"Aku ingin kita putus," ucap Haykal pacarku, membuatku bagai disambar petir disiang bolong. Ini adalah hari ulang tahunku, dan dia ingin ... putus?
"Putus? Emang salahku apa sampai kamu ingin putus?" Rasa menyakitkan menyeruak tajam ke dalam dadaku. Bagaimana bisa ia minta putus sementara ibu terus menanyaiku kapan Haykal datang melamar.
"Aku sudah bosan sama kamu. Menurutku, kamu terlalu monoton. Diajak melakukan hubungan suami istri kamu tidak mau. Padahal kamu pacarku. Sok jual mahal."
Aku menatapnya tak percaya. Jadi karena itu? Aku bilang berkali-kali jika ia mau, maka ia seharusnya menikahiku dulu. Tapi dia bilang tidak mau, karena ingin memastikan dulu aku masih benar-benar gadis atau tidak. Setelah dia memastikannya, maka akan menikahiku. Tentu aku menolak keras. Takut dosa, juga takut ditinggalkan.
Haykal menyodorkan undangan merah muda yang sejak tadi dipegangnya. Aku melebarkan mata dengan hati semakin sakit melihat namanya juga nama Yeni, sahabatku, terukir di sana, juga tanggal hari H yang akan dilaksanakan besok.
"Kamu melakukan dengannya sebelum menikah?"
"Karena hanya dengan begitu aku tahu dia masih benar-benar gadis."
Aku ingin menangis juga mengumpat, tapi menahannya. Aku tersenyum berusaha tegar, walau hati semakin sakit saja.
"Kuharap kamu bisa move on dariku. Masih banyak cowok baik di luar sana. Ini adalah salahmu yang sok suci, jadi jangan salahkan aku. Lupakan aku, kamu berhak bahagia bersama lelaki lain."
Semudah itu dia bilang? Lima tahun pacaran tentu bukan waktu yang sedikit. Selama ini aku hanya fokus pada satu pria, padanya, jadi mana mungkin semudah itu aku melupakannya? Tapi aku tak ingin terlihat lemah walau sebenarnya hatiku sangat sakit bagai diremas-remas.
"Aku ingin kita berteman. Juga, aku ingin kamu datang di ijab kabulku besok pagi. Yeni pasti sangat senang jika kamu datang. Kamu adalah sahabatnya."
Benar-benar lelaki tidak punya perasaan. Pantas saja tiga bulan terakhir ini sikapnya berubah. Ternyata, ia selingkuh.
Haykal menggenggam tanganku. "Maafkan aku, tapi semua ini salahmu."
Aku langsung menyentak tangannya kuat. "Tenang aja, aku tentu maafin kamu. Sebenarnya, aku juga sudah bosan padamu yang terus mengajakku melakukan itu padahal kita belum nikah!" Aku menyentak napas keras meluapkan kekesalan, berdiri lalu berlari masuk rumah meninggalkannya yang masih duduk terpaku di teras.
Aku sangat sakit hati. Sakit sekali, bagai ditikam-tikam sebilah belati. Aku menjatuhkan tubuh di ranjang lalu membenamkan wajah ke bantal dengan mata memanas dan pada akhirnya aku terisak-isak tanpa suara. "Tega sekali kamu Kal!" ratapku sambil memukul bantal kuat-kuat. Pertahanaku untuk tetap tegar roboh seketika. Dadaku sesak saat ucapan putus dari Haykal terngiang di telinga. Aku tidak rela, tapi apa yang bisa kuperbuat? Tidur dengannya agar dia mau menikahiku? Tentu saja itu hal bodoh karena dia mau menikah besok.
Dengan sahabatku.
Teganya. Sakitnyaa.
Aku beranjak bangun, melebarkan mata dan tersenyum licik saat sebuah ide melintas di benak. Sakit hati harus dibayar sakit hati. Enak saja setelah lima tahun pacaran, sering minta uangku, ia mau melenggang begitu saja. Dan lagi, ia masih memiliki utang 25 juta padaku. Lihat saja besok, Kal, selain merasakan malu yang sangat, kamu juga akan merasakan seperti yang kurasakan saat ini. Lihat saja besok. Aku pun tersenyum sendiri.
Besoknya, aku datang ke ijab kabulnya mengenakan gaun pengantin yang membuatku terlihat cantik, membawa tespek milik sahabatku. Lihatlah. Aku tidak serapuh juga sebodoh yang kamu bayangkan. Aku datang bukan untuk menikah denganmu, tapi akan membuatmu tercengang.