Tak Jadi Melamar

1434 Words
Para tamu undangan yang adalah kerabat dan relasi dekat, sudah berdatangan dengan wajah-wajah ceria mereka. Menyalami, mencium pipi kiri dan kanan dengan akrab, dan mengucapkan selamat ulang tahun untuk Soraya yang terdengar sangat tulus. Beberapa menanyakan keadaan Pamungkas dan kemudian mendoakan pula yang terbaik bagi Pamungkas juga bagi Soraya yang berulang tahun. Semua tampak akrab, saling kenal, dan kemudian saling bercakap-cakap. Beberapa yang membawa anak kecil, membebaskan putra putri kecil mereka berlarian dan mencomot makanan apa saja, meski acaranya belum benar-benar dimulai. Sudah lima belas menit berlalu dari jam yang sudah dijadwalkan pada undangan online. Tak ada yang benar-benar menyadarinya, karena sebagian besar tamu undangan adalah mereka yang jarang bertemu di acara santai, jadi acara ulang tahun Soraya menjadi ajang bagi sebagiannya untuk saling bercengkerama membicarakan banyak hal. Namun, Soraya, Saskia, dan Juan mulai agak bingung. Penanggung jawab acara adalah Julia dan orang-orangnya, tetapi Julia bahkan terlihat membaur dengan sangat santai bersama Anggara. Band dan penyanyi masih melantunkan lagu-lagu gembira, tetapi pembawa acara belum juga mengumumkan kapan acara inti dimulai. Saskia yang tidak betah, berdiri dari duduknya. Namun sebelum Saskia benar-benar berdiri, Soraya menahannya dengan memegang jemari Saskia yang masih di atas meja. "Mau ke mana kamu?" tanya lirih Soraya. "Mau tanya Julia, ini mau mulai jam berapa?" "Tunggu dulu sebentar lagi." "Keburu kemalaman, Ma." "Tunggulah sepuluh menit lagi." "Gak bisa, Ma. Itu udah kemalaman buat anak-anak yang lebih kecil." "Saskia benar, Tante. Ada banyak anak kecil yang datang, kalau gak disegerakan, kasihan mereka." Juan menyela bukan tanpa alasan. Rencana awal harus segera dimulai. Dirinya yakin jika Robi dan lainnya sudah melakukan sesuatu, maka gilirannya melakukan rencana selanjutnya. Waktunya tak banyak karena Robi pasti tidak akan bisa mengatasi kericuhan lebih lama. Soraya menghela napas dan melihat beberapa anak kecil yang dibawa oleh koleganya sebagai cucu-cucu mereka. Ia juga kemudian melihat ke arah Julia yang masih asyik bicara di dekat kolam renang bersama Anggara dan beberapa lainnya. "Jangan sampai ribut, ya." Soraya wanti-wanti dengan perasaan was-was. Kalau sedang emosi begini, Saskia bisa lebih sewot. "Saya akan temani Saskia, Tan," ucap Juan. Soraya tersenyum lega. Ia merasa lebih tenang jika Juan mendampingi Saskia. Saskia dan Juan bersisian berjalan mendekati Julia. Akan tetapi, tiba-tiba Saskia menggandeng lengan Juan dan Saskia merubah haluannya tak lagi mendekati Julia. Melainkan langsung ke panggung, berbicara langsung dengan pembawa acara sekaligus penanggung jawab acara. Si pembawa acara terlihat bingung. Tubuhnya yang gembul, bergerak-gerak tidak nyaman dan kepala botaknya mulai berkeringat ketika Saskia terus menekannya. Kedua bola mata si pembawa cara bergerak-gerak dan Juan yakin sedang mencari-cari sosok Julia karena yang Julialah yang menghubunginya. "Kalau kamu gak bisa, biar saya aja. Kan saya putrinya sekaligus yang punya acara sekaligus ini rumah saya," ucap arogan Saskia yang otomatis membuat keok si pembawa acara. "Baik, Mbak. Akan saya mulaikan. Tapi kalau...." "Kalau ada apa-apa, semua kerugian atau tuntutan alihkan ke saya. Siapa saya, nanti kita bisa bicara," pungkas Juan sebagai putusan final, bahwa tak ada yang perlu diragukan lagi bagi siapa pun. Si pembawa acara terlihat lebih santai. Ia bisa melihat bagaimana dua orang di hadapannya ini memiliki kuasa melebihi Julia. Dengan alat komunikasi HT mini, ia berkoordinasi dengan pihak dapur perihal kue ulang tahun dan segala t***k bengeknya. Saskia dan Juan kembali ke meja meraka dibarengi tatapan khawatir Soraya. Meskipun Soraya tidak tahu apa yang keduanya rencanakan, tetapi melihat Juan dan Saskia menuju ke panggung, perasaan Soraya jadi tidak enak. Berulang kali ia melihat ke arah Julia, memastikan menantunya itu tak mengalihkan pandangan ke panggung. Ia tak ingin ada keributan. Baru juga Saskia dan Juan sampai, pembawa acara sudah mengumumkan perihal acara malam ini. Kemeriahan dibarengi keriuhan langsung membahana ketika ucapan ulang tahun terlontar dari bibir si pembawa acara yang berlanjut lagu ucapan selamat ulang tahun. Saskia dan Juan bisa melihat bagaimana Julia marah dan mendekati mereka dengan tergesa. Tetapi Saskia dan Juan yang sudah berdiri di sisi kiri kanan Soraya, sudah melangkah menuju panggung. Para tamu segera memberi jalan. Mereka ikut menyanyikan lagu ulang tahun dan tepuk tangan mengikuti nada. Julia tak bisa berbuat apa-apa selain kemudian melangkah di belakang Soraya, Saskia, dan Juan. Sedangkan Anggara yang merasa tidak ada yang salah, hanya senyam-senyum di sisi Julia. Dalam hati Julia sudah bertumpuk amarah. Ia tak punya kesempatan untuk memperbaiki situasi. Kembali ia kalah cepat dari Juan. Menggerutu unutk Onel. Belum sampai di panggung, Julia merasakan getaran dari ponsel di tangannya. Ia membaca nama si penelepon dan jantungnya langsung berdebam. Julia langsung menyingkir, mengabaikan suaminya yang bingung akan ke mana istrinya. Anggara tak menyusul karena ia tak mau terlihat tidak sopan. Julia menjauh dan sangat menjauh. Ia berdiri sedikit ke pojok kolam renang, di dekat lampu taman. Dan baru menerima panggilan teleponnya. "Apa! Apa yang sudah terjadi? Kenapa dia belum datang?" bentak Julia dengan suara ditahan sekuat tenaga agar tak menjadi teriakan. "Anu..., nggg...." Suara seorang pria di seberang telepon terdengar ragu. Julia mengernyit saat mendengar suara sirine. Ia tidak yakin itu bunyi sirine apa. Hanya saja bunyinya begitu khas dengan polisi atau ambulan rumah sakit. "Bunyi apa itu? Kalian di mana?" bentak gusar Julia yang menggerak-gerakkan kakinya. Suara riuh semakin menjadi di tengah taman dan lagu ulang tahun yang tadinya dinyanyikan sama-sama sudah tak ada lagi. "Si rumah sakit, Bu." "Apa?! Rumah sakit?!" Julia memekik sedikit lebih keras. Ia sepertinya tak peduli jika ada yang mendengar atau sangat yakin tak ada yang mendengar karena semua orang sudah memusatkan perhatian ke panggung. "Target dan keluarganya masuk rumah sakit." "Ha?! Onel masuk rumah sakit? Kok, bisa?" Julia sudah tak bisa menahan diri. Ia gugup. Ia mulai mondar-mandir, membentuk lingkaran kecil. "Kesalahan teknis, Bu." "Kesalahan teknis? Kesalahan teknis bagaimana? Terus Onel sama keluarganya bagaimana?" "Sepertinya..., nggg..., Ibu lihat sendiri saja." "Memangnya kalian kerjanya bagaimana, hah? Saya kan cuma minta lakukan hal kecil. Hanya menyerempet saja. Kenapa jadinya ke rumah sakit segala? Kalian gu0bl0k atau bagaimana?" "Maaf, Bu." "Maaf, maaf, gundulmu!" Julia terdiam menatap ke arah kerumunan orang yang kini justru bertepuk tangan. Ia menggeram sembari mengepalkan tangan kuat. Perasaannta mengatakan kalau sesuatu terkait Saskia dan Juan sedang berlangsung di sana. "Rumah sakit mana?" Si pria menyebutkan nama rumah sakit ternama dan Julia langsung mematikan ponselnya. Langkahnya lebar mendekati kerumunan. Entah tepat waktunya atau bahkan sudah terlambat, yang jelas Julia harus menghentikan pestanya. Di tempat tersembunyi. Di balik rimbunnya tatanan tanaman perdu, di mana ada meja dan kursi taman dari batu khusus, Hartono duduk dengan wajah kaku. Ia belum pulang karena Soraya memintanya tetap di tinggal, untuk membantu beres-beres setelah acara usai. Hartono mendengar semua ucapan Julia karena posisinya sangat dekat dan hanya dibatasi oleh tetumbuhan. Ia memahami sesuatu terjadi. Julia merencanakan sesuatu terkait seseorang bernama Onel. Hartono merabai sakunya dan mengeluarkan jarum suntik yang masih ada isi cairan zat tertentu. "Sejauh kamu melangkah Julia...." *** Setelah doa juga pengharapan dipanjatkan, setelah lilin ditipu yang langsung disambut keriuhan tepuk tangan dan sorak sorai memberikan ucapan selamat untuk Soraya yang dibarengi pengharapan agar Soraya memiliki umur panjang serta kebahagiaan sepanjang waktu. Soraya yang tadinya berselimut kekhawatiran akan reaksi Julia, seketika perasaan itu menguap, terisi dengan kebahagiaan. Wajah-wajah bahagia yang mengelilingi Soraya, membuat wanita berumur ini  menjadi b*******h lagi. Ia mensyukuri segala nikmat ia dapat di hari ulang tahunnya. Meski begitu, tetap terselip perasaan sendu karena suami tercinta masih sakit. Ia meminta yang hadir untuk menemaninya berdoa untuk kebaikan suaminya. Setelah Soraya merasa selesai dengan tiupan lilin, panjatan doa, selanjutnya adalah memotong kue. Potongan pertama ia berikan pada Anggara. Sempat Soraya bertanya lirih akan Julia, tetapi Anggara hanya mengedikkan bahu. Potongan kedua diberikan pada Saskia. Juan mendapat bagian berikutnya. Juan melirik Saskia. Rencana selanjutnya harus dilakukan. Pengukuhan hubungan keduanya di depan banyak orang. Ini dilakukan agar bebas dari intimidasi Julia atas hubungan Saskia dan Onel. Seseorang menyerahkan kotak perhiasan yang dibungkus kain beledru warna ungu dan ada semacam ornamen khusus di bagian atas yang terbuat dari lempengan emas, pada Juan. Dengan microphone di tangan kiri, Juan mulai beraksi. "Tante Soraya. Selamat ulang tahun. Panjang umur selalu. Sehat selalu. Dilimpahkan banyak rejeki. Dan apa pun yang Tante harapkan malam ini, segera terkabul dan menjadi kenyataan." Juan dengan senyum lebar, menyodorkan kotak perhiasan pada Soraya. "Ini adalah kado kecil dari saya dan Saskia. Semoga Tante berkenan menerima ini." Sorak sorai berlanngsung. Sebagiannya bertanya-tanya dengan antusias siapa Juan. Sebagiannya lagi mulai membandingkan sosok Juan dengan sosok Onel yang mereka kenal. Soraya sendiri tersenyum semakin lebar, apalagi setelah membuka isinya dan mendapati seperangkat perhiasan dengan berlian yang dipastikan sangat mahal. "Di kesempatan ini, saya juga ingin menyampaikan niat saya, untuk...." "Saskia!" Teriakan Julia menghentikan apa yang akan disampaikan Juan. Semua memandang ke arah Julia yang panik maju mendekat. Orang-orang memberikan jalan bagi Julia sekaligus bertanya-tanya apa yang terjadi. "Saskia! Tunanganmu Onel kecelakaan!" ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD