Pratama Bukan Syahputra

1415 Words
*** “Tapi ini kita sudah beli karcis,” celetuk Cici. “Gak usah, sebentar saja kita mainnya,” ucap Disha berdengus kesal saat melihat Bima semakin romantis menggandeng wanita itu. Dimas pun menurut mengikuti kemauan Disha. Mereka bertiga berjalan menuju event dimana Bima bersama kekasihnya sedang asyik bergandengan tangan. “Hay om Bima,” panggil Disha sontak membuat Bima terkejut, matanya tertuju pada Disha yang sedang menggandeng pria sebaya istri Kecilnya itu. “Disha” sebut Bima. “Siapa mas?” Tanya Raisya. Mata Disha melotot nampak tak senang melihat Raisya. Sementara Bima mulai kebingungan melihat istrinya dan pacarnya itu. “Perkenalkan Disha, keponakan om Bima,” ucap Disha mengulurkan tangannya sambil menahan gemuruh amarahnya. “Saya Raisya, pacarnya mas Bima,” ucap wanita cantik itu membalas uluran tangan Disha. Dengan cepat Disha menarik tangannya agar tak berlama-lama menyentuh Raisya. “Oh ya om kenalin nih, pacar Disha namanya Dimas.” Ucap Disha, menoleh kearah Dimas yang nampak kebingungan dengan ucapan Disha. Seketika mata Bima membulat, entah kenapa jantungnya berdegup kencang saat mendengar Disha menyebut Dimas pacarnya. “Ayo beb kenalan sama om Disha,” “Haa iya” Dimas melongok, lalu mengulurkan tangannya kepada Bima. “Dimas om,” ucap Dimas tersenyum. “Bima” ucap Bima membalas uluran tangan Dimas. Namun saat Bima menyentuh tangan Dimas entah kenapa ia seperti merasakan ada yang berbeda dihatinya, seperti ada sebuah ikatan yang telah lama hilang darinya. “Dimas Anggara Syahputra” spontan nama itu keluar dari mulut Bima. “Maaf om marga saya Pratama bukan Syahputra.” Bima tersadar dari ucapannya, lalu terkekeh menatap Dimas ,Disha dan Cici. “Maaf namamu hampir mirip dengan anak saya,” “Iya om gak papa,” “Udah kenalan kan beb, ayo kita jalan,” ajak Disha semakin mengeratkan tangannya pada Dimas, membuat Bima agak sedikit geram melihatnya. Disha menoleh kearah Bima seraya tersenyum manis “Om, Disha jalan dulu yah sama pacar Disha,” pamit Disha. Bima dan Raisya saling bertatapan sejenak lalu menoleh kearah Disha. “Iya, tapi jangan jauh-jauh jalannya,” “Iya om terima kasih,” ucap Disha lalu mengajak Cici dan Dimas pergi meninggalkan Bima bersama kekasihnya. Mereka bertiga berjalan bersama, seketika tangis Disha pecah setelah meninggalkan Bima yang masih bersama kekasihnya, iya benar-benar tak menyangka Bima akan melakukan hal seperti itu dihadapannya, mengingat kejadian tadi menorehkan luka di hati Disha. “Kamu kenapa Disha?” Tanya Cici melihat Disha yang mulai menangis. “Gak papa ci,” ucap Disha terisak seraya mengusap air matanya. Disha mencoba menahan tangisnya agar Cici dan Dimas tidak khawatir. “Cici, Dimas, aku pergi dulu yah,” “Loh kamu mau kemana Disha?” Tanya Dimas khawatir, “Aku mau pergi sebentar, mau nenangin diri dulu, makasih yah kalian udah mau temenin aku,” ucap Disha kemudian berlalu pergi meninggalkan Disha dan Cici. Cici dan Dimas saling menatap tak mengerti dengan Disha yang aneh. “Ci Disha kenapa?” Tanya Dimas. Cici hanya mengangkat bahu, menggelengkan kepalanya. “Aku juga gak tau Dimas” ---- Saat Bima berjalan bersama Raisya, entah mengapa pikiran Bima selalu terngiang-ngiang dengan gadis kecil itu, gadis yang ia nikahi dua bulan yang lalu. Bima khawatir kalau Disha akan salah paham tentang hubungannya bersama Raisya. ‘ah seharusnya aku katakan ini pada Disha sejak awal’ batin Bima gusar. Bima menatap Raisya, kekasih yang sudah menemaninya selama enam bulan belakangan ini. “Raisya, maafkan saya, sepertinya saya harus mencari ponakan saya tadi, soalnya saya sudah janji sama Daddy-nya untuk menjaga nya.” Ucap Bima berusaha membuat Raisya mengerti. “Hmm ya udah mas, sayang banget padahal acaranya masih lama mas,” sahut Raisya. “Iya nanti kapan-kapan kita ketemu lagi sayang.” “Iya mas,” “Oke saya pergi dulu,” pamit Bima pada Raisya. Raista hanya tersenyum simpul pada Bima, meskipun terlihat jelas raut wajah Raisya nampak kecewa, Bima pun pergi untuk mencari Disha. Bima terus berjalan menyusuri sepanjang wahana mencari Disha dan teman-temannya, hingga akhirnya ia bertemu dengan Dimas dan Cici. “Cici! Dimas!” teriak Bima memanggil kedua remaja itu. “Eh om Bima.” Sahut Dimas saat menoleh kearah Bima. “Disha mana?” Tanya Bima saat melihat Disha tak bersama mereka. “Hmmm tadi Disha pamit om katanya dia mau menyendiri,” Jawab Cici seraya mengerling kearah Dimas. “Apa?! Mau menyendiri !” pekik Bima. “Iya om.” sahut Dimas. Tiba-tiba pikiran Bima melayang, perasaan hati ini mulai tak menentu, aku takut Disha terjadi apa-apa. “Astaga Disha, kamu pergi kemana?” Gumam Bima. Sekilas Bima menatap Cici dan Dimas, nampaknya mereka juga tak mengetahui keberadaan Disha. “Ya udah, om cari Disha dulu,” kata Bima kemudian pergi. “Iya om” sahut Dimas dan Cici serentak. Bima pun melanjutkan langkahnya mencari Disha, tapi sudah setengah jam Bima mengelilingi area Dufan tata menemukan juga gadis kecil itu. Bima mencoba menghubungi kontaknya tapi tidak terhubung. Bima benar-benar merasa bersalah pada Disha. Dengan langkah gontai Bima berjalan menuju parkiran mobilku. Saat Bima hendak membuka pintu mobil, terdengar suara tangisan dari belakang mobil. Bima mengenal suara itu adalah suara milik Disha, ia berjalan pelan ke belakang mobil mancari sumber suara itu, dan benar saja Bima melihat Disha sedang menangis dengan posisi duduk di terotoar parkiran seraya menelungkupkan wajahnya diatas lututnya. “Disha” panggil Bima. Disha tak menyahuti panggilan Bima. Perlahan Bima mendekatinya. “Disha, kenapa kamu disini?” Tanya Bima, tapi Disha tak menjawab. Bima mencoba meraih tangan Disha. Tetapi Disha menepis tangannya, Sepertinya Disha benar-benar marah padanya. “Disha kamu marah sama saya?” tanya Bima. Gadis itu hanya diam dan menangis seraya mengusap air matanya. Ia berdiri lalu berjalan kearah mobil. “Disha, saya minta maaf!” teriak Bima. Disha sempat terhenti, lalu melanjutkan langkahnya. Dibuka pintu mobil lalu masuk kedalam. “Disha maafkan saya soal tadi,” ucap Bima lirih menatapnya penuh harap. “Jalan sekarang!” titah Disa dengan ketus tanpa melihat Bima. “Disha saya min..” “Disha bilang jalan sekarang!” pekik Disha memotong ucapan Bima. Bima terbungkam. Ia baru lihat Disha semarah itu. Bima mengerti dengan posisi Disha saat ini, mungkin ia butuh waktu untuk memenangkan dirinya. Bima menyetir mobilnya lalu melaju dengan cepat menuju apartemen. Selama perjalanan, Bima benar-benar merasa bersalah, sikap Disha sejak tadi mulai dingin. Gadis itu hanya diam tak banyak bicara. Setelah sampai di apartemen, Disha turun duluan dari mobil. Bima menarik napas berat melihat tingkah Disha yang ngambek. “Disha mau makan apa?” Tanya Bima setelah masuk kedalam apartemen. “Disha gak lapar!” jawab Disha ketus. Kemudian pergi ke kamar. Bima menyusulnya sampai dikamar mencoba untuk membujuknya kembali. “Disha, maafkan saya, maaf atas kejadian tadi!” ucap Bima memohon. Bima menatap Disha dengan lekat. Namun Disha tak ingin melihatnya “Disha, please jangan buat saya begini, kalau kamu marah padaku katakan saja, asal jangan diam seperti ini,” ucap Bima memohon, tiba-tiba mata kecil itu menatap Bima dengan tajam. “Disha tak akan marah sama honey, tapi ada syaratnya,” “Apa itu?” “Touch me now honey!” teriak Disha dengan suara melengking. “Apa?! Noo saya tidak bisa melakukannya Disha,” tolak Bima. “Disha sudah duga, pasti honey tak mau menyentuh Disha.” Ucap Disha dengan mata yang berkaca-kaca. Ia berlari meninggalkan Bima di kamar. BRAAAKKK. Terdengar suara hantaman pintu, Bima berlari menyusul Disha, yang keluar dari apartemen. Benar saja setelah Bima memeriksa seluruh ruangan, tidak ada Disha disana. Bima segera menyusul keluar. Dari kejauhan Bima melihat Disha mulai memasuki lift. Bima segera meraih tubuh Disha sebelum masuk kedalam lift, lalu menggendongnya, membawa Disha kembali ke apartemen. “Honey lepasin Disha!” pekik Disha, saat berada dalam gendongan Bima, ia berusaha berontak melawan Bima. “Kamu tidak boleh pergi,” pekik Bima menatap Disha dengan tajam. “Buat apa Disha disini kalau honey tak mau menyentuh Disha,” Bima hanya diam tak membalas ucapan istrinya itu. Sampai di apartemen, Bima membawa Disha ke kamar lalu membaringkan Disha diatas ranjang. Bima menindih tubuh kecil Disha, lalu melumat bibir Disha dengan lembut disana. “Please jangan tinggalkan saya Disha,” ucap Bima. “Kenapa? Kenapa honey gak mau Disha tinggalin, bukankah ini kemauan honey?” “Bukan seperti itu, nanti apa kata Daddy kalau kamu pulang dalam keadaan seperti tadi,” “Biarin, honey tidak mau menyentuh Disha, mending Disha pulang saja,” ucap Disha dengan suara isak tangisannya. “Please honey, touch me now” pinta Disha, sekejap mereka terdiam, mata mereka saling memandang satu sama lain.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD