Bodoh Dan Ego

1102 Words
Lagu Forever In Love, mengalun merdu dari tiupan saksofon milik Kenny G, yang diputar oleh pelayan cafe. Musik mendayu syahdu, mengalun lembut, di tengah hiruk pikuk pengunjung, selaras meredam kebisingan pelanggan yang berceloteh tentang hari melelahkan yang mereka jalani. Bel pintu berdenting, ketika pintu cafe terbuka. Mengantarkan seorang gadis dengan wajah pias setengah berlari menghampiri kanaya. Duduk berhadapan dengan menggenggam tangan sahabatnya tanpa menghiraukan pandangan aneh yang menusuk dari orang-orang di sekitar mereka. “Kay, tolong jangan batalkan kontrakmu, aku bisa revisi dan akan tanggung jawab jika terjadi kesalahan dalam kontrak ini,” ucap Amelia memelas. Kanaya menarik kedua tangan, menyandarkan diri di kursi dengan tatapan yang sulit diartikan. Wanita yang memiliki ketenangan luar biasa itu, menikmati kopinya seolah ia hanya duduk seorang diri di sana. Namun, sejurus kemudian dia tersenyum pada Amelia. “Tenanglah, jangan terlalu khawatir. Biarkan aku bermain-main sedikit dengan Aasfa!” ujarnya, pelan. Tawa renyah gadis itu berderai, ketika melihat sosok laki-laki yang mereka bicarakan berdiri tepat di pintu cafe, membimbing putri kecilnya yang terisak sedih. Kehadiran mereka berdua yang bagaikan dewa dan peri kayangan yang turun ke bumi, menjadi pusat perhatian seluruh wanita. Hampir seluruh mata melihat keduanya dengan tatapan penuh nafsu. Amelia memutar posisi tubuhnya, latah mengikuti arah pandangan Kanaya yang tersenyum lebar penuh kemenangan. Mata gadis Tomboy itu terbelalak, melihat Aasfa mendekati mereka. Wajah gusar pria itu, membuat lesung pipi yang menghias di kedua pipinya tenggelam. “Amelia, bisa tolong aku? cancel semua jadwal hari ini. Abi dan Aku akan ke taman bermain!” perintah Aasfa. Ayah satu anak itu, ternyata memiliki sifat kekanak-kanakan yang lebih parah dari seorang bocah. Rasa egois mempengaruhi otak laki-laki itu saat melihat Kanaya, membuatnya memberikan alasan berbeda dari tujuan awalnya mencari Amelia. Bukankah dia sudah berjanji akan meminta maaf pada kanaya dengan berpura-pura menyusul Amelia ke cafe itu? Amelia Terperangah, jika tadi hanya matanya yang terbuka lebar, kini mulut gadis tomboy itu juga tak bisa dikatupkan lagi. Virus apa yang bermukim di otak seorang bos besar sekaliber pemilik Golden Company, hingga bisa membuat kepintarannya turun level? Perjanjian awal, pria kaku nan b******k itu akan meminta maaf, kenapa jadi membatalkan jadwal? “Kau, urus sendiri masalahmu! Aku tidak mau ikut campur jika perusahaan merugi,” cecar Amelia. “Kau bodoh atau i***t, bukan urusanku jika tuan Takahashi membatalkan seluruh kerja sama!” Amelia menendang tulang kering Aasfa, hingga pria tampan itu melompat-lompat kesakitan. Seringai lucu Abigail berubah menjadi gelak, saat gadis kecil kecil itu melihat papanya meringis perih, bahkan anak kecil itu ikut menendang papanya agar kembali meringis. “Maaf Amel, sepertinya aku harus pergi, telingaku sedikit sakit mendengar suara laki-laki mendesis dan mengeluh. Terdengar seperti seorang bocah!” Kanaya menjawil pipi montok Abigail dan menciumnya sekilas, sebelum keluar meninggalkan Aasfa dan Amelia yang masih sibuk saling adu melototkan mata. “Dasar i***t! Aku beri kau waktu dua hari untuk merekrutnya atau aku sama sekali tidak akan membantumu lagi!” cicit Amelia. Secepat kilat ia menyambar tas dan menginjak kaki Aasfa sebelum pergi meninggalkan laki-laki angkuh itu, untuk mengejar Kanaya. Setengah berlari Amelia menjajar langkah sahabatnya. Gadis dengan tubuh tinggi itu memiliki langkah yang lebih lebar, membuat dirinya harus mengerahkan tenaga lebih untuk berjalan seiring dengannya. “Kau, mau kemana? Ayo, menginap di rumahku dan kita bergosip tentang Aasfa, Arinda, dan Abigail!” Ia menarik tangan Kanaya, menggiring sahabatnya menuju mobil, tidak perduli apakah sahabatnya bersedia atau menolak. Amelia harus mengamankan keadaan dengan tidak membiarkan Kanaya menjauh dari Aasfa. sementara Kanaya yang ditarik paksa, cuma menurut tanpa niat mendebat. *** Aroma kentang dan daging yang dipanggang membaur memenuhi ruangan, Amelia yang masih menggunakan kimono mandi, keluar dari kamar mencari sumber aroma yang membuat cacing-cacing di perutnya mengadakan demo massal. Menyusuri seluruh ruangan hingga ke dapur, ia menemukan penyebab perutnya meronta-ronta minta diisi. Amelia mengintip dari balik pundak Kanaya. “Masak apa, Kay?” tanya Amelia, membuat sahabatnya yang sedang fokus memasak terperanjat. Bingung dan kaget menjadi satu terpeta jelas di wajah kanaya. Bingung bagaimana sahabatnya bisa menjadi lebih tinggi, dan kaget dengan suara cempreng Amelia yang tanpa permisi memenuhi gendang telinganya. “Astaghfirullah ... ngagetin aja kamu." Kanaya meringis, tangan kirinya menyentuh d**a. Menenangkan jantung yang berdetak cepat. Amelia terkikik geli, turun dari kursi tempat dia berpijak, menuangkan segelas air untuk kanaya dan memaksa gadis itu untuk meminumnya. “kaget kenapa, sih? Lebay, deh!” jawab Amelia, tangannya mencuil sedikit daging kentang yag sudah matang. “Ehm, enak. Mau yang banyak." Kanaya menjentik tangan Amelia yang mendadak berubah menjadi manja. “belum mateng, ih!" ketus Kanaya. 'Ya, kagetlah. Gimana caranya kamu bisa jadi tinggi gitu, di tambah lagi kamu datangnya tiba-tiba,” cetusnya lagi yang disambut derai tawa Amelia. “Ups, sorry,” ucap Amelia. “Trus, ini mau diapain lagi?” gadis itu menunjuk pada kentang yang sudah dipanggang dengan tambahan daging di dalamnya. “Tambahkan mozarella dan bakar menggunakan Portable Torch, setelah itu hiasi dengan dua lembar daun seledri,” jelas Kanaya. Wanita itu sudah terbiasa memasak, dan makanan favoritnya ialah kentang yang di belah dua, di keluarkan isinya, kemudian dicampur dengan daging cincang dan dibakar. Setelah semua selesai kedua sahabat itu membawa makanan mereka ke ruang tengah untuk dinikmati sambil menonton tv. Kebiasaan yang sering meraka lakukan saat masih kuliah bersama dulu. Kanaya teringat saat dirinya dan Amelia sering menabung agar bisa membeli cemilan dan kaset film kesukaan mereka. Jika tidak memiliki uang yang mereka lakukan hanyalah membeli permen dan kwaci, kemudian memutar ulang film yang pernah mereka tonton hingga puluhan kali. Kisah cinta penuh drama akan membuat mereka menangis hingga mata nyaris sembab. Menonton film komedi, mereka akan saling pukul dan tertawa mengekspresikan adegan yang di anggap lucu, akan tetapi jika film horror mereka akan menontonnya sembari bersembunyi dibalik selimut, saling peluk dan menjerit ketakutan. Kanaya mengingat, tiap kenangan indah yang pernah ia alami di kota ini. masa yang dulu tidak akan pernah bisa ia nikmati kembali. Andai saja dulu Kanaya tidak terlalu polos menerima perjodohan dengan mengharapkan diri menjadi seorang putri yang berdiri di samping pangeran tampan, dirinya pasti tidak akan terluka. Seandainya saja, Aasfa mau berkata jujur dan menolak perjodohan yang diinginkan orang tuanya, saat ini Kanaya pasti sudah hidup bahagia dengan Revan, pria yang dulu pernah mengungkapkan isi hati padanya. Revan pemuda tampan, kakak laki-laki Amelia yang selalu bersikap baik padanya. Tidak pernah memperdulikan fisiknya yang gendut. Untuk Revan cukuplah Kanaya membalas cintanya. Namun, sayang cinta pemuda baik hati itu harus ia tolak demi keinginan kedua orang tuanya dan Aasfa. “Berjanjilah, pada tante. Bagaimanapun caranya kamu akan membuat Aasfa jatuh cinta dan menginginkanmu menjadi istrinya” permohonan sederhana yang dulu di ucapkan orang tua Aasfa, tetapi harus ia bayar dengan sangat mahal, karena pria egois itu telah dibutakan cinta Arinda, yang memiliki segala kelebihan seorang wanita.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD