Bab 15. Sidang Perceraian

1036 Words
Tidak ada yang bisa di ucapkannya selain mengangguk pelan. Seketika suasana rumah yang tadinya tenang dan damai berubah menjadi panas dan penuh dengan emosi. "Ya Allah. Kenapa kamu tidak menggatakannya kepada kami, Nak?" ucap Linda sambil memegangi dadanya yang terasa sesak. Orang tua mana yang tidak sakit hati saat mereka tahu anak kesayangan mereka di khianati oleh pasangannya. Begitu juga dengan Bowo dan Linda yang langsung terduduk lemas di kursi. Mereka tidak menyangka jika menantu yang selama ini mereka banggakan justru tega menyakiti putrinya. "Laki-laki itu benar-benar kurang ajar," ucap Bowo sambil menggepalkan tangannya. "Lebih baik ceraikan saja dia." "Tidak, Yah! Aku tidak bisa." Novi langsung memandang wajah sang ayah. "Apa maksudmu? Bagaimana kamu bisa bertahan dengan pria b******n seperti itu! Ayah tidak mau tahu cepat kamu urus percerainmu atau silahkan kamu keluar dari rumah ini!" bentak Bowo sambil menatap mata Novi dengan tajam. "Astagfirullahaladzim. Ayah! Apa yang katakan?" ucap Linda yang terlihat terkejut. "Biarkan saja, jika dia bersikeras dengan pendiriannya biarkan dia pergi dari rumah ini. Lebih baik kita kehilangan satu anak daripada harus memiliki anak pembangkang sepertinya!" sahut Bowo yang mulai tidak dapat menahan emosinya. Sambil berdiri di hadapan Bowo. "Dulu Ayah yang memintaku untuk menikah dengan Mas Soni, dan sekarang Ayah juga yang memintaku untuk bercerai dari Mas Soni! Apa Ayah tahu bagaimana perasaanku saat ini." "Karena Ayah tahu apa yang kamu rasakan makanya Ayah memintamu bercerai dengan Soni." Bowo langsung memalingkan muka dengan cara membelakangi sang putri. "Tidak semudah itu. Yah," jawabnya sambil menangis. "Cukup! Yah. Aku mohon tenang dulu, kita bisa bicarakan semua ini baik-baik. Jangan sampai karena masalah ini darah tinggimu jadi kambuh." Linda langsung berjalan ke arah Bowo dan mengusap pundaknya. Sambil memandang wajah Novi. "Ini. Ini yang membuatnya menjadi anak pembangkang! Sifatmu yang selalu membelanya membuatnya melawan padaku." "Bukan begitu, Yah. Aku hanya …." "Halah sudah! Kamu urus saja sendiri anak kesayanganmu ini." Bowo memotong ucapan sang istri dan langsung berjalan meninggalkan tempat itu. Novi yang sejak tadi berdiri langsung terduduk lemas setelah Bowo meninggalkan tempat itu. Air mata terlihat mengalir deras dari kedua mata wanita cantik itu. Linda yang merasa tidak tega dengan keadaan putri kesayangannya langsung duduk di samping Novi. "Bu. Apa salah jika aku berusaha untuk mempertahankan rumah tanggaku? Semua ini aku lakukan karena Helena. Aku tidak mau dia kehilangan sosok Ayah di usianya yang masih kecil," ucap Novi sambil memeluk Linda dengan erat. "Ibu tahu dan paham apa yang ada di pikiranmu saat ini, tapi asal kamu tahu tidak selamanya apa yang kita anggap baik dan benar bisa diterima orang lain. Ibu bukan mau memintamu berpisah dari Soni, tapi pikirkan lagi. Lebih baik Helena kehilangan sosok Ayah daripada kalian harus hidup dalam penderitaan," jelas Linda sambil mengusap lembut kepala sang putri. Sambil memandang wajah keriput wanita yang ada di hadapannya. "Tapi, Bu." "Kamu pikirkan lagi tentang keputusanmu, jangan sampai kelak kamu menyesal dengan apa yang kamu jalani nantinya." Linda tersenyum dan langsung mencium kening Novi. Bagi Linda, Novi tetaplah putri kecilnya yang manja. Gadis kecil yang selalu dia tenangkan dengan kecupan di kening saat Novi sedang dalam kesusahan. Setelah mencoba memberi penjelasan pada sang putri ia pun langsung berjalan ke arah kamarnya. Sementara Novi yang masih larut dalam kesedihannya terus duduk di tempatnya. Sesaat wanita itu memandang ke arah langit. Ribuan bintang terlihat jelas di atas langit malam seakan menemaninya. "Apa yang harus aku lakukan sekarang?" ucapnya sambil memandang ribuan bintang di langit malam. *** "Bu. Aku titip Helena sebentar! Karena hari ini aku ingin ke pusat perbelanjaan untuk membeli beberapa kain," ucap Novi sambil berjalan ke arah Linda yang sedang sibuk di dapur. "Kamu mau mulai melanjutkan aktivitasmu lagi?" tanya Linda yang terlihat bahagia. Sambil tersenyum. "Iya. Bu, selain itu aku juga akan mampir ke pengadilan agama untuk mengurus perceraian ku dan Mas Soni." "Kamu yakin. Nak?" tanya Linda dengan rasa penasaran. "Insya Allah aku yakin," sahut Novi sambil tersenyum bahagia. Setelah berpamitan ibu satu anak itu segera meninggalkan rumah. Terlihat sebuah mobil sudah terparkir di depan rumahnya. Beberapa saat kemudian Novi akhirnya tiba di sebuah pusat perbelanjaan. Beberapa jenis kain dengan beberapa motif ia beli. Tidak hanya itu, beberapa keperluan menjahit juga ia siapkan. Novi yang sudah mantap dengan keputusannya memutuskan untuk membuka Taylor kecil di rumah orang tuanya. Setelah puas mencari barang-barang yang ia butuhkan. Novi memutuskan untuk makan siang di sebuah food court yang ada di tempat itu. Setelah memesan makanan dan minuman wanita cantik itu terlihat tersenyum lega seolah beban yang dipikulnya selama ini hilang begitu saja. Sambil duduk di sebuah meja. "Alhamdulillah, semoga semua berjalan lancar." "Novi! Kamu Novi 'kan istri dari Soni Dirgantara?" tanya seorang pria yang sudah berdiri di hadapannya. "Mas Bima. Bagaimana kabarnya, Mas?" tanya Novi sambil mengulurkan tangannya. Sambil menjabat tangan wanita yang ada di hadapannya. "Alhamdulillah baik, kamu sendiri bagaimana kabarnya." "Baik," jawabnya sambil tersenyum ramah. "Mari silahkan duduk, Mas." "Kamu sendirian, apa Helena tidak ikut?" tanya Bima sambil mencari keberadaan Helena. "Tidak. Mas, aku sengaja menitipkannya ke Ibu. Karena aku tidak mau dia kecapean, ya karena hari ini aku harus belanja banyak kebutuhan untuk membuat baju." Novi terlihat menunduk. "Jadi sekarang kamu tinggal bersama orang tuamu," sahut Bima. "Aku sudah mendengar tentang permasalahan antara kamu dan Soni, aku turut prihatin atas apa yang terjadi dalam rumah tangga kalian." "Terima kasih, tapi sebenarnya aku sudah tidak peduli dengan apapun yang menimpa rumah tanggaku sekarang. Yang terpenting saat ini bagaimana caranya aku bisa memberikan kehidupan yang layak untuk putriku," jawab Novi sambil mengaduk es teh yang ada di hadapannya. "Nov. Sebelumnya aku minta maaf, apa kamu tidak ingin tahu bagaimana keadaan Soni saat ini?" tanya Bima dengan penasaran. "Tidak. Aku sudah tidak ingin tahu apapun tentangnya, lagi pula pagi ini aku sudah mengajukan gugatan cerai di pengadilan agama." Wanita itu terlihat menghirup nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya dengan kasar. "Cerai! Kamu yakin?" tanya Bima memastikan. Wanita itu hanya mengangguk pelan sambil tersenyum. Dia terlihat berusaha kuat dan tegar. Walaupun sebenarnya ada luka yang menganga lebar di dalam hatinya. "Sebenarnya, Soni bekerja di hotel milikku sebagai seorang Cleaning Service. Dan selama ini juga dia tinggal di sebuah rumah kontrakan kecil di pinggiran Jakarta," ucap Bima dengan tiba-tiba hingga membuat Novi terkejut. "Ya Allah. Kasihan sekali dia," batin Novi sambil memandang es teh yang ada di hadapannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD