11. Kesempatan Kedua.

1510 Words
"Aku pikir, aku akan mengambil cuti," ucap Kiyoko pada Sheryl, manajernya. "Cuti? Ada apa ini? Aku baru saja tahu dari Chena kalau Jevais mengambil cuti dua minggu. Sutradara sempat mengomel karena dia dan penulis naskah harus menyesuaikan situasi dan alur cerita agar sinetron tetap bisa tayang selama Jevais cuti. Lalu, sekarang, kamu juga ingin cuti?" "Aku merasa terlalu lelah dengan rutinitas ini dan ingin beristirahat." Sheryl menyipitkan mata dan merasa curiga. Dia mendekati Kiyoko dan menatap wanitu itu. "Apa?" tanya Kiyoko saat Sheryl mengamati wajahnya. "Sesuatu terjadi kan?" Kiyoko mengedik. "Jangan bilang ini soal kamu dan Jevais." Sheryl memiringkan wajahnya, mengamati ekspresi Kiyoko. "Oh, tidak! Aku benar kan?" "Bukan hal yang besar." "Kamu tidak akan mengajukan cuti kalau ini bukan hal yang besar. Kamu terlihat...berencana mencoba menghindari Jevais." "Yah...aku pikir, aku tidak akan bisa bertemu dengannya dan tetap baik-baik saja. Aku bahkan berpikir untuk mengundurkan diri dari sinetron ini." "Mengundurkan diri?" Sheryl setengah berteriak. "Gila! Kamu tidak mungkin mengundurkan diri, Kyo! Memangnya, apa yang terjadi sampai kamu harus mengundurkan diri dari sinetron ini? Kamu semakin terkenal dan populer, uangmu semakin menumpuk, kamu bisa memberikan perawatan yang baik untuk adikmu, untuk apa mengundurkan diri? Tidak masuk akal!" "Aku tidak bisa terus menerus bertemu Jevais...." "Sejak awal, hubunganku dengan Jevais tidak seharusnya terjadi. Mulanya aku berpikir bahwa aku dan dia hanya terpesona sesaat karena euforia para penggemar dan karena masalahku dengan Kai. Jev menjadi pendengar yang baik untukku dan aku menjadi terlalu dekat dengannya. Aku tahu ini salah dan berpikir, bahwa suatu hari akan ada akhir untukku dan Jevais. Aku hanya tidak menyangka secepat ini...." "Apa maksudnya?" "Aku rasa, Frey sudah tahu hubunganku dengan Jevais. Jev mengatakan padaku untuk berpisah. Aku tidak kaget karena aku sudah memperkirakannya. Aku sudah mempersiapkan hari ini sejak lama, tapi ternyata, aku salah...aku merasa sangat kehilangan Jevais... aku tidak bisa terus bersamanya, beradegan mesra dengannya sementara aku sudah tidak bisa mencintainya. Dia bukan milikku, Sher." Sheryl mendesau. "Ya Tuhan semuanya sangat kacau!" Kiyoko menatap Sheryl dengan sedih. "Menurutmu, bagaimana aku bisa menjaga hatiku sendiri? Tidak mungkin aku terus menerus bersama Jevais sepanjang hari, saat aku jatuh cinta kepadanya, dan tidak bisa memilikinya." Sheryl memeluk Kiyoko. "Kyo, kenapa kisah cintamu selalu sedih?" "...." Sunyi, tidak ada jawaban, Sheryl hanya mendengar tangisan Kiyoko. Dia pikir, Jevais hanya sekedar pelarian, tapi ternyata Jevais benar-benar ada dalam hatinya. *** "Papa pulang!" seru Bianca si paling cerewet di rumah. Anak itu segera memeluk Jevais. "Papa, aku kangen!" "Papa juga kangen." Jevais mengecup pipi Bianca. "Mana Basil?" Jevais mengedarkan pandangan mencari keberadaan anak lelakinya. "Basil sedang bersama Mama di kamar." "Di kamar?" "Iya. Belakangan, Mama sering diam-diam menangis, jadi Basil menemani Mama." Hati Jevais mencelos. Dia adalah seseorang yang membuat Frey menangis. Dia tidak pernah bermaksud membuat Frey menangis dan kecewa. Dia juga tidak pernah bermaksud berkhianat, tapi semunya terjadi begitu saja saat dia bertemu Kiyoko dan berinteraksi bersama wanita itu hampir setiap hari. Kiyoko, adalah seseorang yang tidak bisa dia abaikan. Adegan mesra yang mereka perankan lama kelamaan membuat mereka terbawa perasaan. Euforia fans yang mendukung hubungan mereka di dunia nyata juga membuat Jevais dan Kiyoko merasa bahwa mereka telah menemukan satu sama lain. Retaknya hubungan Kiyoko dengan Kai juga membuat Jevais semakin dekat dengan Kiyoko. Jevais menjadi tempat wanita itu berkeluh kesah dan menemukan kenyamanan. Semua itu membuat Jevais dan Kiyoko berada dalam sebuah hubungan yang semakin intens dan mendalam, melupakan kenyataan bahwa Jevais adalah seorang lelaki yang telah berkomitmen. "Papa! Ayo kita jemput Basil dan Mama?" Tepukan tangan kecil Bianca membuat pikiran Jevais buyar. "Ah, iya, ayo kita jemput Mama dan Basil," balas Jevais, melangkahkan kakinya menuju kamar utama, tempat di mana dia dan Frey beristirahat dan menjadi saksi bisu masa-masa indah penuh romantisme di awal pernikahan mereka. Sebuah masa yang terasa demikian usang semenjak Jevais sibuk dengan aktifitas syuting dan sering tidak pulang ke rumah. Jevais telah menemukan rumah lainnya untuk pulang. Bianca turun dari gendongan Jevais saat mereka sampai di depan pintu kamar. Dengan lincah, dia mengetuk pintu kamar, memanggil ibu dan saudara kembarnya. "Mama! Papa pulang! Basil! Papa pulang!" Bianca mengetuk pintu dengan tidak sabar. Tidak lama kemudian, Basil membuka pintu, menatap Jevais. "Oh, Papa pulang?" ucapnya pelan, tanpa antusiasme seperti yang ditunjukkan Bianca. Jevais menduga, Frey mengatakan sesuatu tentang situasi rumah tangga mereka saat ini pada Basil dan membuat anak itu merasa ayahnya bukan sosok yang baik. Jevais tahu, dalam hal ini, dia salah, tapi bukan berarti Frey harus membicarakan dirinya pada anak-anak. Jevais berjanji akan membahas masalah ini pada Frey. "Iya, Papa pulang! Bagaimana kabarmu, Basil? Kamu tampak tidak bersemangat?" "Kabarku baik, tapi Mama tidak. Mama terus menerus menangis dan aku tidak tahu apa yang membuat Mama sedih. Kata Tante Lea, Mama tidak enak badan, dan membuatnya menangis karena sakit. Aku menemani Mama dan menggosokkan minyak ke kaki Mama agar Mama lebih baikkan. Aku juga mencoba memberi Mama coklat, tapi Mama tetap sedih," lapor Basil. "Oh, jadi karena Mama terus menangis dan sedih, kamu jadi tidak bersemangat?" tanya Jevais. Dalam hati merasa malu karena menyangka Frey telah membicarakan dirinya pada Basil dan membuat Basil membencinya. "Iya, aku tidak mau Mama sedih." "Kemari, Papa!" Basil menarik tangan Jevais masuk ke dalam kamar dan Jevais bisa melihat Frey tengah berbaring. Wajahnya pucat dan nampak sembab. Apa yang Basil katakan benar. Frey menangis dan terus menerus merasa sedih. "Mama! Lihat Papa sudah pulang!" Basil memberitahu Frey dan wanita itu mencoba tersenyum meski kedatangan Jevais bukan sesuatu yang membuat kesedihannya menghilang begitu saja. Bahkan, kedatangan Jevais mungkin membuat kesedihan Frey bertambah jika Jevais memilih Kiyoko. "Apa Papa bisa menghibur Mama?" "Papa akan mencoba menghibur Mama. Apa yang Mama inginkan?" "Liburan bersama? Papa berjanji akan mengajak kita ke Disneyland," celetuk Bianca. "Ah, iya. Bagaimana kalau kita pergi? Hari ini Papa akan coba mencari tiket untuk pergi ke Perancis. Kita berangkat secepatnya. Bagaimana menurutmu, Ma?" tanya Jevais mencoba mengajak Frey masuk ke dalam percakapan meski wajah Frey tidak menunjukkan ketertarikan. "Terserah saja." "Apa Mama bisa pergi jalan-jalan?" tanya Basil sambil naik ke ranjang. Tangan kecilnya menyentuh dahi Frey. "Mama sudah sembuh?" "Mama pasti sembuh kalau jalan-jalan." Jevais meyakinkan. "Iya kan Ma?" Karena Basil dan Bianca menatapnya, Frey mengangguk. Dia tidak ingin kedua anaknya melihat kegundahannya. "Jadi, kita mau liburan?" "Iya." "Horeeee!!!" Bianca berteriak keras. "Apa Sus juga diajak?" Basil bertanya. "Iya, boleh, Sus juga diajak." "Kalau begitu, aku akan mengatakannya pada Sus dulu." Basil berlari keluar diikuti Bianca untuk memberitahu baby sitter mereka rencana pergi bertamasya, meninggalkan Jevais dan Frey berdua saja di kamar. "Apa kamu sakit?" tanya Jevais sambil berjalan mendekati ranjang, lalu duduk di sana. "Tidak, aku baik-baik saja. Kamu tidak perlu khawatir." "Basil mengatakan kamu sering menangis sepanjang malam." "Ah, anak itu...." Frey mencoba menyembunyikan kenyataan bahwa dia sering menangis karena pengkhianatan Jevais. "Dia salah mengira. Aku menonton drama Korea dan ceritanya sedih, karena itu aku menangis." "Oh...." "Jangan khawatir, aku baik-baik saja." "Apa kamu sudah makan?" Frey bergerak turun dari ranjang, tapi Jevais menahan lengannya untuk pergi menjauh. "Frey, aku ingin bicara sama kamu." Frey menatap Jevais tanpa kata. "Aku mengatakan akan kembali setelah satu minggu dan membicarakan masalah kita. Aku sudah kembali dan aku ingin kita membicarakan masalah ini." Frey menghela napas. Dia merasa tidak ingin dan tidak perlu mendengar apa pun dari Jevais. Itu karena dia takut Jevais akan mengatakan sesuatu yang membuatnya merasa hancur, yaitu memilih Kiyoko Forest dibandingkan dirinya dan anak-anak. Lebih baik, Jevais tidak mengatakan apa-apa, pergi syuting dan hanya kembali ke rumah kadang-kadang saja, mereka masih seperti keluarga utuh dan hubungan mereka tidak berakhir. Sepertinya, itu lebih baik daripada kehilangan Jevais. "Frey, aku sudah memutuskan." Jevais memegang pundak Frey dan membuat wanita itu berhadapan dengannya. Frey bisa menatap wajah Jevais yang sekarang juga sedang menatapnya. Wajah yang membuatnya jatuh cinta dan memutuskan untuk mengikat komitmen bersama dalam pernikahan. Jevais adalah lelaki yang Frey harapkan bisa menemaninya sampai akhir nanti. Tapi, ternyata keinginan Frey tidak terwujud. Jevais telah mengkhianatinya dan membuat luka di hatinya. "Jadi apa?" tanya Frey hati-hati sambil mempersiapkan hatinya atas jawaban apa pun yang akan dilontarkan Jevais. "Kamu dan anak-anak adalah prioritasku. Aku tahu telah melakukan kesalahan dan aku ingin memperbaiki semuanya. Aku dan kamu telah membuat komitmen, kita sudah berjanji untuk bersama dalam setiap waktu hingga maut memisahkan. Jadi, aku akan tetap bersama kalian." "...." "Maafkan aku Frey." Jevais mengambil tangan Frey dan mengecup perlahan tangan wanita itu. "Aku bersumpah tidak akan mengkhianatimu lagi. Kamu dan anak-anak adalah hal berharga dalam hidupku dan aku tidak akan membiarkan kalian pergi dari hidupku. Frey, aku mohon, berikan aku kesempatan kedua." Mata Jevais menatap Frey dengan tatapan penuh permohonan yang tidak dapat Frey tolak. "Frey, please, berikan aku kesempatan kedua agar aku bisa memperbaiki semua kekurangan dan kesalahanku. Aku tidak sempurna, tapi aku berjanji melakukan semua yang terbaik buat kamu dan anak-anak." Frey mengangguk, air mata deras mengalir begitu saja menyusuri pipinya. Jevais mengusap air mata itu dan mengecup di sana. "Jangan menangis Frey, aku berjanji akan membuatmu bahagia." Frey tidak bisa menyembunyikan rasa lega dan bahagia yang membuncah dalam hatinya saat mendengar Jevais memilihnya dibanding Kiyoko Forest, dia memeluk Jevais erat. Frey memaafkan Jevais dan memberikan lelaki itu kesempatan kedua.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD