Wasiat Terakhir dari Nenek

1231 Words
Jingga Mentari. Gadis malang yang tidak memiliki siapa-siapa lagi di dunia ini selain neneknya. Tari yang masih duduk di bangku kuliah harus bekerja keras demi kesembuhan sang nenek. Nenek Tari yang sakit-sakitan, seringkali harus keluar masuk rumah sakit, seperti sekarang ini. Tari sudah tidak bisa menahan tangisnya lagi. Air matanya mengalir deras di pelupuk mata. Dilihatnya sang nenek yang sedang terbaring lemah tak berdaya di ranjang rumah sakit. Penyakit jantung yang kronis, membuat neneknya Tari sering keluar masuk rumah sakit. Pintu ruang inap terbuka. “Assalamualaikum,” ujar wanita paruh baya memberi salam. Wanita itu kemudian berjalan masuk menghampiri Tari. Wanita itu bernama Mayang. Wanita karir berusia 47 tahun yang masih mempunyai paras cantik dan awet muda. Meski usianya sudah hampir mendekati paruh baya. Namun, kecantikannya tidak bisa diragukan lagi. Penampilannya juga tidak kalah menarik dari wanita karir pada umumnya. “Wa’alikumussalam,” jawab Tari kemudian ia mencium tangan Mayang. “Nak Tari, bagaimana keadaan nenek kamu?” tanya Mayang sambil melihat ke arah neneknya Tari. Tari tersenyum kecut. Tatapannya juga begitu sendu karena kondisi neneknya masih belum membaik. “Masih belum ada perubahan, Tante.” Mayang semakin mendekat. Mengikis jarak antara dirinya dan gadis manis di hadapannya itu. Mayang memeluk Tari erat sembari mengelus puncak kepala gadis itu. Memberikan sedikit kekuatan agar Tari tidak lemah. “Kamu yang sabar ya, Sayang? Tante yakin kalau nenek kamu pasti bisa sembuh.” Tari pun merasakan sebuah kenyamanan dari pelukan hangat yang Mayang berikan. Dengan erat, Tari membalas pelukan itu. Rasanya seperti pelukan seorang ibu pada anaknya. Jujur saja, pelukan ini begitu menenangkan bagi Tari. Karena semasa kecil, Tari belum pernah meraskan pelukan hangat dari kedua orang tuanya. orang tua Tari sudah meninggal saat beberapa hari ia dilahirkan. Mereka terlibat kecelakaan maut yang mengakibatkan nyawa kedua tak bisa diselamatkan. Tari pun hanya tumbuh dan dibesarkan dari kasih sayang seorang nenek. “Terima kasih banyak, Tante. Tante sudah banyak sekali membantu Tari. Bahkan, Tante juga bersedia membayar biaya rumah sakit nenek dengan fasilitas terbaik. Maaf, kalau Tari sering merepotkan Tante. Tari janji, suatu saat Tari akan ganti semuanya.” Wanita itu mengurai pelukannya. Diusapnya air mata yang tersisa di pipi kemerahan milik Tari. “Sayang, Tante ikhlas bantu Tari dan Nenek. Jadi, Tari gak perlu ganti apa pun.” Tari tersenyum dan menggeleng pelan. Ia mencoba memberi pengertian pada Mayang. Tari tidak ingin terlalu banyak berhutang budi pada Mayang. Tari tidak ingin memanfaatkan kebaikan Mayang padanya terus-menerus. Tari menolak halus bantuan Mayang yang cuma-cuma. Suatu saat, Tari pasti akan ganti semuanya. “Nggak, Tante Mayang. Tari harus ganti semuanya. Tari sudah banyak merepotkan Tante.” Belum sempat Mayang membalas penolakan Tari, Mayang melihat jari nenek Tari bergerak. “Tar, jari tangan Nenek gerak-gerak,” ujar Mayang pada Tari. Tari pun langsung melihat ke arah neneknya. Benar, nenek Tari sudah sadar. Terlihat sang nenek sedang mengerjapkan matanya. “Tari?” panggil Nenek dengan suara lemah. Bahkan, hampir tak terdengar. Tari mendekat pada neneknya. “iya, Nek?” “Kamu jaga diri baik-baik ya, Nduk? Sholatnya dijaga, sedekahnya dirutinkan lagi, belajarnya yang rajin, biar cepat lulus dan jadi sarjana seperti yang kamu impikan,” tutur Nenek begitu pelan. Lagi-lagi Tari meneteskan air matanya. Diusapnya air mata itu kasar karena ia tidak ingin Nenek ikutan sedih melihatnya menangis seperti ini. “Iya, Nek. Tari janji sama Nenek, kalau Tari akan jaga sholat Tari. Tari akan rutin bersedekah dan rajin belajar, supaya nanti, Tari bisa cepat lulus dan bisa ajak Nenek foto bareng di acara wisuda Tari. Doain Tari ya, Nek?” Tari mencoba untuk tersenyum. Sebisa mungkin, Tari menahan tangisnya agar tidak keluar. Tanpa sadar, seutas senyum terlihat jelas dari sudut bibir Mayang. Ia begitu terkagum dengan kepatuhan dan ketulusan Tari pada neneknya. Jarang, anak muda zaman sekarang yang mau mengurus orang tua dengan sabar dan telaten seperti Tari. Kekagumannya semakin menjadi saat mengetahui kisah pilu yang dialami oleh Tari. Meski terlahir dengan nasib yang kurang beruntung. Namun, gadis itu tidak pernah mengeluh dalam menjalani hidupnya. Ia masih bisa menebarkan keceriaannya pada orang lain. Luar biasa hebat. Nenek mengusap kepala Tari dengan lembut. Tari pun mendekatkan kepalanya agar sang nenek bisa lebih mudah menyentuh kepala Tari. “Nak, Sepertinya, Nenek sudah tidak bisa menjaga Tari lagi. Nenek sudah lelah, sayang. Tari jaga diri baik-baik ya? Tetap jadi perempuan yang kuat dan mandiri ya, Nduk? Apa pun yang terjadi dengan hidupmu, harus tetap disyukuri. Jangan pernah menyalahkan takdir, apalagi sampai menyalahkan Tuhan atas segala ujian yang kamu terima. Jalani takdirmu seikhlas mungkin. InsyaaAllah, suatu saat bahagiamu akan tiba.” Masih dengan membelai rambut Tari, air matanya pun menetes. Nenek tak kuasa menahan tangisnya. Tari menggeleng pelan. Dipeluknya tubuh ringkih Nenek. Ia mencoba menguatkan neneknya meski dirinya sendiri juga sedang rapuh. “Nenek gak boleh bicara seperti itu.Tari yakin, Nenek pasti sembuh. Tari bakal lakuin apa pun demi kesembuhan Nenek. Bisik Tari di telinga Nenek. Tari kemudian mengurai pelukannya dan mengusap sisa air mata yang ada di pipi keriput neneknya. Nenek kemudian beralih menatap Mayang, seolah ingin mengatakan sesuatu pada wanita cantik itu. “Bu Mayang,” panggil Nenek. Mayang berjalan mendekat. Tari pun mundur. Mempersilahkan Mayang agar bisa lebih dekat dengan Nenek. “Iya, Nek?’ Nenek meraih tangan Mayang. Diusapnya tangan itu dengan lembut. “Bu Mayang, terima kasih banyak atas bantuannya selama ini. Maaf, kalau selama ini Nenek dan Tari sering merepotkan Bu Mayang. Kalau Bu Mayang bersedia, apa Bu Mayang mau saya repotkan sekali lagi?” tanya Nenek dengan satu harapan besar di matanya. Mayang tersenyum tulus, kemudian ia mengangguk. “Tentu, Nek. Jika saya bisa, akan saya lakukan. Katakan, apa yang Nenek inginkan dari saya?” Nenek memegangi dadanya menahan sakit. “Saya titip cucu saya Tari. Tolong dijaga dan disayangi seperti anak sendiri. Saya tahu Bu Mayang orang baik. Saya percaya Ibu bisa membimbing Tari dengan baik. Tari sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Hanya saya satu-satunya keluarga yang Tari punya. Saya mohon, tolong jaga tari baik-baik agar saya bisa pergi dengan tenang. Anggap saja ini permintaan terakhir dari saya.” Mayang menangis mendengar permintaan Nenek. Di belakang Mayang, Tari pun tak kuasa menahan tangisnya. Jujur saja, ia masih belum siap jika harus kehilangan neneknya sekarang. Tari masih sangat membutuhkan Neneknya. Tari juga masih belum bisa mebuat sang nenek bangga dan bahagia. “Pasti, Nek. Saya sudah menganggap Tari seperti putri saya sendiri. Saya janji akan jaga Tari dengan baik,” ujar Mayang. Mayang pun menyuruh Tari mendekat. “Tari, kemari, Nak.” Tari kemudian berjalan maju, mendekat ke arah Mayang. Mayang pun merangkul Tari dan meraih puncak kepala Tari, kemudian mengelusnya dengan lembut. “Nenek gak perlu khawatir, ya? Saya yang akan jamin masa depan Tari. Saya janji, saya pastikan Tari akan tumbuh menjadi wanita sukses.” Tari mencoba tersenyum. Ia harus terlihat baik-baik saja agar neneknya tidak bersedih. “Iya, Nek. Nenek tenang saja, Tari janji, suatu saat, cucu Nenek ini pasti akan menjadi orang sukses. Menjadi orang berhasil seperti harapan Nenek.” Lagi-lagi, Tari memaksakan senyumnya. Tapi, Mayang bisa melihat jelas, jika senyum yang Tari tunjukkan hanyalah senyuman palsu. Mayang pun semakin mempererat rangkulannya, mencoba menguatkan Tari tanpa suara. Nenek tersenyum lega karena Tari sudah ada yang jaga. Setidaknya, Nenek sudah bisa tenang jika dirinya harus berpulang sekarang. “Terima kasih Bu Mayang, karena Bu Mayang sudah mau menuruti permintaan terakhir saya. Sekarang, saya bisa pergi dengan tenang.” Tiba-tiba, suasana menjadi tegang. Tak lama setelahnya, tubuh Nenek mengejang. “Nenek!!!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD