The Wo(Man) - 09

1636 Words
Agenda bersih-bersih kamar itu ternyata cukup melelahkan. Riyu sudah selesai membasmi semua sampah yang bertebaran. Walaupun ranjang bagian bawah bukanlah tempatnya, Riyu juga sekalian membersihkan tempat itu dan menata ulang semua perabotan yang ada di sana agar terlihat rapi. Menurut keterangan Abian, pemilik rumah kontrakan itu menetap di luar kota, jadi Riyu hanya perlu mentrasnfer yang kontraknya saja tanpa perlu berkenalan dan sebagainya terlebih dahulu. Riyu tersenyum senang saat melihat kamar yang sudah bersih. Dia juga membuka jendela kamar itu lebar-lebar agar sirkulasi udara di sana menjadi segar. Tatapannya kemudian tertuju pada barang-barang milik penghuni lain kamar itu. Riyu kemudian meletakkan barang-barang itu kembali ke atas kasur yang sudah dibersihkan seperti sedia kala. “Sebenarnya seperti apa teman sekamarku ini?” desisnya pelan. Suasana rumah itu terasa begitu sepi dan lengang. Sepertinya Abian sendiri juga belum bangun dan masih terjebak dalam mimpi indahnya. Riyu pun mengintip suasana di luar kamar sejenak. Kosong. Tidak ada terlihat siapa-siapa di luar sana. Riyu akhirnya melangkah pelan dan beranjak menuju dapur. Perlengkapan di dapur itu cukup komplit. Ada satu buah kompor gas dua tungku, aneka wajan yang menggantung, bumbu-bumbu dapur yang terlihat seadanya dan juga rak piring ukuran kecil yang hanya di isi oleh beberapa buah perlengkapan makan saja. “Sepertinya aku juga harus membeli perlengkapan makan untuk diri aku sendiri,” bisik Riyu. Langkah Riyu pun terhenti di depan sebuah kulkas kecil yang terlihat kusam. Dia ingin melihat apakah kulkas itu masih berfungsi atau tidak. Namun ketika baru membukanya, Riyu langsung menutup hidung karena bau busuk yang menyengat. Terlihat banyak sekali sayur-sayuran dan makanan sisa yang sudah membusuk. Sepertinya makanan itu sudah terlalu lama dan menjadi sebuah prasasti di sana, hingga kedinginan kulkas pun tidak mampu lagi mencegah kebusukannya. Riyu cepat-cepat menutup kulkas itu kembali sambil mengibas-ngibaskan tangannya di depan hidung. Ya, memang beginilah keadaan rumah yang dihuni oleh kumpulan lelaki dan dia harus menerima risiko itu. Riyu kembali meneliti setiap sudut rumah itu dengan seksama. Dia kemudian beranjak untuk mengecek kamar mandinya. Bau pesing langsung menyeruak memenuhi rongga hidung saat Riyu membuka pintu kamar mandi yang pertama. Perutnya langsung terasa mual dan Riyu cepat-cepat menutup pintu kamar mandi itu. “I-ini benar-benar keterlaluan,” ucapnya dengan napas sesak. Riyu pun beralih membuka pintu kamar mandi yang kedua. Untungnya tidak ada bau pesing yang menyengat hidung. Suasananya cukup bersih dan hal itu tentu saja membuat Riyu merasa lega. Selagi berada di sana, Riyu pun terpikir akan sesuatu dan segera berlari ke dalam kamarnya untuk mengambil handuk. “Lebih baik aku mandi dulu, mumpung rumahnya sedang sepi.” Riyu yang sudah mendapatkan perlengkapan mandinya pun langsung berlari dan masuk ke dalam kamar mandi. Aliran air segar pun terasa menghanyutkan semua penat Riyu memejamkan matanya di bawah pancuran air yang deras. Gadis berusia 20 tahun itu benar-benar menikmati ritual mandinya dan sengaja berlama-lama di kamar mandi. Sementara itu di luar sana terlihat seorang pemuda yang baru saja datang. Dia masuk dengan langkah pelan, menurunkan ransel di punggungnya, lalu duduk di sofa itu dengan helaan napas yang terdengar sesak. Penampilan pemuda itu terlihat sangat rapi dan klimis. Dia mengenakan kemeja kuning dengan dalaman baju kaos putih yang terlihat bagian kerahnya. Baju kemejanya itu pun dimasukkan dengan rapi ke dalam celana jeans warna biru yang terlihat sedikit ketat di kaki nya yang berotot itu. “Aku lelah sekali,” bisik pemuda itu. Sosok tampan dengan wajah yang bening itu memejamkan matanya sejenak. Bulu matanya yang terlihat lentik pun menjadi lebih jelas saat ini. Proporsi hidungnya yang mancung, bibir mungil berwarna merah muda dan alis yang menukik tajam itu benar-benar membuat penampilannya terlihat sempurna. Sekilas wajahnya terkesan cute dan manis, namun rahang tegas dan tatapan matanya yang tajam itu menampilkan sisi maskulin yang cukup mematikan. Kedua bahu pemuda itu tampak naik turun seiring dengan helaan napasnya yang masih sesak. Dia sepertinya sangat kelelahan sekali. Hingga kemudian dia pun kembali membuka mata dan berjalan gontai menuju kamarnya. Bersamaan dengan itu sosok Riyu pun juga keluar dari kamar mandi dan mereka berdua pun saling menatap dengan wajah bingung. “S-siapa kamu!” sergah pemuda itu dengan alis bertaut. “K-kamu siapa?” Bodohnya, Riyu malah balik bertanya. Pemuda itu berkacak pinggang, lalu menatap tajam. “Aku yang duluan nanya! Kamu siapa, ha?” Riyu tersadar dan segera menundukkan kepalanya sebentar. “M-maaf, aku penghuni baru di sini.” Pemuda itu menatap Riyu lekat-lekat. Dia merasa cukup aneh melihat seorang lelaki dengan postur badan mungil dan wajah lembut seperti Riyu. Sejenak pemuda itu terus memerhatikan Riyu lekat-lekat, hingga kemudian dia mencondongkan wajahnya ke depan dan ha itu refleks membuat Riyu memundurkan kepalanya ke belakang. “A-ada apa?” tanya Riyu terbata. “Gelembung sabun masih banyak di telinga kamu,” jawab pemuda itu sambil berdiri tegak kembali. Deg. Riyu langsung meraba bagian telinganya dan meringis malu. Pemuda itu menghela napas pendek, lalu berbalik menuju kamarnya. Ternyata dia adalah penghuni kamar VIP yang tadi dikatakan oleh Abian. Saat ini dia terlihat sedang membuka kunci pintu kamarnya. Riyu yang masih sibuk mengorek-orek kupingnya kembali mengejar pemuda itu. “N-nama aku Riyu ….” ucapnya kemudian. Gerakan tangan pemuda yang sedang memutar kunci kamarnya itu berhenti sebentar. Dia hanya diam dan tidak menoleh kepada Riyu sedikitpun. “K-kalau nama kamu siapa?” tanya Riyu. Suaranya terdengar canggung dan ragu-ragu. Hening. Tidak ada jawaban sama sekali. Pemuda itu membuka pintu kamarnya dan masuk begitu saja membiarkan Riyu yang masih termangu dengan wajah bodohnya. Semilir angin pun menerpa wajah Riyu dalam kebingungan. Dia kemudian mengangguk pelan setelah menyadari sesuatu. “Ya … aku mengingat dia. Dia adalah pemuda super jutek yang memarahi aku pagi itu,” ucap Riyu. “Namanya Darrel ….” Deg. Riyu tergelinjang kaget karena tiba-tiba saja Abia muncul dan langsung berbisik lirih ke telinganya dari belakang. “S-sejak kapan kamu di situ?” tanya Riyu dengan mata melotot. “Sejak kamu menganga seperti orang dungu memandang dia,” jawab Abian. Riyu mendengkus kesal, lalu meyikut Abian dengan sikunya. Riyu sudah merasa cukup nyaman dengan sosok itu dan sepertinya mereka bisa berteman baik. “Udah kelar beres-beres kamarnya?” tanya Abian kemudian. Riyu mengangguk. “Sudah!” “Kalau begitu sekarang waktunya kita makan bakso. Kamu sudah janji, kan mau mentraktir aku.” Abian menyengir lebar. Riyu tertawa canggung, lalu menatap Abian perlahan. “Bukankah sebaiknya kamu mandi dulu?” Abian langsung membersihkan bagian matanya dengan ujung jari, lalu tersenyum menatap Riyu. “Nggak usah! Walau bagaimana pun aku akan tetap terlihat tampan kok! Ayo kita pergi!” Riyu benar-benar kehabisan kata-kata menghadapi mahluk super narsis seperti Abian. Dia bahkan belum sempat berkata-kata, tapi Abian sudah menyeretnya pergi dari sana. “Baksooo timeeeee …!!!” teriak Abian sambil menyeret Riyu pergi dengan mengait lehernya. Riyu dan Abian pun sudah berjalan keluar rumah sambil terus bercanda. Bersamaan dengan itu pintu kamar Darrel kembali terbuka pelan. Dia mengintip Abian dan Riyu yang masih terlihat di luar sana. Darrel pun berpikir sebentar sambil menatap sosok Riyu yang terasa tidak asing baginya. “Kenapa rasanya aku pernah melihat dia …?” _ “Darrel Septihan?” Riyu mengulang menyebut nama itu dengan pipi membulat berisi potongan bakso. “Iya. Namanya Darrel Septihan. Sejak awal, anaknya emang nyebelin! Dia nggak pernah berbaur dengan penghuni lainnya dan juga mempunyai kepribadian yang tertutup,” jelas Abian. Riyu mengangguk pelan. Sekilas melihat saja dia pun juga bisa merasakan bahwa Darrel bukanlah sosok yang mudah untuk didekati. “Ada banyak rumor yang beredar mengenai dia,” bisik Abian dengan bola mata membesar. Riyu merasa tertarik dan memajukan wajahnya. “Rumor apa?” “Ada gosip yang mengatakan bahwa dia itu adalah anak seorang pengusaha kaya raya yang lahir di luar nikah,” bisik Abian. “L-lahir di luar nikah, jadi maksudnya ….” Riyu mengatupkan bibirnya saat dia tahu maksud ucapan Abian. “Benar sekali. Keberadaan dia seperti dirahasiakan. Darrel itu selalu memakai barang-barang mewah dan mahal, tapi pertanyaannya … kenapa dia malah tinggal di tempat yang kecil dan tersembunyi? Aneh sekali, iya kan?” Riyu mengangguk setuju. “Jadi sebaiknya kamu nggak usah berhubungan dengan dia,” pesan Abian lagi. Riyu lagi-lagi mengangguk. Sejujurnya dia juga tidak ingin berinteraksi dengan mahluk super jutek seperti Darrel. “Oh iya… tapi selain itu masih ada gosip lainnya mengenai dia,” ucap Abian lagi. “Apa itu?” “Kabar lain menyebutkan kalau dia itu sebenarnya merupakan simpanan seorang tante-tante yang tajir melintir. Glek. Kepingan bakso yang baru saja bertengger di mulut Riyu kembali terhempas ke dalam mangkoknya. Dia benar-benar terkejut mendengar penuturan Abian yang masih sangat bersemangat menggosipkan Darrel. “Pokoknya Darrel itu sosok yang penuh misteri dan juga aneh! Intinya kalau mau aman … kamu nggak usah deket-deket sama dia. Dulu ada satu penghuni yang bertengkar dengan dia gara-gara masalah sepele. Kamu tahu apa yang terjadi? Mendadak penghuni itu langsung pindah keluar kota dan tidak pernah menampakkan batang hidungnya di kota ini lagi.” Abian bercerita panjang lebar. Deg. Riyu menelan ludah. Matanya kini menatap nanar pada sosok yang tiba-tiba saja berdiri di belakang Abian yang masih sibuk menggibah dengan bibir dowernya. “B-Bian ….” panggil Riyu terbata. “Pokoknya kamu harus menjauhi Darrel kalau mau hidup aman!” Abian masih mencerocos, sementara Riyu sudah ketakutan dengan lutut menggigil di bawah meja menatap sosok Darrel yang maish berdiri di belakang Abian sambil melipat tangannya. “B-bian ….” Riyu mengguncang-guncang lengan Abian. “Dan lagi nih, ya--” “BERHENTIIII …!” pekik Riyu kemudian. Abian menatap bingung. “K-kenapa kamu tiba-tiba berteriak seperti itu?” Riyu meringis pelan, lalu mengangkat dagunya untuk mengisyaratkan Abian agar dia menoleh ke belakang. “Memangnya ada apa sih--” Deg. “D-Darrel …!” Sendok garpu di tangan Abian terjatuh ke lantai begitu saja. Seiring dengan itu dia kembali memutar kepalanya, menyeka mulut dengan sehelai tisu, lalu tersenyum menatap Riyu. “A-aku sudah kenyang. Kamu bayar baksonya, ya!” Abian pun kabur melarikan diri dengan secepat kilat dan Riyu hanya bisa menatap nanar. Riyu berusaha memanggil si pembuat onar itu kembali, namun kata-katanya terhenti saat dia menyadari bahwa Darrel sedang menatapnya dengan tajam. “A-aku … a-aku ….” Riyu menjadi salah tingkah dan kebingungan. Darrel masih menatapnya tajam dan kemudian malah duduk di depan Riyu menggantikan tempat Abian. “Boleh aku duduk di sini?” tanya Darrel dengan nada suara datar. Deg. Riyu semakin ketakutan, tapi kemudian dia langsung menganggukkan kepala. “I-iya, kamu boleh duduk di sana” jawabnya kemudian. _ Bersambung …
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD