Bab 2

683 Words
Happy Reading! "Saya sarankan agar bu Ayyara tidak tinggal sendiri dalam keadaan hamil, karena akan berbahaya jika terjadi sesuatu." ucap dokter sembari menuliskan resep obat. Karin memutar bola matanya kesal lalu menerima resep obat yang dokter tulis. "Baiklah. Terima kasih, dokter. Nanti akan saya transfer." ucap Karin membuat dokter mengangguk lalu melangkah pergi. Ayyara yang sedang berbaring di atas tempat tidur hanya diam. Ia tidak berani mengatakan apapun, takut jika sedikit saja ia bicara maka nyonya yang membayar rahimnya akan marah. "Ck! Apa yang harus aku lakukan?" gumam Karin pelan. Benar kata dokter, tidak baik bagi Ayyara untuk tinggal sendiri dalam keadaan hamil. Dan Karin juga tidak bisa mundur lagi. "Apa perutmu masih sakit?" tanya Karin. Ayyara segera menggeleng. "Bagus. Sekarang bangun dan bereskan pakaianmu!"titah Karin membuat Ayyara melotot. "Tapi kenapa, nyonya? Saya baik-baik saja. Bayinya juga." ucap Ayyara panik. Jangan-jangan nyonya yang membayarnya mau membatalkan perjanjian mereka karena tadi ia sakit perut. "Jangan membuang waktu. Saya ingin kamu bersiap dan ikut saya pulang." bentak Karin membuat Ayyara segera bangun dan membereskan pakaiannya. Ia tidak mau membantah lagi dan berakhir dibentak. Karin menghela napas lalu meremas ponselnya. Sekarang ia tidak punya pilihan lain selain menjawab panggilan dari suaminya. "Sudah, nyonya." beritahu Ayyara. Karena memang ia tidak punya banyak barang dan pakaian. "Tunggu saya di luar!" titah Karin membuat Ayyara mengangguk lalu melangkah menuju pintu. Sedang Karin langsung menghubungi suaminya. "Hallo, sayang." ucap Karin lalu duduk di sofa. "Kamu di mana? Kenapa pergi tidak bilang?" Karin meringis lalu berusaha mencari alasan. "Aku tuh tadi tiba-tiba kepingin sesuatu, sayang. Jadinya aku pergi deh beli. Sekarang udah mau pulang kok." "Baiklah. Cepat pulang. Dan ingat untuk hati-hati." Karin mengiyakan lalu segera mematikan telponnya. "Sekarang aku harus mencari alasan tentang Ayyara." gumam Karin kesal lalu beranjak dari kamar itu. Di dalam mobil, Karin masih saja memberitahu apa yang boleh dan tidak boleh Ayyara lakukan. "Pastikan jika tidak akan ada yang tahu tentang kehamilanmu atau perjanjian kita batal." ancam Karin membuat Ayyara mengangguk. "Baik, nyonya." "Dan satu lagi, sebaiknya kau menjauh dari suamiku. Jangan sampai suamiku curiga tentang kehamilanmu itu."ucap Karin yang kembali dibalas anggukan oleh Ayyara. Lagipula Ayyara hanya akan melahirkan bayi yang ada dikandungannya ini lalu kembali bersama orang tuanya. Karin mulai merasa lega. Sepertinya Ayyara mengerti semua yang ia katakan dan bukan tipe yang pembangkang. Mobil memasuki area pekarangan yang cukup luas hingga berhenti di depan sebuah bangunan yang sangat mewah. Ayyara bahkan sampai tak berkedip karena melihat rumah yang sangat besar dan indah. Ini istana, batin Ayyara. "Berhenti melongo dan keluar dari mobil!" ucap Karin sinis membuat Ayyara mengangguk lalu mengambil tas nya kemudian keluar dari mobil. Karin tersenyum saat melihat suaminya di depan pintu. "Sayang_" Panggil Karin manja lalu melangkah menuju suaminya. Arvind hanya diam hingga kedua matanya melihat seorang gadis muda berpenampilan kampungan yang baru saja keluar dari mobil istrinya. Karin langsung memeluk tubuh suaminya sedang Arvind hanya diam. "Sayang, kamu marah ya karena aku pergi nggak bilang kamu?" tanya Karin manja. Arvind menatap sang istri. "Kamu sedang hamil, tentu saja aku marah. Bagaimana jika terjadi sesuatu." Karin tersenyum. "Tidak akan terjadi sesuatu. Sudah ku bilang kan, bayi kita kuat." ucap Karin membuat Arvind memandang datar sang istri. "Baguslah. Karena aku tidak akan memaafkanmu jika calon bayiku terluka." Karin mendadak pucat lalu melirik Ayyara. Ternyata Arvind sangat menantikan anak mereka. Bukankah itu artinya bagaimana pun caranya Ayyara harus melahirkan bayi yang sehat. "Oh ya, sayang. Kenalin ini Ayyara. Tadi aku ketemu dia di dekat penjual sate. Katanya dia diusir dari rumah dan tidak punya tempat tujuan. Tidak masalah kan kalau dia tinggal di sini?" ucap Karin meminta ijin membuat Arvind mengernyit. "Akan lebih baik jika tidak ada orang asing di rumah." ucap Arvind yang itu artinya ia menolak Ayyara untuk tinggal. Karin segera menyentuh lengan suaminya. "Nggak papa lah, sayang. Lagian aku kasihan sama dia. Kalau tidaj tinggal di sini lalu mau tinggal di mana? Apalagi ini sudah malam." bujuk Karin membuat Arvind mengangguk. Karin tersenyum lega lalu meminta Ayyara mengikutinya masuk ke dalam rumah. Sedang Arvind masih bertahan di posisinya namun pandangan matanya tak lepas dari punggung gadis yang istrinya bawa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD