3. Bertemu Rival.

1088 Words
"Buset, rame amat tamu-tamu yang diundang si Citra ya?" Gayatri yang baru saja tiba di kediaman Citra, terkesima memandang jejeran mobil-mobil mewah di sana. Sebagian mobil tampak parkir di pinggir jalan, karena halaman rumah Citra telah penuh oleh kendaraan. Sementara sebagian lagi parkir di jalan yang berseberangan. "Bang Iwas di mana ya?" Gayatri celingukan. Ia tidak melihat motor Iwas di mana pun. "Jangan-jangan Bang Iwas ngibulin gue lagi." Gayatri menggerutu sendiri. "Mana parkiran penuh lagi. Ck, masa gue harus parkir di ujung jalan sana?" Gayatri memindai barisan mobil yang sudah terparkir rapat di depannya. Memang sudah tidak ada space kosong lagi. Apa boleh buat, ia akan parkir di seberang jalan saja. Gayatri melajukan kendaraan dan memarkir mobil di jalan yang kosong. Setelah meraih tas tangan, Gayatri segera turun dari mobil. Misinya sekarang adalah mencari Iwas. "Kamu lama sekali." "Eh copot... copot..." Gayatri kaget saat mendengar suara orang di belakangnya. Dengan cepat, Gayatri berbalik. Iwas rupanya. Syukurlah. Ia jadi tidak perlu mencari-carinya lagi. "Abang udah datang lama? Motor Abang parkir di mana? Kok saya tidak melihatnya di mana pun." Gayatri kembali celingukan. Sejauh mata memandang yang ia lihat hanyalah mobil. Tidak ada satu sepeda motor pun di parkiran. "Motor saya ada di dekat pos Satpam. Motor itu adalah satu-satunya kendaraan yang saya miliki. Saya takut hilang kalau sembarangan memarkir. Ayo temui temanmu secepatnya. Setelahnya saya akan pulang sendiri." "Iya, Bang. Saya mengerti. Abang ini tidak sabaran sekali. Masuk juga belum, ini udah mikir pulang aja." Gayatri menggerutu. Iwas tidak menanggapi protes Gayatri. Yang ia lakukan hanyalah mempercepat langkah saja. "Pelan-pelan dong, jalannya, Bang. Saya pakai highheels ini. Susah jalannya." Gayatri berjalan separuh berlari. Iwas meninggalkannya di belakang. "Lain kali gunakan sesuatu sesuai dengan fungsinya. Misalnya sepatu. Kegunaannya sepatu itu adalah untuk melindungi kaki, bukan malah mempersulit langkah kaki. Maka gunakanlah sepatu yang benar. Bukan yang haknya seruncing pensil begini." Iwas mengomeli Gayatri. Namun tak urung ia memperlambat langkahnya juga. Setelah Gayatri mensejajarinya, barulah mereka masuk ke pintu gerbang rumah Citra yang terbuka lebar. "Selamat malam, Non Ratri. Langsung ke belakang aja ya, Non? Pestanya di taman dekat kolam renang." Pak Sukri menyapa Gayatri. Gayatri memang pernah beberapa kali ke rumah Citra untuk mengerjakan tugas kelompok. Makanya Pak Syukri mengenalinya. "Baik, Pak Sukri. Terima kasih." Setelah mengucapkan terima kasih, Gayatri melanjutkan langkah ke kolam renang. Iwas mengikuti langkahnya dalam diam. Setibanya di lokasi, Gayatri mendecakkan lidah. Citra telah mendekor kolam renangnya menjadi taman nan indah. Terdapat sebuah partisi besar berwarna peach dan pink pastel sebagai backdrop untuk berfoto. Sementara di sudut kolam, terdapat sederet kursi dan meja bernuansa putih-emas sebagai tempat menjamu tamu undangan . Teman-teman sekelasnya sebagian terlihat duduk di dana sembari menikmati hidangan pembuka. Sedangkan sebagian lagi mengobrol dengan suara riuh rendah. Ada satu hal yang menarik perhatian Gayatri. Di samping meja makan, ada sebuah kulkas mini transparant yang berisi minuman-minuman beralkohol. Tampak beberapa teman sekelasnya minum-minum sambil berjoget heboh diiringi lagu Wake Me Up-nya Avicii. Lagu bergenre EDM itu memang sedang digandrungi saat ini. "Kamu bilang ini pesta ulang tahun teman sekelasmu bukan? Tapi kenapa suasananya dewasa sekali? Banyak minuman beralkoholnya lagi. Ini pesta ulang tahun anak SMA, atau para eksekutif muda?" sindir Iwas. Gayatri terdiam sejenak. Ia tidak bisa memberi jawaban langsung atas pertanyaan Iwas. Karena sesungguhnya ia juga shock melihat suasananya. "Zaman sekarang kayaknya biasa aja sih, Bang." Kalah malu, Gayatri mencoba bersikap biasa saja. Padahal ia sendiri juga sama kagetnya. "Saya tidak mengerti dengan cara bergaul remaja sekarang. Semakin lama semakin tidak sehat saja." Iwas menggeleng-gelengkan kepalanya. Jikalau bukan karena sudah terlanjur berjanji, ia memilih untuk pulang dan melanjutkan belajarnya di rumah. Lo juga remaja, Bang. Umur lo cuma tiga tahun atas gue," batin Gayatri. "Tri, sini!" Seseorang memanggil namanya. Gayatri menoleh ke samping. Citra, sang gadis ulang tahun rupanya. Citra berdiri di sudut taman, dikelilingi teman-teman sekelasnya. Ada satu hal yang meresahkan Gayatri. Kehadiran Windy. Mantan teman sekelas sekaligus musuh sejatinya dari Taman Kanak-Kanak. Permusuhan diawali oleh kedua orang tua mereka, yang akhirnya membuat mereka berdua bermusuhan tanpa tahu apa sebabnya. Yang Gayatri ketahui kedua orang tua mereka dulu ribut besar karena berebut proyek. Sekitar tiga bulan lalu Windy pindah sekolah karena ayahnya pindah tugas. Gayatri tidak menyangka kalau ia akan bertemu lagi dengan Windy di sini. "Ayo kita menemui Citra, Bang. Dia teman saya yang berulang tahun." Gayatri mengkode Iwas agar mengikutinya. "Si biang kerok yang menginginkan kehadiran saya bukan?" "Seratus untuk Abang." Gayatri mengacungkan jempolnya. Ia menarik napas panjang dua kali sebelum menghampiri Citra cs. Sudah bisa dipastikan dirinya akan saling serang dengan Windy, apabila mereka berdua berdekatan. Gayatri perlu mengumpulkan energi terlebih dahulu. "Selamat hari netes ya, Cit? Semoga apa yang lo semogakan tidak hanya menjadi sekadar semoga, tapi secepatnya terwujud." Gayatri mencium pipi kanan dan kiri Citra. Ia tulus mendoakan sahabatnya ini. "Terima kasih, Tri. Satu keinginan gue udah lo wujudkan kok. Gue udah nggak penasaran lagi sekarang. Gue udah tahu kalau Bang Iwas bukan gay?" Citra berbisik pelan di sisi telinga Gayatri. "Heh, kok lo udah tahu secepat itu? Karena gue udah berhasil membawa doi ke sini ya?" tukas Gayatri balas berbisik. "Salah satunya. Tapi ada hal yang lebih meyakinkan." "Heh, apa itu?" Gayatri penasaran. "Dari cara Bang Iwas menatap lo. Beugh, ganas banget, cuy!" Citra nyengir. "Heh, sembarangan aja lo ngomong. Lo nggak tahu aja. Gue ngebujuk dia pake acara jungkir balik, salto sambil kayang demi membujuk doi mau ke pesta lo ini. Belum lagi dihitung jasa si Ussy yang ngasih gue alamat rumahnya. So, kagak itu namanya acara tatap-tatapan ganas kayak istilah lo itu." Gayatri membantah habis-habisan analisa Citra. Temannya ini tidak tahu saja. Di depan tadi Iwas sudah mengomelinya perkara sepatu. "Sudah belum kalian berdua bisik-bisiknya?" Iwas yang tidak sabar menunggu kedua gadis muda di depannya berbisik-bisik, menyela. "Sudah kok, Bang. Kami sudah sepakat akan saru hal?" Citra menaik turunkan alisnya jenaka. "Belum!" bantah Gayatri. "Apapun itu kesepakatan kalian berdua bukan urusan saya. Saya cuma ingin acara ini segera selesai." Iwas tidak mau ambil pusing perkara ketidaksepakatan dua ABG di depannya. "Eh, lo kok ngundang si Windy sih, Cit?" decak Gayatri sebal. Ia melihat Windy mulai berjalan ke arahnya. "Ya, gimana dong. Dia kan teman gue juga. Satu hal yang gue minta, kalian berdua jangan ribut ya? Gue minta tolong banget." "Kayaknya kagak bisa, Cit. Noh lo liat, dia udah nyamperin gue ke sini. Gue orangnya mah gampang. Kalo lo jual, gue borong deh," sahut Gayatri enteng. "Mampus dah gue!" Citra menepuk keningnya pasrah. Biasanya jika dua jago ini bertemu, konflik tidak akan jauh-jauh dari keduanya. Semoga saja acara ulang tahunnya ini selamat tinggal akhir.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD