12. Bukan Hal yang Nyata

1299 Words
"Jadi, Jevais sudah pulang dan dia mengatakan memilih kamu dibanding Kiyoko?" tanya Lea sore itu sambil memasukkan kebab yang baru saja diantar ojek online ke dalam mulutnya. Lea datang untuk menawari Frey beberapa kontrak kerja yang dia anggap potensial. Tapi Frey tidak lagi tertarik dengan kontrak kerja karena Jevais telah kembali padanya dan hal itu cukup membuatnya bahagia. Jevais memenangkannya dibanding Kiyoko dan meski Jevais tidak mengatakan apa-apa pada fansnya yang gila, fans yang gemar menjodohkan Jevais dengan Kiyoko, tapi pada akhirnya Jevais menegaskan siapa ratu di hatinya. Hal itu membuat Frey merasa berbunga-bunga dan merasa semua akan baik-baik saja. Jevais sudah berjanji, dia akan menggunakan kesempatan kedua ini sebaik-baiknya. Frey dan kedua anak mereka adalah sesuatu yang tidak akan pernah dia tinggalkan dan Frey memaafkan Jevais. "Ya...dan kita akan pergi ke Paris untuk merayakannya." "Kamu percaya apa yang Jevais katakan?" "Kenapa tidak?" "Uh...." Lea nampak kesulitan menelan kebab dalam mulutnya. Salahnya sendiri, dia memakan kebab berpotongan besar seperti ular sanca yang memakan kapibara bulat-bulat. Frey berbaik hati mengambilkan Lea minum dan wanita itu mereguk air dalam gelas dengan cepat hingga tandas. "Maksudku, apa kamu bisa mempercayainya saat Jevais masih terus bertemu Kyo dan beradegan mesra? Bahkan fans bodoh mereka masih saja menginginkan kebersamaan mereka di dunia nyata. Baguslah, kamu sudah menutup media sosialmu, kalau tidak, kamu pasti sudah muak. Lagipula, seseorang yang pernah berkhianat, tidak bisa dipercaya lagi. Kamu tahu itu." "Aku tidak peduli. Aku percaya Jevais, dia hanya sedikit tersesat. Jevais bukan playboy." "Oh berhati-hatilah, Nyonya, kalau tidak kamu akan terluka lagi. Apalagi, aku dengar Kiyoko sudah tidak lagi bersama Kai. Mungkin, Kai sudah mendengar berita soal hubungan Kyo dan Jevais, lalu memutuskan mengakhiri semuanya dengan Kyo. Kenapa Kyo bodoh sekali? Dia melepaskan Kai Sjahrir begitu saja. Kalau aku jadi Kyo, aku tidak akan melepaskan Kai." "Mungkin, Kai tidak sebagus kelihatannya." "Tetap saja Kai lebih baik daripada Jevais yang sudah beristri dan beranak dua. Aku tidak percaya Jevais bisa memegang ucapannya dan tidak akan berkhianat lagi." "Lea, apa kamu tidak bisa mengatakan hal yang baik untukku dan untuk pernikahanku bersama Jevais?" "Maafkan aku," balas Lea, tapi dia terdengar tidak tulus. "Salahku, aku tidak percaya pada lelaki. Tidak setelah ayahku yang b******k, mantan pacarku yang sialan dan kakak iparku yang seperti setan hadir dalam hidupku. Lelaki adalah mahluk yang seharusnya diasingkan kembali ke Mars." "Lea, aku tahu, kamu mengalami banyak hal yang buruk. Jevais memang pernah melakukan kesalahan, tapi dia tidak sejahat itu." "Aku selalu berdoa pada Tuhan agar kamu selalu dilindungi dari segala macam hal jahat, Frey. Kamu teman yang baik dan aku tidak ingin kamu mengalami kejadian tidak menyenangkan yang dilakukan para lelaki." "Amin. Terima kasih sudah mendoakanku, Lea." "Enough, aku tidak ingin pembicaraan ini jadi aneh." Lea kembali memakan kebabnya yang kedua. "Jadi, kamu sama sekali tidak akan mempertimbangkan kontrak yang kutawarkan? Ini adalah film baru yang akan dikerjakan sekitar lima bulan ke depan. Kamu masih punya waktu untuk memikirkannya." "Sepertinya aku tidak berminat, Lea. Maaf." Lea nampak kecewa. Dia menghela napas. "Sayang sekali. Tapi siapa tahu, kamu akan berubah pikiran nanti." "Aku rasa, aku tidak akan berubah pikiran, Lea. Aku ingin memiliki banyak waktu bersama anak-anak dan Jevais. Aku akan lebih memperhatikan dia. Mungkin, selama ini aku kurang memberikannya perhatian dan sibuk dengan diriku sendiri." "Dengar Frey, saat dia berkhianat itu bukan salahmu karena kurang memperhatikannya atau apa pun, itu terjadi karena Jevais memang menginginkannya. Jangan pernah salahkan dirimu sekalipun kamu memaafkannya dan memberikan kesempatan kedua. Pengkhianatan terjadi karena niat pelakunya." "Iya, aku mengerti Lea. Aku hanya berpikir untuk memberikan hal yang lebih baik untuk Jevais. Aku dan Jevais harus sama-sama melakukan hal yang terbaik demi pernikahan ini kan?" "Lalu, apa dia juga berpikir memberikan hal yang lebih baik untukmu setelah kejadian ini? Apa yang akan dilakukannya agar pernikahan yang hampir karam karena kesalahannya ini kembali seperti semula?" "Lea, kamu terdengar membenci Jevais." "Aku memang membenci semua lelaki yang payah!" Frey hanya tersenyum mendengar ucapan Lea yang pedas, dia tidak mengambil hati ucapan itu karena Frey sedang berada dalam fase berbunga-bunga, seperti remaja yang sedang jatuh cinta. Dia tidak peduli apa pun yang Lea katakan, baginya, Jevais adalah segalanya, terutama setelah Jevais memilihnya dibanding Kiyoko, meski, Kiyoko dan Jevais adalah pasangan yang digadang-gadang oleh ratusan ribu fans sinetron yang mereka perankan, tapi pada akhirnya Jevais tetap menjadi suaminya. Kiyoko dan Jevais, hanya ada dalam impian para fans konyol itu. Hari-hari terasa indah dan penuh semangat yang menggelora bagi Frey dan Jevais setelah mereka berdamai. Frey melupakan kesalahan Jevais dengan begitu mudah—dan mendapatkan cemoohan dari Lea karena Frey terlihat terlalu mencintai Jevais saat dia memaafkan Jevais begitu saja tanpa memberikan Jevais pelajaran. Tapi Frey tidak peduli apa pun pendapat Lea, baginya, Jevais kembali padanya adalah hal yang diinginkannya dan dia tidak ingin melepaskan kesempatan itu. "Apa kamu senang?" tanya Jevais sambil memeluk Frey di airport lounge. Mereka akan pergi ke Paris, menepati janji Jevais untuk mengajak keluarganya berwisata dan juga merayakan hubungan pernikahan yang membaik. "Ya...aku seperti bermimpi." "Kamu tidak bermimpi, Sayang. Ini adalah kebahagiaan yang nyata." "Kita akan berbulan madu, untuk yang kedua kali. Bagaimana menurutmu?" bisik Jevais sensual di telinga Frey dan membuatnya kegelian. "Ada anak-anak." Frey mencubit lengan Jevais gemas dan berusaha menjauhkan Jevais yang menggodanya. "Anak-anak bisa bersama baby sitter mereka, lagipula, Lea juga ada. Kita bisa menitipkan Basil dan Bianca pada mereka. Kita akan memberikan Basil dan Bianca adik yang lucu." Frey memukul lengan Jevais. "Jangan mengatakan hal yang tidak-tidak!" "Kenapa tidak? Si kembar hampir empat tahun, sudah waktunya mereka punya adik." Frey menatap Jevais. "Aku belum siap." "Kenapa?" "...." Frey membisu. Dia tidak bisa memberitahu alasannya pada Jevais karena hal itu bisa saja menyinggung Jevais. Frey tidak berpikir untuk kembali memiliki anak, karena pengkhianatan Jevais. Frey tidak ingin kehidupan pernikahannya yang baru saja kembali tenang dari gejolak kembali menuai badai. "Frey...?" "Aku rasa, ini bukan waktu yang tepat, Jev. Tapi, ya...aku rasa sudah waktunya Basil dan Bianca punya adik." Frey mencoba bersilat lidah agar Jevais tidak tersinggung. "Jadi, kapan waktu yang tepat?" Jevais menatap Frey dengan tatapan menggoda yang Frey sangat tahu kemana arahnya. Suaminya itu seperti haus belaian dan hasrat menggelora. Frey pikir, itu adalah hal yang wajar karena mereka baru saja kembali bersama setelah Jevais tersesat dalam pesona wanita lain. "Jev, kita bisa pikirkan nanti...." "Sorry, tunggu sebentar." Jevais memotong ucapan Frey yang belum selesai saat ponselnya berbunyi nyaring. "Ya?" tanya Jevais pada seseorang yang menelponnya. "Apa?!" Jevais nampak kaget dan bergerak menjauh dari Frey. Gesture Jevais itu membuat Frey menatap ingin tahu. Siapa yang menelpon Jevais dan apa yang dia katakan? Mengapa Jevais nampak kaget dan bahkan sekarang wajahnya nampak memucat? Apakah ada sesuatu yang sangat penting? "Frey...aku harus pergi sekarang," ucap Jevais dengan nada panik saat dia selesai bicara lewat ponsel. "Ada apa Jev?" "Sesuatu terjadi dan aku harus memastikan semuanya baik-baik saja." "Ada apa?" "Aku akan menjelaskan nanti. Yang pasti, aku harus pergi sekarang." "Bagaimana perjalanan kita ke Paris? Sebentar lagi pesawat akan boarding...." "Pergilah dulu, aku menyusul nanti." Jevais memotong ucapan Frey, dan dia pergi begitu saja tanpa berpamitan, meninggalkan Frey yang duduk termangu, dan bertanya-tanya, hal apa yang membuat Jevais terburu-buru meninggalkannya sesaat sebelum mereka pergi untuk bulan madu yang kedua. Adakah hal yang lebih penting bagi Jevais selain pergi bersama istri dan anak-anak ke Paris? Adakah sesuatu yang harus ditepati melebihi janji Jevais untuk mengajak Bianca dan Basil mengunjungi Disneyland? Perasaan Frey menjadi tidak nyaman dan gelisah. Dia meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja dan Jevais akan segera menyusul ke Paris. Tapi rasanya sia-sia, dia tidak bisa merasa tenang, dan dia merasa khawatir Jevais akan menyia-nyiakan kesempatan kedua yang diberikannya. Frey, menatap resah melalui jendela pesawat, dia tidak melihat apa-apa di luar sana kecuali landasan pacu dan kesibukan beberapa staf bandara. Dia meyakinkan dirinya, semua ucapan Lea soal Jevais yang bisa saja kembali berkhianat bukanlah hal yang nyata.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD