9. Tidak Akan Pernah Mudah

1429 Words
"Kenapa? Kamu kelihatan sangat kacau." tanya Lea saat dia menemukan Frey di kamar sendirian. Wajahnya sembab, dan tisu bekas lap air mata serta ingus bertebaran di mana-mana. Dia lalu duduk di sisi Frey. Alih-alih menjawab, Frey justru kembali menangis, menumpahkan air mata yang tidak ingin dia perlihatkan pada Jevais. Lea menatap Frey, yakin bahwa ada sesuatu yang tidak beres, tapi dia membiarkan Frey terus menangis, memberikan waktu untuk mengeluarkan segala kesedihan yang dirasakan sebelum menceritakan semuanya. Lea memberikan tisu saat tangisan Frey mereda. "Kamu ingin minum atau sesuatu lainnya? Minuman manis bisa membuat mood lebih baik." "Aku lebih memerlukan kamu untuk mendengarkan aku ketimbang minuman manis." "Aku akan mendengarkan kamu dan juga membelikan minuman manis. Wait." Lea mengambil ponselnya dan secara cepat memesan minuman lewat ojek online. "Nah, minumannya sebentar lagi datang dan kamu, bisa menunggu minumannya sambil bercerita." Frey menarik napas dalam-dalam, dia mencoba menenangkan dirinya sebelum bercerita, karena setiap kali dia mengingat pengkhianatan Jevais, mendadak dirinya merasa sangat tidak nyaman. "Jadi, setelah aku menutup media sosialku, dan tidak ingin tahu soal apa pun, ternyata, semesta mengirimkan hal tidak terduga padaku." "Soal apa ini?" "Jevais." "Jev?" Lea menatap Frey, mencoba membaca kemana arah percakapan ini. Kalau tebakannya benar, dia hanya bisa mengatakan kalau Jevais keterlaluan dan terbukti sudah lelaki memang tidak ada yang bisa dipercaya. "Jevais berselingkuh dengan Kiyoko." "Oh...tidak...." Lea menggumam. Dia sudah memperkirakan hal ini, tapi dia mengenyahkan prasangka buruknya jauh-jauh. "Yes...itu kenyataannya. Aku tidak ingin percaya, tapi dia mengakuinya." "Holycrap! Bisa-bisanya Jevais melakukan itu setelah kamu melakukan banyak hal untuknya! Bagaimana dia tega melakukan hal itu? Fans-fans sialan itu pasti sangat senang sekarang!" Lea merutuk. "Lalu, apa yang kamu lakukan?" "Aku memintanya memilih. Aku atau Kyo." "Dan Jevais memilih siapa?" "Tidak ada." "Apa maksudnya tidak ada?!" Lea berkomentar kesal. "Dia mau dua-duanya? Astaga, apa dia tidak punya harga diri?" "Dia akan kembali satu minggu lagi untuk membicarakan masalah ini." "Huf, apalagi yang mau kamu bicarakan? Apa kamu masih mau mempertahankan rumah tanggamu bersama pengkhianat? Mau dibicarakan kapan pun tidak akan membuat segala sesuatu kembali seperti semula." decih Lea. Frey terdiam. Tentu saja dia tidak akan bertahan bersama pengkhianat, tapi, masalahnya, bagaimana perasaan Basil dan Bianca jika dia dan Jevais bercerai? Bianca sangat dekat dengan Jevais dan, Basil juga. Perceraian bisa membuat jarak antara Jevais dan anak-anak, hal itu bisa saja membuat anak-anak merasa terluka. Jika saja Jevais menyesali tindakannya dan meninggalkan Kiyoko, Frey berniat akan memaafkannya dan melupakan kesalahan Jevais. Dia akan memberikan kesempatan kedua untuk Jevais. "Kalau dia memilih bersama aku dan anak-anak...," lirih Frey. "Tapi kenyataannya dia rakus kan? Dia tidak mau memilih. Dia ingin bersama kamu, tapi tidak ingin melepaskan Kiyoko. Dia pikir, dia Kaisar yang bisa memiliki banyak selir? Baru saja populer sudah berulah! Pantas saja, belasan tahun berkecimpung di layar kaca dia bukan siapa-siapa!" "Lebih baik kamu berpisah, Frey. Apa lagi yang bisa diharapkan dari seseorang yang berkhianat?" "Aku khawatir perceraian akan membuat Basil dan Bianca tidak bahagia." "Lalu, apa kamu bisa bahagia menahan perasaan marah dan sedih saat kamu tahu Jevais mencintai orang lain? Kamu tidak boleh mengorbankan diri kamu sendiri sekarang, Frey. Kamu sudah terlalu banyak berkorban sejak awal pernikahanmu dengan Jevais. Kalau kamu tidak bahagia, jangan harap, anak-anak juga akan bahagia." "...." "Frey, jangan biarkan Jevais mengacaukan hidupmu. Tinggalkan dia, dan kamu bisa kembali ke layar kaca. Kamu berbakat, dan kamu bisa lebih gemilang dibanding sebelumnya." "Aku tidak yakin. Aku sudah lama hiatus, dan orang mungkin sudah melupakan aku." "Aku akan membantumu mendapatkan kembali kontrak kerja. Soal pekerjaan serahkan saja kepadaku dan semuanya akan baik-baik saja. Frey Avariella, akan kembali dan semua mata tertuju kepadanya, tapi hal terpenting sekarang, selesaikan urusanmu dengan Jevais. Kalau dia tidak mau memilih, kamu bisa mengajukan cerai, dan dia harus menerima gugatannya." "Apa...aku harus bercerai?" Lea menatap Frey. "Aku tidak bisa mengatakan harus atau tidak, semuanya tergantung padamu. Lagipula, aku belum menikah, eh, maksudku tidak akan menikah, jadi soal bercerai atau tidak, lebih baik kamu putuskan sendiri. Aku hanya memberi saran, dan bisa jadi saranku salah." "Kalau aku bercerai apakah semuanya akan lebih baik?" "Entahlah." Lea mengedik. "Aku hanya berpikir setidaknya kamu bebas dari perasaan sedih dan marah karena kamu sudah melepaskan diri dari Jevais." "Frey, minuman manismu sudah datang, aku akan mengambilnya ke depan." Lea beranjak dari tempatnya duduk dan melangkah keluar dari kamar Frey. Frey termenung. Melepaskan mungkin adalah hal terbaik yang bisa dia lakukan saat sesuatu menyakiti dirinya. Masalahnya, ada konsekuensi lain dari melepaskan Jevais. Hubungan Jevais dengan anak-anak, dan juga, perasaannya. Dia marah, kesal, dan membenci Jevais, tapi dia juga masih menyisakan rasa cinta untuk lelaki itu andai Jevais dengan tegas memilihnya dan meninggalkan Kiyoko. Frey tidak tahu bagaimana perasaan cinta itu masih ada saat Jevais begitu kejam mengoyak semua pengorbanan yang dilakukannya. Frey berpikir, dia mungkin akan memutuskan seminggu lagi, setelah dia bertemu lagi dengan Jevais. Mungkin saat itu, Jevais sudah memutuskan bersama siapa dia akan tinggal. Rasa menusuk terasa di hati Frey, saat dia memikirkan bagaimana jika Jevais memilih Kiyoko dan meninggalkannya. *** "Kenapa Jev?" Chen bertanya pada Jevais yang menyendiri saat syuting break. Lelaki itu memilih merokok di sudut halaman yang sepi ketimbang bergabung dalam obrolan rekan artis lainnya mengisi waktu saat break syuting. Jevais tidak segera menjawab, dia menghisap rokoknya dan menghembuskannya ke udara. "Frey tahu semuanya." "Apa?" "Soal aku dan Kiyoko. Dia memintaku memilih." "Aku sudah bilang, jangan bermain api, Jev." "Aku mau break syuting." "Kamu—apa?!" "Break. Tolong bicarain sama sutradara." "Kamu pikir gampang? Kalau kamu break, script harus dirubah. Nggak bisa mendadak kayak gini dong!" Chen berkata gusar. "Tolong, Chen. Aku harus memperbaiki semuanya sekarang." "Berarti, kamu memilih Frey?" "...." "Itu bagus, kamu tahu kemana seharusnya kamu pulang, Jev, tapi tetap saja itu nggak adil buat Kiyoko." "Aku nggak bisa berlaku adil untuk Frey dan Kiyoko. Apa pun yang aku pilih, aku akan melukai salah satunya. Andai bisa, aku ingin melukai diriku sendiri." "Tindakanmu bodoh, Jev. Kamu mendapatkan popularitas ini setelah belasan tahun berkecimpung di layar kaca, dan kamu malah terlibat skandal." "Please, Chena, aku tidak butuh komentar. Atur saja jadwalku untuk cuti syuting paling tidak satu bulan penuh. Aku juga memikirkan untuk mengundurkan dari sinetron ini." "Mengundurkan diri? Gila! Ini tidak mungkin Jev. Cuti beberapa saat, aku masih bisa mengusahakan, tapi mengundurkan diri sangat tidak mungkin. Kamu pemeran utama sinetron ini, bagaimana mungkin sinetron ini terus tayang saat kamu tidak ada?" "Aku tidak bisa terus bertemu Kiyoko setelah aku mengatakan semuanya." "Jevais, kamu sangat tidak profesional," cetus Chena. "Iya...iya...aku tahu, tapi apa lagi yang bisa aku lakukan? Aku mengacaukan segala hal dan berusaha memperbaiki semuanya satu per satu." "Masalahmu dengan Kiyoko adalah masalah pribadi, seharusnya kamu tidak melibatkan pekerjaan." "Bagaimana mungkin aku tidak melibatkan masalahku dalam pekerjaan? Aku dan Kiyoko selalu bersama dalam banyak adegan. Apa kita tidak bisa menawarkan alternatif cerita, misalnya tokoh utama kecelakaan, mengalami kerusakan wajah dan menjalani operasi face lift, atau semacamnya. Atau, bagaimana jika tokoh utama meninggal dan ada tokoh baru yang menggantikannya. Mungkin, hal itu membuat cerita sinetron lebih menarik, lagipula, twist semacam itu sudah pernah dilakukan di sinetron lain." "Tidak semudah itu, Jev. Penulis naskah sudah menulis naskahnya sampai beberapa episode ke depan dan kamu tidak bisa seenaknya merubah jalan cerita. Lagipula, tidak ada gunanya kamu membicarakan alur cerita dalam naskah dengan aku karena aku tidak mengerti apa pun. Lebih baik kamu membicarakannya langsung dengan Edna, penulis naskahnya, meski yah, aku tidak yakin dia mau merubah naskah yang telah ditulisnya. Lagipula, Jev, apa kamu sudah berpikir berapa banyak kerugian yang akan ditanggung saat kamu meninggalkan sinetron ini? Aku rasa, produser tidak akan diam saat kamu pergi. Sinetron ini menempati rating tertinggi selama ini, dan perolehan iklan yang didapat sangat fantastis. Sepuluh milyar dalam sekali sinetron tayang. Berani bertaruh, produser tidak akan membiarkan kamu pergi sebelum sinetron ini selesai." "Belum lagi fans sinetron ini yang mendukung acara apa pun yang menampilkan kamu dan Kiyoko. Singkatnya, kamu dan Kiyoko adalah pemanggil uang, dan ya...aku tidak ingin munafik, siapa juga yang tidak suka uang. Salahnya hanya, kamu tidak profesional. Kamu menggunakan hati dan beginilah, semuanya kacau." Jevais melempar rokoknya yang masih separuh ke tanah lalu menginjaknya dengan gusar. "Berhentilah mengoceh Chen. Aku sudah lelah. Apa kamu punya saran bagus untuk menyelesaikan masalahku? Aku tidak ingin bercerai dari Frey." "Menurutku, bicaralah pada Kyo, soal ini. Katakan sejujurnya bahwa kamu tidak bisa meninggalkan keluargamu dan hubungan kalian tidak seharusnya ada." "Seperti sangat mudah dilakukan." Jevais menyindir. "Mudah saja, kalau kamu sudah bertekad dan tidak lagi menaruh perasaanmu pada Kiyoko." "...." Jevais terdiam. Dia tidak akan pernah mudah mengatakan perpisahan dengan Kiyoko, apalagi, jika mereka masih saja bertemu dan beradegan mesra sebagai pasangan, meski itu hanya akting belaka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD