di bawah.
Arini selalu begitu sejak dulu jadi pengasuhku, dia akan menyuruhku untuk tidur di bawah beralaskan kasur lantai yang tipis dan Arini akan tidur di kasur empukku ini berlindung di bawah bed cover yang hangat.
Udah jahat memang pengasuh itu, tak ada sedikitpun rasa ibanya kepadaku yang notabene adalah anak dari seseorang yang menggajinya.
"Maaf Ariini, untuk hari ini dan seterusnya Kamu tidak akan bisa menikmati fasilitas Mama dan Papa yang diberikan untukku"monologku dalam hati.
Juga tentang uang saku yang selama ini selalu korupsi oleh Arini akan aku minta langsung kepada mama dan papa.
Dulu aku pernah memintanya secara langsung, tapi orang tuaku lebih percaya kepada hari ini sialan itu.
Tapi saat itu papa dan mama juga berjanji jika saat aku menginjak kelas 1 SMP uang saku itu akan langsung diberikan kepadaku tanpa lewat Arini lagi.
Kulihat layar handphone ku, ternyata dia coba menelpon dan nge-chat aku. ku abaikan saja panggilan dan pesan chat tersebut. handphone sengaja aku pasang dalam mode silent, supaya aku tidak terganggu.
Aku pun melanjutkan tidurku kembali, kalau malam begini tentu Arini tidak berani bertingkah, dan mungkin dia kembali ke kamarnya.
Padahal menurutku, kamar Arini itu termasuk nyaman, hari ini diberikan kasur empuk dan juga bed cover di ruangannya pun ber-ac juga. Tapi tentu tak senyaman kamarku dong.
Malam tadi aku juga sengaja mengganti kunci kamarku, jadi saat aku sekolah nanti hari ini tidak bisa masuk ke kamarku, itu batinku
Pagi sekali aku bangun aku merencanakan ingin berangkat sekolah bareng sama mama dan papa.