Vivian POV Beberapa jam setelahnya, aku telah berpindah ke rumah sakit. Dibantu oleh supirku yang datang menyusul ketika mendengar suara gaduh. Aku duduk di depan ruang ICU, setelah menerima perawatan dan membersihkan diri. Menunggu Prima yang sedang ditangani di dalam sana. Air mataku sudah berhenti, tapi rasa takut dalam hatiku tak bisa hilang. Tak lama, keluarga Prima datang. Ibunya tergopoh-gopoh menghampiriku. “Apa yang terjadi, Nak Vivi?” Wanita setengah baya itu, tampak cemas melirik perban yang melekat di tubuhku. Juga melihat pakaian pasien yang kukenakan. Kedua tangannya meraup wajahku, terasa hangat dan nyaman. Sesuatu yang tak layak kudapatkan. Anaknya terluka karena aku. Karena terlibat masalahku, karena tak sanggup kulindungi. Aku tahu bahwa aku harus segera tersenyum,