"Future, ada apa?" tanya Alan.
Percayalah, Alan menekan kuat-kuat rasa kesal dan jengkelnya. Tidak sepenuhnya salah Future juga kan. Toh, memang Alan yang sepenuhnya lupa.
Well, Alan mengakui kesalahannya. Dari pada misuh-misuh tidak jelas, lelaki itu lebih memilih menarik napas panjang untuk melegakan diri sejenak.
"Aku hanya melihat lampu kamarmu masih menyala, George. Makanya aku menghampirimu." Future berkata.
Alan menjengkitkan satu alisnya.
"Terus, kenapa kau masih di sini. Ada apa?"
"Tidak ada, hanya ingin melihat saja, George."
"Ck, bisa tidak jangan memanggilku George? Panggil aku Alan." Dengan tegas Alan berucap.
"Tapi namamu adalah George."
"Ada Alannya juga, Future. Jadi, panggil aku dengan sebutan Alan."
Untuk beberapa saat, baik Future maupun Alan keduanya sama-sama terdiam.
"Alan, diambil dari nama tengahmu. Baiklah, George. Mulai sekarang aku akan memanggilmu dengan nama Alan. Dan bukan George," sahut Future.
Nadanya yang kaku dan bentuk vokal berat, sangat percis seperti sebuah robot sebagaimana umumnya. Dan Alan percaya itu.
Namun, pada beberapa pengucapan atau bahkan hampir di seluruh kalimatnya, terasa seperti manusia sungguhan. Ya, terdengar berat tapi seperti suara yang bukan dihasilkan dari komputer atau apa pun itu.
Benar-benar nyata seperti suara manusia pada umumnya.
Alan menggeleng-gelengkan kepalanya. Menjernihkan kembali pikirannya yang kusut karena Future.
Mendadak ia merasa lapar. Setelah nyaris terkena serangan jantung karena ulah Future, Alan sekarang justru merasa sangat lapar. Perutnya pun bunyi keroncongan.
"Ck, oke-oke terserah kau saja. Pokoknya ingat! Alan. Panggil aku dengan nama Alan. Kau mengerti?" Sekali lagi, tegas Alan.
Manusia robot itu pun mengangguk paham.
Ngomong-ngomong, sampai detik ini Alan masih memahami Future adalah manusia robot. Ya, ia percaya kalau gadis ini sungguhan robot tapi, pada beberapa alasan yang sulit dijelaskan Apan juga meyakini Future masihlan manusia.
Tak mau ambil pusing dengan hal itu. Biarlah waktu dan keadaan yang akan menjawab nantinya.
Alan pun memalingkan wajahnya beberapa saat, kemudian kembali menjatuhkan atensinya pada sosok Future di hadapannya.
"Ekhem!"
Mendadak suasana di antara mereka pun berubah canggung. Untuk mengusir kejenuhan tersebut, Alan pun berdegam keras. Nyaris seperti gertakan.
"Sepertinya dayamu masih penuh ya?" Kalimat Alan yang lebih terdengar seperti pernyataan dari pada pertanyaan.
Ya, basa-basi.
Begitulah manusia kalau sudah terjebak situasi awakward. Kalau tidak bicara asal ya pasti demikian. Gelagatnya pun sangat ganjil.
"Iya Alan, dayaku masih banyak. Apa kau membutuhkan sesuatu? Aku bisa mengerjakan semua perintah yang kau inginkan," jawab Future.
Ting!
Seketika ide brilliant muncul di benak Alan. Pria berusia 22 tahun itu pun cepat-cepat memasang senyum tipisnya.
"Kau yakin?"
Well, ini akan menjadi yang pertama kali Alan memerintah Future kan?
Hitung-hitung sebagai uji coba.
"Tentu saja, Alan. Kau tidak perlu khawatir mengenaiku. Aku ini the future, robot super cerdas yang datang dari masa depan."
"Hmm ... begitu ya."
Di tempatnya, Alan manggut-manggut tak banyak bicara.
Yap, pasti akan sangat mengesankan kalau robot aneh semacam Future ini bisa melakukan semua yang ia perintahkan. Apalagi juga turut membantunya dalam masalah dapur. Masak, mencuci piring, dan berbelanja misalnya.
Seulas senyum manis singgah di bibir merah tanpa lipstik milik Alan. Lelaki yang tak pernah menyentuh nikotin sedikit pun itu semakin menarik panjang lekukkan bibirnya.
Dalam hati berkata, "Good job!" Dengan semangat yang membara.
Ya, Alan sudah berekspetasi sejauh itu.
"Lalu, apa yang bisa kukerjakan untukmu Alan?"
"Berbelanja," jawab Alan cepat.
Langkah pertama, mari mengajari Future belanja terlebih dahulu. Sekaligus melatihnya berbaur dengan manusia lain.
"Kau bisa membaca kan?"
Pertanyaan yang kurang tepat. Oh Alan, yang ada di hadapanmu saat ini bahkan memiliki IQ di atas rata-rata. Kecerdasannya nyaris atau mungkin bahkan melebihi mesin pencarian di internet.
Demi apa, hanya itu yang ia pertanyakan?
"Bisa. Kau ingin aku membaca apa Alan?"
"Bagus! Bagus sekali."
Senyum Alan pun berubah menjadi seruan semangat empat lima.
"Sebentar!"
Lantas, ia menyambar sebuah buku dan pulpen di atas meja belajarnya. Sebelah tangannya sibuk menari-nari di atas kertas tersebut. Melakukan kolaborasi dengan pena dan menghasilkan deretan kata-kata juga kalimat yang panjang.
Sret!
Draaaap ...
Sreeek!
"Semua yang ada di sini, belanjakan di mini market. Karena kau bisa membaca jadi, baca semuanya yang temukan semua bahan-bahan yang tertulis di sana." Kalimatnya, Alan ucapkan dalam satu tarikan napas. Tidak terlalu banyak jeda yang ia buat.
"Kau bisa kan? Oh! Seharusnya bisalah. Iya, kau kan robot paling pintar sebumi ini. Jadi, pasti bisa. Sangat bisa! Iya kan?"
Ia yang bertanya, ia pula yang menjawab. Itulah Alan George Ferdian. Mahasiswa IT yang menjadi pemeran utama di cerita ini. Bersama dengan Future yang akan menemani Alan.
"Kenapa dicatat, Alan?" Pertanyaan Future yang membuat Alan menjengkitkan satu alisnya.
"Maksudmu?"
Tentu saja untuk list belanjaan yang harus dibelilah. Memangnya apa lagi?
Mari mengabsen apa-apa saja yang Alan tulis. Sekalian lelaki itu juga ingin menanyakan lagi beberapa hal.
Ini kali pertama Future berbaur dengan manusia lain, selain dirinya. Jadi ada baiknya untuk berjaga-jaga kan.
Walau sebenarnya Alan ingin menemani. Bukan karena apa-apa. Alasannya hanya satu, sebab ia ragu.
Oke, kembali ke daftar belanjaan yang Alan buat.
Pertama, dan yang paling atas Alan tulis adalah.
1. Daging
Karena Alan termasuk manusia pecinta daging merah.
2. Buah (Apel hijau, semangka, anggur, jeruk, dan pepaya)
3. Sayuran hihau dan tomat
4. Bawang bombay, paprika, cabai keriting, cabai rawit hijau
5. Tofu dan tempe
6. Seafood (udang, cumi-cumi, tuna)
7. Makanan ringan
8. Minuman soda, dan s**u fermentasi
9. Freeze food
10. Berbagai macam roti gandum (rendah lemak dan protein)
11. Dan seterusnya hingga berakhir pada angka 26.
Yang isinya tentu saja serba perlengkapan dapur.
Makanan, minuman, dan bahan masak.
"Nah ini, sekarang pergilah dan bawa kembali semua yang ada di tulisan itu ke rumah. Aku sudah mengaktifkan gpsmu, jadi kau tidak akan tersesat."
"Aku tidak bisa tersesat Alan, aku ini robot genius," sanggah Future.
"Ya ya, terserahmu sajalah." Alan memutar bola mata malas. Pikirnya, pede sekali gadis ini.
"Kau juga tidak perlu repot-repot menulis ini semua, Alan. Cukup katakan saja apa yang kau inginkan. Aku bisa mengingatnya dengan baik dan benar."
"Oh ya?"
"Iya Alan."
"Apa kau memiliki sensor sejenis rekaman suara. Sehingga kau dapat merekan semua perkataan dan memutarkannya saat ditanyai?"
"Bukan Alan, daya ingatku tinggi. Jadi kau tidak perlu khawatir. Aku dilengkapi dengan memory internal berkapasitas besar, daya ingatku juga sangat bagus," sahut Future.
Wow!
Di tempatnya, Alan berdecak kagum. Benar-benar makhluk genius yang sesungguhnya.
Alan jadi semakin penasaran bagaimana silsilah sesungguhnya kemunculan Future. Dan siapa pula manusia luar biasa yang sudah menciptakan Future?
Pasti dia adalah manusia yang sangat-sangat hebat.
"Baiklah, sudah sana pergi. Setelah itu aku akan mengajarimu memasak," ucap Alan.
"Baik, Alan. Sampai bertemu lagi."
Brak!
Lantas Future pun sungguhan pergi dari sana. Setelah menerima sebuah kartu dari Alan yang katanya untuk bertransaksi.
Alan bilang, "Kalau kasirnya meminta sejumlah bayaran, berikan saja kartu ini padanya. Lalu, ambul kembali setelah ia selesai menggunakannya."
Begitulah. Kemudian Future pun langsung pergi menuju mini market terdekat. Dan kertas yang berisi catatan daftar belanjaan Alan pun tak Future bawa.
***
"Terima kasih Kak ..." ucap seorang kasir setelah Future berhasil mengumpulkan semua belanjaan yang Alan inginkan. Transaksi pun sudah selesai, Future akan segera kembali ke rumah.
"Alan pasti sudah menunggu," katanya.
Dua buah kantong kresek putih di sisi kanan tangannya yang ia jinjing. Sementara di sisi kiri terdapat sebuah paper bag cokelat yang cukup besar.
"Alan bilang akan mengajariku memasak, aku harus cepat," katanya lagi.
Namun, saat itu ...
***