Happy Reading!
"Sudah berapa bulan?" tanya Juwita datar.
Karin tersenyum manis lalu mengusap perutnya seolah meyakinkan sang mertua bahwa di dalam perutnya kini ada pewaris keluarga Sanjaya. "Baru dua bulan, mah." ucap Karin membuat Juwita mengangguk.
"Baiklah. Jaga baik-baik cucu mama dan__ hindari kegiatan apapun yang mungkin akan menganggu pertumbuhan bayi, mengerti?"
Karin mengangguk lalu melirik suaminya.
"Aku akan mengantar mama ke depan." ucap Arvind lalu mengajak Juwita untuk meninggalkan kamar utama.
Juwita segera memegang lengan putranya. "Apa kau yakin, Karin benar-benar hamil?" tanya Juwita pelan.
Arvind mengangguk. Ada tespeck dan juga surat dari dokter. Lagipula Karin tidak akan seberani itu pura-pura hamil.
Juwita mengangguk mengerti lalu tatapannya mengarah ke seorang gadis yang sedang menyiram bunga.
"Siapa gadis itu? Pekerja baru?" tanya Juwita.
Arvind mengikuti arah pandang mamanya. "Namanya Ayyara. Karin yang membawanya ke rumah."
"Dengan alasan?"
"Kasihan."Jawab Arvind seadanya.
Juwita tersenyum tipis. "Karin bisa merasa kasihan, itu benar-benar kemajuan yang bagus." ucap wanita paruh baya itu lalu melangkah menuju mobilnya.
"Hati-hati!"pesan Arvind membukakan pintu untuk mamanya.
Juwita memasuki mobil dan menatap putranya. "Jaga Karin dengan baik. Kalau perlu jangan menyentuhnya hingga usia kandungan menginjak empat bulan. Mama pernah baca kalau s****a bisa memicu keguguran." ucap Juwita.
Arvind mengangguk lalu menutup pintu mobil. Ia memang berniat untuk tidak menyentuh Karin. Walau bagaimanapun, calon bayi mereka adalah prioritas utama bagi Arvind saat ini.
Mobil alphard putih itu akhirnya melaju meninggalkan halaman. Arvind berbalik berniat masuk ke dalam rumah namun matanya malah kembali melihat Ayyara yang sedang menyiram bunga.
Gadis yang tadi malam Arvind lihat, kini terlihat nampak segar dengan daster kebesaran yang ia pakai.
"Lumayan." gumam Arvind lalu tertegun saat gadis itu terlihat menutup mulutnya seolah menahan muntah lalu berlari ke samping rumah.
Arvind diam beberapa saat kemudian melanjutkan langkahnya memasuki rumah.
"Sayang, mama sudah pulang?" tanya Karin saat Arvind memasuki kamar.
"Mau ke mana?" tanya Arvind saat melihat penampilan sang istri.
"Ke salon, sayang." jawab Karin sembari memasang anting berlian di telinganya.
Arvind menatap penampilan istrinya. "Dengan sepatu itu?"
Karin menatap sepatu yang ia pakai. "Kenapa? Bukannya aku memang biasa pakai heels 10 senti."
"Dalam keadaan hamil, apa itu wajar?" tanya Arvind membuat Karin melotot. Benar juga. Ia kan sedang hamil, seharusnya ia bertingkah seperti wanita hamil pada umumnya.
Karin segera melepas sepatu yang ia makai. "Maaf sayang, aku lupa." ucap Karin lalu melangkah memeluk sang suami.
Arvind menghela napas. "Untuk dua bulan ke depan, kamu dilarang pergi keluar rumah."
Karin melotot. "Kok gitu? Lalu bagaimana kalau aku__"
"Untuk alasan apapun tidak boleh keluar rumah. Jika menginginkan sesuatu bisa minta pada sopir atau padaku langsung." ucap Arvind tegas membuat Karin menggeleng tak terima. Mana mungkin wanita bebas sepertinya bisa dikurung di dalam rumah.
"Tapi, sayang. Kalau di rumah terus aku bisa bosan. Lagipula aku hanya hamil bukan punya penyakit mematikan."
"Hanya? Inikah yang aku dapatkan setelah mengkhawatirkan istri dan calon bayiku." tanya Arvind membuat Karin tak bisa mengatakan apapun lagi. Arvind sepertinya benar-benar menggilai calon bayinya.
"Iya sayang. Aku akan tinggal di rumah, sesuai keinginan kamu." ucap Karin lalu membatin jika ia bisa pergi diam-diam saat Arvind pergi bekerja.
"Bagus. Aku juga akan bekerja dari rumah untuk menjagamu." ucap Arvind membuat Karin melotot kaget namun tidak bisa mengatakan apapun.
Setelah makan malam dan kembali ke kamar. Karin langsung menyusun rencana untuk menggoda suaminya. Setidaknya jika tidak bisa keluar rumah, ia bisa mendapatkan kepuasan dengan bercinta.
Namun setelah menunggu beberapa saat, sang suami belum kembali ke kamar juga.
"Arvind ke mana sih?" gumam Karin kesal. Tubuhnya sudah sangat sekarat menginginkan sentuhan namun suaminya itu malah tidak ada.
Tok tok
"Masuk!" teriak Karin kesal.
Ceklek
Ternyata salah satu pekerja di rumah.
"Ada apa?" tanya Karin emosi.
"Maaf nyonya tapi tuan meminta nyonya untuk segera tidur karena tuan masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan."
Karin berdecak kesal lalu mengusir pekerja yang menyampaikan kabar buruk kepadanya.
"Sial. Kalau sudah berurusan dengan pekerjaan. Arvind pasti tidak bisa diganggu." ucap Karin kesal lalu melangkah memasuki kamar mandi. Lebih baik ia memuaskan dirinya sendiri.
Di sisi lain, Arvind yang sedang berada di ruang makan langsung beranjak dan melangkah menuju kamar kecil di samping dapur.
Ceklek
Arvind membuka pintu kamar dan ternyata tidak di kunci.
"Enghhhh_"
Arvind menahan gerakannya saat gadis yang sedang tidur di atas ranjang mengeliat. Dan saat sudah kembali tenang, Arvind langsung menutup pintu dan menguncinya.
Dengan perlahan, Arvind mendekat ke sisi tempat tidur.
"Cantik." gumam Arvind lalu dengan gerakan cepat menindih tubuh Ayyara hingga gadis itu terbangun.
"Arghh_tuan." kaget Ayyara namun Arvind segera menutup mulut gadis itu.
"Diam atau aku akan mengusirmu dari rumah ini." ancam Arvind membuat tubuh Ayyara perlahan melemah. Ia tak mau diusir dalam keadaan berbadan dua. Apalagi nyonya Karin belum memberinya uang sedikitpun untuk membayar hutang orang tuanya.
Arvind berhenti menutup mulut Ayyara saat yakin bahwa gadis itu tidak akan memberontak atau berteriak.
"Diam saja dan nikmati!" ucap Arvind lalu mencium bibir Ayyara kemudian melumatnya.
Segalanya terasa biasa bagi Arvind, hingga_
"Ahh"
Desahan Ayyara terdengar hingga tubuh Arvind meremang dan keinginan untuk menguasai tubuh gadis di bawahnya semakin kuat.