Yogyakarta
“Ja-jadi maksudnya apa semua ini! Dia tidak datang ... di-dia membatalkan pernikahan ini!” seru wanita yang sudah tampak cantik dengan kebaya berwarna putih dipadu kain batik. Tubuhnya terasa limbung, kepalanya tiba-tiba seperti berputar.
Beberapa saudara yang hadir langsung memegang tubuh pengantin itu yang mulai tak sadarkan diri. Sementara ibu calon pengantin wanita pun menangis sesegukan dalam pelukan adiknya.
**
Keesokan hari ...
Sejak pagi bumi sudah dibasahi oleh rintikan hujan yang semakin lebat, sama seperti seorang gadis yang sedari pagi kedua netranya mengeluarkan air mata tak henti-hentinya. Hatinya sangat hancur berkeping-keping, namun tidak hanya dirinya saja yang menangis namun ibunya yang seorang janda juga meratapi nasib anak gadisnya.
Tenda yang masih berdiri kokoh di depan rumahnya sekarang sudah mulai dirombak oleh sang pemilik sewa tenda. Begitu pula dengan pelaminan yang sudah didekorasi secantik mungkin turut dibongkar, namun sayangnya pelaminan itu belum dipakai oleh sang calon pengantin.
Pernikahan yang sudah dirancang dengan rapinya, dan seharusnya terlaksanakan kemarin, ternyata gagal total. Saudara sang calon pengantin pria mendadak datang untuk membatalkan acara pernikahan tersebut tanpa penjelasan apapun, dan meninggalkan cek sebesar 50 juta sebagai ganti rugi persiapan pernikahan.
Sakitkah! Sungguh sangat menyakitkan hati, siapa yang tidak sakit ketika pernikahan dengan pria yang dia cinta dan yang diimpikannya gagal total di hari H-nya, mana bukti omongan calon suami gadis itu yang katanya sangat mencintainya, dan menginginkan dia menjadi istrinya. Itu semua hanya omong kosong belaka!
Apalagi semua undangan sudah hadir termasuk penghulunya, ini bukan lagi ceritanya sakit hati tapi malu yang di tanggung oleh keluarga calon mempelai wanita, dan untung saja para tetangga saling bahu membahu mengatasi pembatalan acara tersebut ke para tamu yang mulai berdatangan.
Gadis yang memiliki iris mata hazelbrown masih menatap tenda yang sudah dirobohkan melalui jendela kamarnya, dan tak lama pintu kamarnya pun terketuk.
“Arumi, boleh aku masuk?” tanya seseorang dari luar kamarnya.
“Masuk,” jawab Arumi tanpa menoleh ke arah pintu.
Bunyilah kenop pintu itu, dan masuklah gadis yang seusia Arumi, dia biasa dipanggil Darra. Gadis itu membawa nampan di kedua tangannya, lalu nampan tersebut diletakkannya di atas nakas.
“Arumi, aku bawakan makanan buat kamu, makan dulu ya. Dari malam kamu belum makan,” pinta Darra, sembari mendekati sepupunya yang masih berdiri di depan jendela kamarnya. Gadis itu menyentuh bahu sepupunya, lalu Arumi pun menolehkan kepalanya.
“Aku belum lapar, Darra,” jawab tolak Arumi dengan kedua matanya yang sembab, dan masih menitikkan air mata.
Darra mengusap lengan Arumi dengan lembut dan menatap hangat saudaranya itu. “Bersedih itu juga butuh asupan makan Arumi. Kamu boleh bersedih tapi ingat ada tubuh yang tidak boleh kamu dzolimi, tubuh ini tidak bersalah dan sepatutnya kita harus menjaganya dengan baik,” tutur Darra dengan lembutnya.
Gadis yang baru menginjak usia 20 tahun akhirnya mau menuruti permintaan saudara sepupunya, dan mengikutinya duduk di tepi ranjang.
Darra bergegas mengambil nampan yang dia bawa dan memberikannya ke Arumi. Sebenarnya Arumi sedang kehilangan nafsu makannya, namun berhubung Darra memaksanya, dengan terpaksa dia memakan makanan sesuap demi sesuap.
Sambil makan, Arumi masih saja menitikkan air matanya, Darra yang ada di sampingnya mengusap lembut punggung gadis itu.
“Darra, aku minta maaf jika kemarin-kemarin aku sempat memarahimu, dan tidak percaya dengan kata-katamu,” ucap Arumi saat sudah selesai menjelang makan yang ada dimulutnya.
“Iya, aku juga memaklumi kalau kamu tidak percaya dengan kata-kata ku,” jawab Darra dengan tatapan ibanya.
Abyan Athar, pria dewasa yang baru dikenal oleh Arumi 6 bulan yang lalu. Pria dewasa yang begitu tampan, perawakan tubuhnya tinggi dan gagah. Siapa pun yang mengenalnya pasti akan jatuh hati, termasuk Arumi gadis polos, yang belum pernah mengenal cinta. Mereka berdua bertemu tidak sengaja saat gadis itu hampir diserempet oleh mobil yang dikendarai oleh Abyan.
Sebagai pengemudi mobil, pria dewasa itu bertanggung jawab membawa Arumi ke rumah sakit walau sebenarnya tidak ada luka yang parah. Dan sejak itulah mereka intens bertemu, hingga akhirnya Abyan melamar Arumi, menyatakan serius untuk berubah tangga dengannya, hal itu disambut oleh ibunya Arumi dan Arumi sendiri. Siapa sih yang tidak mau punya suami setampan, mapan seperti Abyan walau usianya sudah memasuki 30 tahun saat ini.
Darra sebagai saudara Arumi, sering mengingatkan mana ada orang kaya mau dengan orang yang tidak terlalu kaya karena latar belakang keluarga Arumi hanyalah hidup dengan seorang ibu yang bekerja sebagai aparatur sipil negara. Jadi Darra tidak yakin jika Abyan mencintai Arumi, apalagi Abyan bukan orang yang tinggal di kota yang sama dengan mereka. Apalagi Darra pernah melihat Abyan jalan berduaan di salah satu mall, dengan sengaja dia mengikuti calon suami saudaranya dan mengambil beberapa foto dengan adegan mesra.
Begitulah orang kalau sudah jatuh cinta, setiap kebenaran yang ada pasti tidak akan menerimanya, dan semuanya dianggap kebohongan.
“Sekarang kamu harus belajar ikhlas dan menerima segalanya, jalanmu masih panjang. Kejadian kemarin bisa kamu ambil hikmahnya, mungkin Kak Abyan bukan jodoh yang terbaik buatmu.”
Tangan kanan Arumi mengusap air mata yang kembali jatuh, dan berusaha menekan perasaannya kembali. Ya benar yang dikatakan oleh Darra dia harus mengambil hikmah dari kejadian kemarin, belajar untuk tidak mudah jatuh cinta pada lawan jenis.
Namun di balik kejadian yang menimpa dirinya, dia juga kembali teringat dengan kejadian ibunya kenapa bisa bercerai dari ayahnya saat dia masih berusia 10 tahun, itu terjadi karena pengkhianatan sang ayah yang menghadirkan wanita lain di dalam rumah tangganya. Ternyata sakit yang pernah didera oleh ibunya, sekarang dia merasakannya.
Di balik tangisnya, sudut bibirnya ke tarik ke atas ada senyum pilu ketika mengingat foto yang dikirim oleh Darra, foto Abyan dengan seorang wanita cantik.
“Selama ini ternyata aku hanya dipermainkan saja,” ucap Arumi dengan lirihnya.
“Sabar dan ikhlas, jangan di ingat kembali, bersedih boleh saja tapi jangan lama-lama,” imbuh Darra, sembari meraih piring yang ada di pangkuan Arumi.
Arumi menghela napas panjangnya, lalu menerima segelas air putih dari tangan Darra, lalu dia meneguk hingga tandas seakan dirinya sedang kehausan.
**
Malam hari ...
Hujan yang sejak pagi turun ke bumi, sudah tidak terdengar lagi suara rintikannya. Arumi yang seharian mengurung dirinya di kamar akhirnya mau keluar dari kamar.
Gadis yang memiliki wajah seperti ibunya yang keturunan Sumatra Barat dan Belanda, menghampiri ibunya yang kebetulan sedang duduk di ruang tengah dengan Omnya.
“Bu,” sapa Arumi.
Bu Iris menoleh dan menatap sendu ke anak satu-satunya. Arumi pun menjatuhkan bokongnya duduk di samping ibunya.
Wanita paruh baya itu membelai rambut coklat anaknya. “Bu, aku minta maaf,” ucap Arumi dengan suaranya yang bergetar.
Bu Iris tersenyum getir lalu memeluk Arumi.
“Semuanya sudah terjadi Arumi, dan kita harus sama-sama bisa menghadapi nya,” imbuh Bu Iris berusaha menguatkan dirinya sendiri serta mental anaknya.
Menjadi single parent tidaklah mudah, mendidik dan membesarkan anak seorang diri, apalagi sang ayah semenjak bercerai sudah tidak pernah menemui anaknya. Sebenarnya Arumi saat bertemu dengan Abyan, merasa mendapatkan kehangatan seorang ayah yang telah lama tidak dia rasakan, hingga akhirnya dirinya terkena dengan tipu muslihat.
bersambung ...