Love|Part.9

1665 Words
Ketika seseorang melakukan perselingkuhan dan mengaku khilaf, maka itu adalah kebohongan. Sebab setiap orang yang selingkuh memiliki niat dan sadar terhadap apa yang di lakukan nya. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Kalina memasuki apartemen dengan perasaan senang entah lah seperti seorang gadis yang baru diantar kekasih nya. Entah mengapa ia seperti bahagia bisa menghabiskan waktu bersama atasannya meskipun hanya sebentar. Dan itu hanyalah sebuah kebetulan saja bukan? Mereka keluar bersama karena memang sedang menghadiri acara perayaan klien mereka. Dan kebetulan juga istri bosnya memang tidak bisa hadir. Mengakibatkan Kalina yang harus menggantikan posisi istrinya, bukankah itu juga tugas sekertaris? Sepertinya juga begitu. Ia masuk berjalan di lorong apartemen lalu masuk saat tiba di unit Kayra, saat berjalan masuk ia dikagetkan Kayra yang sedang menunggunya. "Cieee, yang lagi bahagia." "Apaan sih, biasa aja kali." "Bilang aja seneng di ajak keluar bareng bos ganteng?" "Kenapa mesti seneng sih Kay, lagian juga ini karena kerjaan." "Terus kalau bukan karena kerjaan mau gak diajakin bos pergi?" "Jangan ngaco deh, laki orang juga." "Iya juga sih." "Dah lah aku capek." Kalina pergi berlalu meninggalkan Kayra yang masih berdiam diri lalu berlari mengejar Kalina masuk kedalam kamarnya. Hari ini adalah weekend Kalina dan Jihan sudah memiliki janji akan bertemu menghabiskan waktu bersama di akhir pekan ia sudah memberikan lokasi apartemen kepada Jihan agar datang menemui Kalina, tepat pukul sepuluh pagi Jihan menghubungi Kalina karena sudah tiba di apartemen yang Kayra tempati ia meminta Kalina turun untuk menjemputnya. Terlihat dari arah pintu lift Kalina sudah keluar dengan setelan kasual nya. "Lama ya??" tanya Kalina memandang kearah temannya yang duduk di lobi apartemen. "Lumayan lah." "Sorry, Aku tadi lagi mandi jadi agak lama dikit, maaf." "Its oke, gak masalah aku sabar kok orangnya." "Dah lah, yuk naik, Kayra uda nunggu loh." "Oh ya, jadi gak sabar deh kenalan sama temen kamu." jawab Jihan dengan tertawa menuntun temannya berjalan masuk menuju apartemennya. Sampai di apartemen Jihan dan Kayra berkenalan dengan antusias benar ucapan Kalina bahwa temannya benar benar cocok bertemu Kayra yang super bawel. keduanya membuat apartemen itu menjadi rame seketika akrab dengan cepat. Saat mereka disibukkan dengan tontonan dan cemilan ditangan masing masing suara password apartemen yang di tekan menandakan seseorang yang sudah pasti tahu dan dekat dengan Kalina dan Kayra pasti antara kedua pria beda usia kalau tidak Kaizan pasti Abian. Dan saat pintu terbuka ketiga gadis itu menoleh menunjukkan Kaizan yang menenteng beberapa bungkusan yang sepertinya berisi makanan. Kaizan menggunakan setelan santai kaos hitam polos serta jins, demi apapun diantara ketiga gadis itu satu diantara nya masih melongo tak mengerti menjatuhkan keripik kentangnya uang seharusnya masuk kedalam mulut. "Kakak kok tumben banget kemari?" membuat Jihan yang masih melongo itu menoleh seketika ke arah Kayra. "Kakak," ucap Jihan lebih seperti bisikan. "Oh iya Kak, kenalin ini Jihan temen Kalina di kantor, tapi kalau ini temen Kalina dikantor berarti Kakak tau dong dia siapa?" tanya Kayra menatap kakaknya yang tengah melihat kearah gadis manis yang terdiam melongo ke arahnya. "Kakak tidak begitu tanda, kamu pasti mengenal aku kan?" Jihan hanya mengangguk bodoh ia masih merasa bingung kenapa Kaizan ada disini dan Kayra memanggilnya dengan sebutan kakak, oh my God mungkin kah Kaizan itu adalah kakak kandung Kayra, ia melirik Kalina yang santai dengan cemilannya sambil menonton dramanya dengan serius, sementara Kayra. "Kakak bawa apaan nih?" "Makanan, lihat aja." "Baik banget sih Kakak aku sayang, tau aja adiknya suka beginian." ucap Kayra sambil membongkar jajanan yang Kaizan bawa. "Lin, gue gak salah liat nih Pak Kai ada disini." bisik Jihan kepada Kalina. "Enggak, kenapa?" "Kok bisa?" pekik Jihan dengan suara tertahan karena Kaizan sedang duduk di sofa atas mereka, sedangkan mereka memilih lesehan di karpet bulu yang mereka gelar didepan tv. "Ya bisa lah, Kayra kan adiknya Kak Kaizan." ucap Kalina dengan intonasi suara yang biasa membuat empunya menoleh. Sedangkan Jihan sudah malu dihadapan Kaizan yang memandang kearah mereka berdua. "Hayoo, lagi ngomongin Kakak ya?" "Demi apapun ganteng banget calon suami." gumam Jihan yang masih bisa terdengar Kalina yang langsung melotot melihat Jihan yang tersenyum malu malu. "Lo naksir sama Kak Kai?" tanya Kalina terang terangan demi apapun kenapa Kalina sepolos ini Jihan merasa malu ingin menyembunyikan wajah nya mendengar ucapan Kalina "Loe ngomong apa sih Lin?" Jihan sudah menunduk malu malu. "Uppss, sorry." Kalina terkekeh menutup mulutnya. "Maaf Pak, kenalkan saya Jihan dari devisi keuangan." ucap Jihan dengan nada malu malu. "Ya, sepertinya aku gak perlu ngenalin diri lagi ya, kamu sudah tahu kan?" "Iya Pak, gak perlu dikenalin lagi kok, kalau udah jodoh juga gak kemana?" ucap Jihan yang sambil tersenyum kearah Kaizan yang terkekeh mendengar ucapan Jihan. "Dihh, modusin kakak gue loe ya?" ucap Kayra membawa minuman dingin di nampan dari arah dapur. "Namanya juga usaha." jawab Jihan jujur yang ditanggapin kekehan Kalina dan Kaizan bersama. "Kamu beneran suka kakak aku?" tanya Kayra terang terangan kepada Jihan dihadapan Kaizan. "Hahh, ya.. ya gak gitu juga?" jawab Jihan salah tingkah karena Kaizan juga menyimak pembicaraan mereka. "Terus kenapa wajahnya jadi malu malu meong gitu sih?" "Iihh, Kayra loe jangan buat gue malu di depan Kakak lo dong?" ucap Jihan seraya berbisik. "Kan beneran kan lu suka sama Kakak gue?" Kayra menjawab sambil berbisik kepada Jihan "Pada ngomongin apa sih bisik bisik gak jelas?" Kalina memandang kedua sahabat nya yang terkekeh bersamaan. "Ya udah gih, kalau loe mau deketin kakak gue gak apa apa, kasian gue uda tua juga, gak ada yang mau." bisik Kayra pada Jihan yang langsung membelalakkan matanya menatap teman yang baru beberapa jam lalu. "Beneran kamu, gak salah ngomong?" "Beneran, liat aja uda usia tiga puluh juga masih jomblo, Mami gue juga uda uring uringan." "Kamu salah kali, ngecek pasarnya, setau aku Kakak kamu itu incaran karyawan wanita dikantor sesudah bos." "Kamu yakin?" mereka asik berbisik tanpa tahu bahwa dua orang yang lain memandang mereka dengan aneh. "Yakin lah, orang salah satu wanitanya gue." jawab Jihan diakhiri kikikan tertahan. "Hihh, ya udah gue kasih lampu kuning deh." "Kok kuning?" "Harus kuning dulu lah, kan sesuatu itu harus hati hati jangan terburu buru juga." "Ohh, bener bener jadi loe mau kan jadi adik ipar gue?" "Loe mau jawaban bohong atau jujur?" "Ya elah, ya jujur lah." "Jujur gue gak mau." Jihan langsung menjauhkan wajahnya memandang Kayra dengan cengiran nya. "Kok gak mau?" "Soalnya belum jadi kakak ipar gue aja, loe udah jadi pengaruh buruk ke gue." "Kok gitu sih ngomongnya, gak ikhlas loe ya." pekik Jihan tanpa sadar membuat Kalina dan Kaizan yang sedang fokus dengan film dihadapannya memandang kearah dua gadis itu. "Kalian ini bener bener cocok ya?" ucap Kalina. "Kok, gitu?" "Iya sama sama anehnya." kali ini Kaizan yang menjawab membuat pipi salah satu gadis itu berseri seri kemerahan. Biar saja dibilang aneh toh ia aneh karena tergila gila pria dihadapannya ini. Sepertinya Jihan sudah gila karena memuja pria dihadapannya, demi apapun ia sudah mengagumi sosok pria tersebut tapi tak bisa menggapainya apalah daya ia adalah karyawan biasa, sementara Kaizan salah satu orang penting yang menjabat di perusahaan dan satu satunya pria yang berstatus masih lajang. Tapi sepertinya Tuhan saat ini berpihak kepadanya ia bahkan dekat dengan adiknya dan besok akan ia dekati mamanya senyum miring di wajah Jihan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . *** . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Dikediaman Akhtar hari weekend hanya ia habiskan sendiri dengan menyibukkan diri diruang kerjanya karena istrinya belum juga pulang ia berpesan pada asisten rumah tangganya agar memanggilnya setelah Giana tiba dirumah, saat ia masih fokus dengan pekerjaannya suara pintu dibuka menandakan ada seseorang masuk, ia mendongakkan kepalanya melihat Giana mendekat kearahnya. "Aku mencari mu, ternyata kamu disini." "Kapan kamu kembali?" "Baru saja, maafkan aku kemarin tidak bisa kembali, kamu tidak marah kan?" Giana mendekati suaminya lalu duduk dipangkuan Akhtar. "Sepertinya sudah hal biasa kamu selalu mementingkan dirimu sendiri." "Sayang kenapa kamu selalu bicara seperti itu?" "Itu fakta Giana," "Oke, aku minta maaf untuk semua yang kulakukan." "Sepertinya ucapan maaf itu terlalu sering terucap aku muak mendengarnya." Akhtar menggeser tubuh Giana lalu bangkit berdiri. "Kenapa kamu bilang seperti itu, kamu tidak mencintai ku lagi?" "Cinta?" "Ya, kamu tidak mencintai ku lagi?" Akhtar tersenyum kearah Giana, senyuman yang lebih terlihat menyeramkan. "Ini bukan cinta Giana, ini sebuah penyiksaan, bagaimana bisa kamu bilang ini cinta sedangkan kamu hanya memikirkan hidupmu sendiri, kamu anggap aku apa, aku diam juga punya batas sabar Giana." Akhtar menatap Giana dengan perasaan marah ia lelah dengan kehidupan pernikahan yang lebih seperti pernikahan bisnis, Akhtar yang selalu menghasilkan uang dengan mengurus perusahaan orang tua Giana dan Giana yang menghabiskannya dengan hura hura bersama teman temannya. "Oh, jadi maksud kamu, aku tidak pernah memikirkan mu, gitu?" "Kenyataannya seperti itu." "Tapi itu tidak benar, aku selalu peduli dan memikirkan mu." "Oh ya, sekarang cepat bersiap, aku mau kamu ikut dengan ku kerumah orang tua ku." Giana terdiam ia sangat malas jika berurusan dengan orang tua Akhtar. "Bisakah kita pergi lain waktu saja, aku lelah baru tiba, dan aku ingin segera istirahat." "Lihat lah, ini yang kamu maksud dengan peduli dan memikirkan ku?" Giana menatap Akhtar dengan tatapan memohon. "Bagaimana kalau malam saja, aku sungguh lelah sayang." rengek Giana kepada Akhtar. "Aku akan pergi saat ini, tidak ada malam hari, jika kamu benar peduli cepat bersiap, aku tidak mendengarkan bantahan atau penolakanmu cukup beralasannya Giana." Akhtar pergi meninggalkan Giana yang mendengus sebal memandang kepergian Akhtar ia berjalan menyusul, sepertinya kali ini ia tidak bisa mengelak untuk tidak menemui mertuanya. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD