"Ok! Sekarang kamu jelaskan padaku, apa rencanamu selanjutnya?" ucap Zaskia saat mereka sudah berada di rumah.
"Untuk beberapa hari ini tolong biarkan aku berpikir dulu sebentar, setelah itu kita bicarakan semuanya lagi." Soni duduk di sofa dan langsung menyandarkan tubuhnya.
"Tidak bisa. Aku harus tahu semuanya sekarang!" bentak Zaskia yang masih berdiri di hadapan Soni.
"Lebih baik sekarang kamu masuk ke dalam kamar dan biarkan aku tenang sebentar saja!" perintahnya sambil menoleh ke arah sang istri.
"Aku tidak akan pergi kemana-mana sebelum kamu menjelaskan apa yang akan kamu lakukan setelah ini!" teriak wanita itu dengan wajah ketus.
Sambil berdiri dari tempat duduknya. "Cukup, Zaskia! Lebih baik sekarang kamu masuk ke dalam kamar. Saat ini aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku lakukan kedepannya."
"Jika kamu tidak tahu, kenapa kamu harus pergi dari rumah itu! Sok-sokan mengembalikan mobil dan yang lain," sahut Zaskia dengan ketus.
"Bukankah kamu yang menginginkan aku pergi dari Novi! Lalu kenapa sekarang kamu justru menyalahkanku?" tanya Soni sambil berjalan ke arah istri keduanya.
Dengan tatapan tajam. "Eh, Mas. Aku menyuruhmu cerai dari Novi, bukan meninggalkan hartamu."
"Menikah denganmu saja sudah membuatku kehilangan kemewahan, apalagi menceraikan Novi. Semua itu sudah ada di surat perjanjian pra nikah yang ditulis Almarhum Papa." Soni mencoba menjelaskan kepada Zaskia.
"Sudah, aku tidak mau tahu. Kamu harus bisa segera mendapatkan pekerjaan, aku tidak mau hidup dalam kekurangan. Ya, kalau bisa kamu ambil kembali apa yang menjadi hakmu," ucap Zaskia yang langsung meninggalkan sang suami.
Sambil menarik taplak meja yang ada di hadapannya."Aaah."
Soni yang terlihat frustasi dengan keadaannya saat ini terlihat duduk di lantai. Statusnya sebagai pewaris tunggal keluarga Dirgantara. Kini hanya menjadi kenangan indah baginya.
Cukup lama dia melamun sambil mengacak-acak rambutnya. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk menemui beberapa temannya. Soni yang selama ini selalu terlihat rapi dengan kemeja dan jas yang menempel di tubuhnya. Kini justru terlihat lusuh dengan rambut yang berantakan.
"Soni! Mari masuk," ucap Bima saat melihat kedatangan Soni.
Sambil masuk kedalam rumah sahabatnya. "Terima kasih."
Bima Saputra adalah seorang pria tampan berusia 35 tahun. Bima adalah seorang pemilik hotel terbesar di Jakarta. Persahabatan mereka terjalin cukup lama, bahkan saat keduanya duduk di bangku sekolah dasar.
"Tumben kau kemari dengan berjalan kaki, mana mobil sport mewah mu?" tanya Bima penasaran.
"Mobil itu sudah disita oleh keluarga besarku, dan kini aku sudah tidak punya apa-apa lagi. Jangankan mobil uang lima ribu rupiah saja aku tidak punya," jawab Soni dengan wajah lesu.
"Apa ini karena pernikahan rahasiamu dengan Zaskia?" tanya Bima dengan ragu.
Soni yang duduk di hadapan Bima hanya bisa mengangguk pelan sambil menutup wajah dengan kedua tangannya. Bima yang mengetahui alasan sebenarnya terlihat menghirup nafas dalam-dalam. Dia tahu semua ini cepat atau lambat pasti akan terjadi.
Satu tahun lalu, tepatnya satu bulan sebelum Soni memutuskan untuk menikahi Zaskia. Bima sempat mengingatkan sahabatnya untuk memikirkan kembali rencananya tersebut. Menurut Bima, Soni sudah begitu sangat beruntung bisa mendapatkan wanita sebaik Novi.
Seorang wanita lugu dan bisa menerimanya dalam keadaan apapun. Bahkan selama menjadi istri dari Soni wanita itu belum pernah membantah, ataupun membentaknya. Tetapi nasehat Bima hanyalah angin lalu bagi Soni.
Cinta yang besar pada mantan kekasihnya ternyata membuat pria bertubuh gempal itu buta. Dia justru menganggap Bima hanyalah iri akan kebahagiaannya. Pasalnya sampai saat ini Bima belum juga memiliki istri ataupun kekasih.
"Ngomong-ngomong, apa yang bisa aku bantu untukmu?" tanya Bima dengan penasaran.
"Apa di tempatmu saat ini sedang membuka lowongan pekerjaan," sahut Soni dengan wajah sedikit malu.
Sambil menghirup nafas dalam. "Ada, tapi hanya sebagai Cleaning Service."
"Kalau untuk manajer atau supervisor apa tidak ada?" tanya Soni dengan penuh harap.
"Untuk saat ini belum ada, kami hanya membutuhkan beberapa Cleaning Service untuk gedung. Itu pun dengan upah yang sangat rendah dibandingkan jabatan yang lain," jawab Bima yang terlihat tidak enak.
"Bagaimana ini, apa mungkin seorang CEO dan pewaris tunggal keluarga Dirgantara bekerja sebagai seorang Cleaning Service," batin Soni yang terlihat lesu.
Cukup lama pria itu memikirkan keputusan apa yang akan diambilnya. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk berpamitan. Dan meninggalkan rumah Bima.
Sambil menjabat tangan Soni. "Aku ada sedikit rezeki untukmu, jika memang kamu mau bekerja sebagai Cleaning Service hubungi saja aku."
"Baik, terima kasih. Kamu memang sahabat baikku," jawab Soni sambil tersenyum.
Setelah berjalan cukup jauh dari rumah Bima. Soni langsung merogoh saku celananya untuk mengambil uang pemberian sang sahabat. Terlihat tiga lembar uang seratus ribuan tertata rapi dalam sebuah amplop putih.
"Alhamdulillah, lumayan bisa untuk makan beberapa hari kedepan." Soni tersenyum bahagia sambil memasukkan uang tersebut.
***
"Darimana saja kamu, Mas?" tanya Zaskia sambil bertolak pinggang.
"Aku dari rumah Bima," jawab Soni sambil duduk di sofa. "Sayang, bisa tolong ambilkan aku makan! Perutku sangat lapar sekali."
"Makan? Eh, Mas. Apa kamu lupa kalau dirumah ini sudah tidak ada apapun untuk dimakan, makanya kamu cepat cari kerjaan! Jangan hanya bisa jadi benalu saja di hidupku." Zaskia langsung duduk di dekat sang suami.
Sambil menyodorkan selembar uang seratus ribuan. "Ya udah, sekarang kamu beli saja makanan di warung yang ada di ujung jalan sana."
"Ehm. Menyusahkan saja, kamu beli saja sendiri! Udara diluar begitu panas, aku tidak mau sampai kulitku yang mulus ini menjadi kusam hanya karena membelikanmu makanan," sahut Zaskia yang langsung berdiri dan berjalan ke arah kamar.
Soni hanya bisa mendengus kesal melihat sikap Zaskia. Ia tidak menyangka wanita yang selama ini tulus. Ternyata hanya mengharapkan harta miliknya.
Dengan langkah pelan, pria itu berjalan menyusuri panasnya matahari menuju ke sebuah warung. Entah apa yang dipikirkannya saat itu. Hingga tiba-tiba ia teringat akan sosok Novi wanita yang sudah disakitinya selama ini.
Selama 4 tahun pernikahan, belum pernah Novi memerintahnya. Bahkan selama menjadi suami dari Novi, Soni tidak pernah merasa kelaparan ataupun kekurangan. Wanita itu begitu sangat memperhatikan semua kebutuhan Soni. Hingga membuatnya melupakan kebutuhan pribadinya, termasuk merawat dirinya.
"Bima dan Mama benar, Novi adalah wanita sempurna," gumam Soni sambil terus berjalan ke arah sebuah warung makan.
***
"Zaskia! Zaskia, ayo kita makan dulu!" panggil Soni sambil menyiapkan piring diatas meja makan.
Sambil melihat ke arah bungkusan nasi yang sudah terbuka. "Hanya ini."
"Iya, untuk sementara kita berhemat dulu. Ya, paling tidak sampai aku mendapatkan pekerjaan." Soni terlihat duduk sambil menikmati makanannya.
"Aku tidak mau. Sekarang cepat kamu kembali ke warung itu dan belikan aku ayam dan daging!" perintah Zaskia sambil memegang kursi yang ada di hadapannya.
"Sayang, aku mohon. Kali ini saja kamu bisa mengerti kondisiku, aku janji akan membahagiakanmu dan berusaha mencari pekerjaan agar bisa menghidupimu." Soni meletakkan sendoknya dan menoleh ke arah sang istri.
"Mas. Aku bisa mengerti keadaanmu yang masih memiliki istri, tapi aku tidak bisa menerima keadaanmu sekarang. Asal kamu tahu, hidup itu butuh uang bukan cinta dan kesetiaan," sahut Zaskia sambil mencondongkan tubuhnya ke arah Soni.