“Dimana kamar saya, Pak Derren?” tanya Diandra saat telah berada di rumah mewah milik suaminya.
Derren menautkan kedua saat mendengar apa yang diucapkan oleh sang istrinya itu. Derren menatap ke arah istrinya dengan tatapan penuh tanda tanya karena dirinya merasa bingung dengan maksud ucapan wanita yang telah menjadi istrinya itu.
“Kamar?” ucap Derren seakan sedang melontarkan pertanyaan kepada istrinya.
Diandra menganggukan kepala menanggapi apa yang diucapkan oleh sang suaminya itu. “Iya Pak Derren. Dimana kamar Diandra? Diandra mau istirahat Pak Derren. Diandra cape sekali hari ini.”
“Kamu istirahat di kamar saya. Kamar saya juga menjadi kamar kamu mulai hari ini. Tidak ada kamar lain yang akan kamu tempati di rumah ini. Kamar kita hanya ada satu yakni kamar pribadi aku,” balas Derren dengan nada tegas kepada istrinya.
Diandra menggelengkan kepala menjawab apa yang diucapkan oleh sang suaminya itu. “Tidak Pak Derren. Diandra tidak mau berada di dalam kamar yang sama dengan Pak Derren. Diandra ingin tidur di kamar terpisah dengan Pak Derren.”
“Kenapa kamu ingin tinggal di kamar yang berbeda dengan aku? Kita sudah menikah kan Diandra? Tidak ada salahnya kita tinggal di kamar yang sama kan?” tanya Derren dengan tatapan bingung.
“Iya Pak Derren. Diandra tahu kita sudah menikah. Tapi Diandra tidak mau tidur satu kamar dengan Pak Derren. Diandra ingin tidur di kamar yang berbeda karena pernikahan kita kan hanya demi calon buah hati yang sedang berada di dalam kandungan Diandra. Bukan karena cinta. Jadi Diandra tidak mau tidur sama Pak Derren,” jawab Diandra dengan nada jujur dan apa adanya.
“Tapi saya ingin kita tidur di dalam satu kamar yang sama Diandra. Saya tidak menerima penolakan dari kamu,” sambung Derren dengan nada tegas dan terkesan dingin.
Diandra terkesiap saat mendengar apa yang diucapkan oleh sang suaminya itu. Sungguh.. Diandra benar-benar merasa tidak suka dengan apa yang diminta oleh laki-laki yang telah menjadi suaminya itu. Pernikahan ini bagi Diandra hanya sebuah formalitas belaka dan tidak berarti apa-apa karena dirinya dan suaminya itu menikah tanpa cinta. Pernikahan mereka berdua hanya untuk mempertanggung jawabkan apa yang telah dilakukan oleh Diandra dan Derren beberapa saat yang lalu.
“Diandra tidak mah Pak Derren. Diandra tetap menolak untuk berada di dalam satu kamar yang sama dengan Pak Derren. Diandra ingin tidur di kamar lain. Rumah Pak Derren kan luas. Kamar di rumah Pak Derren pasti banyak kan? Tidak mungkin rumah luas seperti ini kamarnya hanya sedikit saja Pak Derren,” seru Diandra.
Derren menghela nafas berat untuk menenangkan diri dan mengendalikan emosi yang menyelimuti di dalam dirinya. Ya. Tidak dapat dipungkiri jika Derren merasa sangat kesal kepada istrinya itu. Namun Derren tidak bisa melampiaskan amarah dan rasa kesalnya itu kepada Diandra karena Derren tidak ingin suasana semakin tidak menentu dan kacau saat ini.
“Aku tahu apa yang sedang ada di dalam pikiran kamu saat ini.” Derren dengan sengaja menjeda apa yang akan diucapkan oleh dirinya untuk melihat ekspresi yang ditunjukan oleh sang istrinya itu.
Diandra mengulas senyuman sinis ke arah suaminya setelah mendengar apa yang diucapkan oleh laki-laki tampan itu. “Tidak usah sok tahu Pak Derren. Apa memangnya yang sedang ada di dalam pikiran Diandra?”
“Tidak sulit menebak isi pikiran kamu. Aku tahu kamu menganggap pernikahan ini hanya sandiwara kan? Pernikahan ini kamu pikir hanya untuk menutupi aib demi kandungan kamu? Calon buah hati kita. Bukan begitu kan Diandra? Apa yang aku katakan semuanya benar kan?” balas Derren sembari melontarkan pertanyaan kepada istrinya itu.
Duarrrr..
Diandra tercengang saat mendengar jawaban yang diberikan oleh sang suaminya itu. Sungguh.. Diandra benar-benar merasa tidak percaya jika suaminya tahu apa yang sedang ada di dalam benaknya saat ini.
“Pak Derren cenayang?” tanya Diandra dengan kedua alis yang saling bertautan.
Derren menyunggingkan sudut bibirnya saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh sang istrinya itu. “Saya pikir tidak penting cenayang apa bukan. Saya hanya ingin kamu mengetahui satu hal. Saya tidak pernah menganggap pernikahan ini sebagai sebuah permainan. Saya tahu kita menikah karena suatu peristiwa. Bukan karena cinta. Tapi prinsip hidup saya menikah hanya satu kali di dalam hidup saya. Tidak ada pernikahan kedua, ketiga dan selanjutnya karena alasan apapun itu. Bukan hanya kamu yang belum memiliki perasaan apa-apa kepada saya. Saya juga belum memiliki perasaan sama sekali kepada kamu. Jadi saga harap kamu tidak egois dengan semua hal ini. Saya berharap kamu bisa menyingkirkan ego yang ada di dalam diri kamu. Kita jalani pernikahan ini bersama ke depan. Kita didik dan rawat anak kita. Kita harus siap menjalani apapun yang akan terjadi nanti. Jika kita memang harus berpisah suatu saat nanti. Jika semua itu telah menjadi kehendak Allah. Saya juga tidak bisa melakukan apapun itu. Jika Allah menghendaki kita untuk bersatu sampai akhir khawatir nanti. Saya juga tidak bisa melakukan apapun itu. Saya hanya bisa mengikuti takdir yang telah ditetapkan oleh Allah di dalam hidup saya. Saya tidak ingin buah hati kita kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Kamu harus pikirkan baik-baik semua hal itu. Bukan hanya demi kebaikan saya dan kamu. Tapi semua ini juga demi kebaikan calon buah hati kita yang masih berada di dalam kandungan kamu saat ini,” jawab Derren dengan nada dan sikap tenangnya berusaha memberikan penjelasan kepada istrinya itu.
Lagi dan lagi Diandra kembali dibuat tercengang saat mendengar semua kalimat yang keluar dari bibir laki-laki tampan itu. Diandra benar-benar tidak pernah menyangka jika suaminya mama itu akan mengucapkan kalimat seperti itu kepada dirinya. Diandra merasa bingung dengan semua ini. Ya. Diandra masih belum bisa menerima pernikahan ini dengan sepenuh hati. Walaupun Diandra telah dapat menerima calon buah hati dirinya dan sang suaminya yang masih berada di dalam kandungannya itu. Namun Diandra tetap tidak bisa menerima semua yang telah terjadi di dalam hidupnya selama ini karena Diandra menganggap semua itu sebagai penghancur di dalam hidupnya. Semua cita-cita, harapan dan masa depan Diandra harus terpaksa dihentikan karena dirinya hamil. Mungkin Diandra akan mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai guru jika kandungannya telah besar nanti.
Derren menautkan kedua alis saat melihat sang istri tampak sedang merenung dan memikirkan sesuatu saat ini. Banyak tanya di dalam benak Derren tentang apa yang sedang dipikirkan oleh sang istrinya itu. Namun Derren memutuskan untuk tidak bertanya terlebih dahulu karena dirinya melihat keadaan sang istri yang tampak sedang tidak baik-baik saja saat ini.
"Bagaimana Diandra?"