"Aku tidak membuangnya."
Gasendra tidak bisa mengatakan kalau ia sengaja melempar boneka itu ke lantai, karena setiap kali ia melihat Squidward dengan mata besarnya itu, ia merasa merinding seolah Minur sedang mengawasinya.
Minur menatap Gasendra dengan mata pandanya dan tatapan Minur seperti hantu yang sedang menatapnya. Hawa dingin mulai menyebar seolah ada kabut dingin yang keluar dari tubuh Minur. Gasendra mulai kedinginan dan bulu romanya berdiri semua.
"Apa yang kamu inginkan?"
"Memelukmu,"kata Minur dengan suara lirihnya.
"Aku tidak mau kamu peluk. Kamu bau. Sebaiknya kamu kembali tidur, karena aku juga mau tidur."
Tiba-tiba perut Minur berbunyi sangat nyaring bagaikan lantunan melodi di tengah malam.
"Aku lapar."
"Salahmu sendiri kamu tidak makan selama 4 hari ini. Untung saja kamu tidak meninggal karena kelaparan."
"Bagaimana aku bisa makan? Aku teringat Momocha. Tidak ada nafsu makan sekali. Kalau begitu aku ingin makan rujak. Apa kamu bisa membelikan aku rujak, ayang Gasendra?"
Minur memberikannya senyuman lebar.
"Kamu sudah gila apa? Ini tengah malam. Mau beli rujak di mana? Semua pedagang rujak sudah berada di pulau kapuk. Sekarang tidur saja. Beli rujak besok saja."
"Tapi aku mau makan rujak sekarang." Minur mulai merajuk.
"Kamu ini,"serunya kesal dan gemas. "Baiklah. Aku akan membuatkanmu rujak." Gasendra pun menyerah dengan keinginan Minur daripada gadis itu mulai menangis keras lagi dan membangunkan semua orang.
Mata Minur berbinar-binar senang. "Kamu mau membuatkan aku rujak?"
"Iya."
"Honey Buns, kamu sangat baik."
Minur berlari ke arah Gasendra untuk memeluknya, tapi Gasendra berhasil menghindarinya. Gadis itu tersungkur dan kepalanya kembali nyungsep di lantai berkarpet.
Selama beberapa menit, Minur tidak bangun membuat Gasendra cemas.
"Hei Minur, kamu tidak apa-apa?"
Gasendra menggoyang-goyang tubuh Minur masih dalam posisi sujud.
"Minur."
Minur mengangkat kepalanya. "Sakit."
"Salahmu sendiri mencoba memelukku."
Minur berdiri dan wajahnya terlihat cemberut. Gasendra yang sudah tidak tahan dengan bau tubuh Minur, ia menarik lengan Minur dan menyeretnya ke kamar mandi. Gasendra menyuruh Minur berdiri dengan kedua lututnya di depan bathtub dan menundukkan kepalanya. Gasendra mengguyur rambut minur dengan shower, lalu menuangkan shampoo ke kepala gadis itu dalam jumlah yang banyak.
"Kyaaaaa."
Gasendra mencuci rambut Minur dan tidak pernah terbayangkan dalam hidupnya, ia akan mencuci rambut wanita pada tengah malam seperti ini dan hanya Minur yang bisa melakukan hal-hal aneh dan di luar dugaan kepadanya termasuk membuatkan rujak untuknya. Seumur hidupnya ia tidak pernah membuat rujak.
Gasendra yang sekarang sudah berada di dapur sedang mengupas buah apel dan pear, lalu ia mulai mencari ulekan dan menemukannya di lemari bawah dapur. Ia sedikit kebingungan harus memasukkan bumbu apa untuk membuat rujak.
"Ini semua gara-gara Minur,"rutuknya dalam hati.
Ia juga tidak mengerti kenapa harus mau menuruti keinginan gadis kampung itu. Virus Minur yang menjangkiti tubuhnya sudah mulai menjangkiti otaknya yang mau diperintah oleh Minur semudah itu.
Pelayan yang bernama Sopi mendengar keributan di dapur. Ia menyangka ada pencuri di dapur dan ia segera membangunkan pelayan yang lain untuk menangkap pencuri itu. Mereka membawa alat kebersihan di tangan masing-masing.
"Kena kau, pencuri,"teriak para pelayan.
Gasendra yang sedang mengulek bumbu rujak dengan bumbu seingatnya terkejut.
"Tuan muda,"seru mereka tak percaya.
Mereka terkejut melihat Tuan mudanya sedang ada di dapur. Bagi mereka ini kejadian sangat langka, karena Gasendra jarang masuk ke dapur apa lagi membuat sesuatu.
"Kalian sudah hampir membuat jantungku copot."
"Maafkan kami! Kami kira ada pencuri,"kata Sopi dan pelayan lain menyetujuinya.
Sopi melihat Gasendra sedang membuat rujak dan para pelayan lain dibuat terkejut. Salah satu pelayan kemudian mengabadikannya dengan mengambil beberapa foto.
"Anda sedang membuat rujak pada jam segini?"tanya Sopi.
"Iya. Sebenarnya rujak ini buat Minur."
Sopi tersenyum. "Membuat rujak untuk calon istri tercinta."
Para pelayan tersenyum geli dan senyuman mereka hilang, ketika Gasendra menatap mereka. Para pelayan itu berbalik pergi ke kamar masing-masing, kecuali Sopi.
Bumbu rujak yang dibuat Gasendra terlihat aneh dan bumbunya terlihat bening.
"Apa yang Anda masukan?"
"Gula batu."
"Hah?"
"Salah ya?"
"Tentu saja salah. Apa Anda tidak pernah melihat bumbu rujak itu seperti apa?"
"Tidak. Aku tidak pernah makan rujak. Aku seringnya makan asinan buah."
Sopi menggeleng-gelengkan kepalanya. Baru kali ini ada orang yang belum pernah melihat bumbu rujak.
"Sebaiknya Anda membuat dari awal lagi. Saya akan membantu Anda."
Gasendra membuang bumbu rujak yang sudah dibuatnya ke tong sampah. Sopi memandunya memasukkan bumbu-bumbu yang diperlukan membuat rujak dan akhirnya bumbu rujak yang buat Gasendra berhasil dibuat.
"Ingat pake gula merah jangan pake gula batu."
"Ini kan gula coklat bukan merah."
"Tapi itu namanya gula merah."
"Coklat."
"Merah."
Sopi dan Gasendra pun berdebat dengan warna gula.
"Sebaiknya Anda segera memberikan rujak itu kepada Nona Minur mungkin sekarang dia sedang menunggu rujak buatan Anda."
"Kamu benar."
Jam di dinding dapur sudah menunjukkan jam 1 pagi. Gasendra masuk ke kamar Minur dan mendapatkan gadis itu sedang memainkan ponselnya. Ia tersenyum melihat Gasendra membawakan rujak untuknya.
"Lama sekali."
"Ini pertama kali aku membuat rujak, jadi membutuhkan waktu yang lama."
Minur memfotonya dulu, lalu mulai memakannya dan ia langsung jatuh cinta dengan rujak buatan Gasendra.
"Ini sangat enak."
"Benarkah?"
Gasendra tersipu malu, lalu ia mencoba memakannya dan ia terkejut dengan rasanya. Ia tidak percaya dengan hasil karyanya akan seenak ini. Minur memakannya sampai habis apalagi rujak itu dibuat penuh cinta oleh Gasendra. Wajahnya memerah seperti kepiting rebus.
"Bagaimana kalau kamu jualan rujak saja di kantor?"
"Hah?"
"Aku yakin banyak yang akan suka."
"Aku tidak ada waktu untuk berjualan rujak."
"Sayang sekali padahal rujak buatanmu ini enak."
"Sebaiknya kamu tidur."
Gasendra menyelimuti Minur dan ia menahan tangan Gasendra.
"Mau apa lagi?"
"Bacakan dongeng sebelum tidur untukku!"
"Kamu sudah besar tidak perlu dibacakan dongeng lagi."
Minur memasang tatapan memelas dan lagi-lagi Gasendra tidak bisa menolaknya.
"Baiklah. Dongeng apa yang ingin aku bacakan?"
"Bebek buruk rupa."
Minur menyerahkan buku kumpulan dongeng sedunia yang ia ambil dari perpustakaan di rumah Gasendra. Baru saja Gasendra membacakan beberapa halaman, Minur sudah terlelap tidur.
"Selamat malam Sweetie pie!"
Gasendra mematikan lampunya.
Keesokan paginya, saat Minur akan memberi makan Momocha, ia terkejut melihat Momocha terbaring tidak bergerak. Minur menjatuhkan makanan yang dipegangnya. Pelan-pelan ia mendekati Momocha.
"Momocha."
Angsa itu tidak menyahut panggilan Minur. Ia menggoyang-goyangkan tubuh Momocha dengan jari telunjuknya.
"Kamu kenapa? Hei Momocha jangan bercanda dengan pura-pura mati. Ini tidak lucu."
Air mata sudah mengalir deras di wajah Minur. Ia berlari ke dalam.
"Huaaaaaaaaa."
Minur menangis sepanjang jalan menuju rumah. "Ayaaaaah, Ibuuuuuu. Momocha mati."
Mereka terkejut melihat Minur yang menangis.
"Ada apa?" Tanya Matthew.
"Momocha mati."
"Apa?"seru mereka bersamaan.
Minur menangis guling-guling di lantai. Gasendra yang baru saja turun dan mendengar Momocha mati langsung berlari ke arah kandang kelinci. Ia melihat Momocha berbaring tidak bergerak. Pelan-pelan ia mengangkat Momocha dan kepalanya terkulai lemas, lalu Gasendra memperhatikan angsa itu lebih teliti. Ada suara dengkuran pelan dari hidungnya.
"Momocha, apa kamu masih hidup?"
Gasendra membawa Momocha ke rumah dan memberitahu mereka kemungkinan Momocha masih hidup. Minur langsung berhenti menangis.