Saskia membanting pintu kamarnya dengan keras saat menutup dan melempar tasnya ke tempat tidur dengan sembarangan. Ia kemudian menghempaskan diri di tas tempat tidur dengan helaan napas panjang.
Saskia sangat muak dengan Julia. Sejak kemunculannya, selalu saja ada hal-hal tidak jelas dan aneh terjadi. Terutama ayahnya, Ilham Pamungkas. Ayahnya tiba-tiba menjadi seorang yang penurut pada Julia yang orang asing. Itu masih menjadi teka-teki yang sedang Saskia cari tau.
Namun yang bikin sial adalah, Anggara menjadi b***k Julia. Segala keputusan Anggara selalu ada pengaruh Julia. Termasuk salah satunya adalah mengurus ayah mereka. Anggara memaksa ayahnya ada dalam perawatannya karena ia anak dari istri pertama. Alasan yang konyol, terlebih sebelumnya tak pernah ada masalah ayahnya di rumah siapa.
Dan kini, Julia melalui Anggara memakasakan perjodohan antara dirinya dengan Onel. Saskia yakin ada sesuatu di balik ini semua, tapi ia tak tahu apa. Dari hasil penyelidikannya, Onel bukanlah seorang berpotensi apik. Ia terlalu banyak tercela, bahkan ada rumor jika ayahnya berniat mengeluarkan Onel dari daftar warisan. Lalu apa yang membuat Julia sangat ingin menjodohkan diirnya dengan Onel?
Masih tanda tanya.
Dari pada memikirkan itu, sekarang yang harus ia pikirkan adalah tantangan Julia perihal kekasih lain. Ia punya waktu sampai besok malam untuk membawa pria itu masuk ke dalam rumahnya. Tapi, Saskia tak mengenali pria itu selain nama yang sekali terucap, 'Juan'.
Saskia tak punya data lain perihal Juan. Keduanya bahkan tak saling bertukar nomer kontak. Juan tak meminta kontaknya, dan Saskia juga tak ingin memberikan kontaknya pada Juan yang ia lihat seperti lelaki banyak gaya. Masalahnya ia butuh kontak Juan saat ini.
Saskia bangkit dari rebahan dengan kesal sembari mengacak-acak rambutnya. Dipikir model bagaimanapun, tetap saja sosok Juan sudah lenyap. Kecuali ia gila menunggu dari pagi sampai sosok Juan muncul. Ada kemungkinan kalau Juan tamu dari hotel itu.
"Ya, udahlah. Gak ada pilihan. Besok pagi-pagi ke hotel itu aja. Semoga dia memang tamu di hotel itu. Eh..., kalau dia menginap di hotel itu, berarti dia bukan orang kelas biasa," gumam Saskia.
Saskia mengambil tasnya yang tergeletak di dekatnya dan sontak ia mengernyit dalam. Cepat ia menarik tali tasnya dan mengamati tasnya itu. Tas Saskia adalah tas mahal yang memiliki kunci panjang. Butuh cara tertentu untuk membukanya dan kini tas itu sudah tak terkunci.
Cepat Saskia memeriksa isinya dan yang hilang adalah ponsel mahalnya senilai lima ratus enam puluh delapan milyar.
"Juan...."
Hanya laki-laki itu yang dekat dengannya tadi. Saskia tidak yakin kapan Juan mengambil ponselnya, hanya saja, menyadari tas mahal dengan kunci khususnya itu bisa dijebol tanpa Saskia sadari, sudah menjelaskan bagaiman profesionalnya Juan dalam aksinya.
Kini Saskia memahami bagaimana pria itu bisa di hotel mewah itu. Pasti untuk mengincar orang-orang kaya, agar bisa diambil barang mewahnya.
Saskia tak punya ponsel lain karena ia bukan seorang yang menggunakan barang apa pun lebih dari satu untuk satu kepentingan. Saskia memanggil salah satu asisten rumah tangganya dan meminjam ponsel pintarnya. Saskia menelepon ponselnya sendiri.
***
Juan berdiam di tepi jalan. Duduk tenang di dalam mobilnya yang bagian atasnya sudah diturunkan. Ia sedikit menurunkan sandaran kursinya agar bisa sedikit merebah dan menatap ke langit-langit malam.
Ia hanya diam dengan pikiran kosong. Jemarinya memegang ponsel mahal milik Saskia. Ponsel yang akan menjadi jalannya bertemu dengan Julia. Wanita yang harusnya menjadi seorang yang akan ia jaga meski dirinya hanyalah adik. Wanita yang harusnya lembut hati, menyayangi keluarga. Semua itu tak pernah ada.
Wanita itu justru menghancurkan semua bagai Dewi Durga. Tak ada keselamatan baginya dan ayah ibunya. Bahkan ibunya meninggal karena terpuruk pada dukanya dan ayahnya luntang-luntung menjadi peminum karena penyesalannya yang percaya ramalan.
Selama bertahun-tahun. Juan bertahan untuk dirinya sendiri atas dendam kesumat. Mengabaikan kenyataan kalau ia dan Julia adalah sedarah. Yang ia ingat hanyalah janjinya pada sang ibu, ia akan menyeret Julia pada keadaannya semula.
Ia masih belum punya rencana detailnya. Ia belum memikirkan bagaimananya. Fokusnya selama ini adalah pencarian keberadaan Julia. Ia bahkan tak memikirkan bagaimana nanti kalau bertemu Julia. Karenanya, perasaannya sekarang kosong. Ini seperti ia sudah berlari, tiba-tiba harus berhenti, padahal finish belum ada di depan mata.
Tiba-tiba ponsel Saskia berdering. Juan membaca nama si penelepon, 'P1'. Juan mengernyit mengira-ngira siapa 'P1' dan juga menimbang apakah ia perlu menerimanya.
Juan memilih mendiamkan. Dia memang berhasil mencuri ponsel Saskia dengan kahliannya. Tapi dia tidak akan mencuri kehidupan pribadi Saskia. Dirinya tahu batas.
Sebuah pesan mengambang masuk yang bisa dibaca langsung Juan.
P1: Saya Saskia. Angkat!
Juan tersenyum. Akhirnya wanita itu meneleponnya. 'P1' mungkin sebutan ponsel satunya lagi. Saat ponsel berdering, Juan sengaja memberi jeda dan baru menerima panggilannya.
"Saya pikir kamu gak perlu ponsel ini," ucap Juan langsung.
"b******k! Kapan kamu mencurinya dari saya?" bentak Julia kasar.
"Yang pasti saat kamu lengah. Kenapa? Kamu ingin belajar menjadi pencuri juga?"
"Cuih! Saya gak perlu mencuri untuk sebuah barang paling mewah di dunia ini."
"Hahaha.... Oke. Kalau begitu ponsel ini tidak kamu perlukan bukan. Bye."
"Hai! b*****t! Jangan tutup!"
Juan melipat bibirnya menahan tawa.
"Apa?" tanya Juan pura-pura dingin.
"Kita harus ketemu."
Juan mengernyit. Benar-benar tak menduga ajakan bertemu justru dari pihak Saskia duluan. Tadinya ia banyak berpikir bagaimana bisa membuat mereka bertemu tanpa membuatnya terlihat menggebu.
"Untuk? Untuk ponsel ini yang kamu sanggup membelinya lagi?"
"Untuk itu dan lainnya."
Juan terdiam. Kata 'dan lainnya', menggelitik perasaan Juan. Jantungnya berdegup karena sebuah hal yang ia ambisikan dan harapkan.
"Lainnya?" tanya Juan.
"Kita harus bertemu. Tidak bisa seperti ini."
"Hah! Kamu ingin menangkap saya karena ponsel ini? Kamu ingin menjebak saya? Kamu bilang kamu bisa membeli barang paling mahal sekali pun di dunia ini. Harusnya kehilangan satu ponsel begini, kamu gak perlu ribut menangkap saya."
Sunyi. Juan tidak bisa mengira-ngira gadis itu sedang apa. Tetapi Juan yakin ponsel masih menempel di telinga Saskia karena ia masih mendengar napas Saskia meski samar.
"Saya bisa membelikanmu ponsel serupa jika kamu mau. Dan, ya saya mau ponsel itu kembali karena ponsel itu hadiah dari Papa."
Historis, batin Juan. Cukup mengharukan, tapi Juan enggan menjelaskan kalau dia sebenarnya tak perduli karena dirinya sedari awal tak berniat menjadikan barang yang ia curi sebagai konsumsi diri sendiri.
"Jadi, lainnya itu apa?"
"Tidak bisa dibicarakan di telepon. Saya gak berminat menangkapmu atau apalah. Tapi, kita memang perlu bicara."
"Setidaknya beri saya petunjuk, apa itu?"
"Ini tentang yang tadi siang terjadi."
***