Sesosok tubuh mungil membawa ransel yang cukup besar, membuat tubuh mungilnya semakin tenggelam, tampak keluar dari bis antar kota. Kepalanya celingukan seperti mencari sosok yang dia kenal. Rambut hitam panjang yang dikucir kuda melewati bahunya tampak ikut ke kanan dan ke kiri mengikuti gerakan kepalanya. Dua kata untuk gadis itu: LUCU, IMUT!
"Aaah itu Pakde.... Pakde... yuhuu... Pakde ini aku di sini." senyumnya merekah saat melihat sosok yang dicarinya. Dia berteriak memanggil seorang lelaki paruh baya tak jauh di depannya.
"Pakde..." Gadis imut itu menghambur ke pelukan pakdenya. Kemudian mencium punggung tangan lelaki paruh baya yang dipanggil pakde.
"Pakde sudah lama nungguin Gadis?"
Ternyata namanya Gadis, cocok karena pasti dia masih gadis.
"Lumayan nduk... sampai habis rokok tiga batang. Jangan bilang budemu ya!"
"Aah pakde kan udah dikasih tahu dokter gak boleh merokok. Kok nekat sih?"
"Habise nungguin kamu kok lama, nduk, jadi tadi sekalian ngobrol ama tuh bapak-bapak sekalian deh pakde merokok. Udah yuk buruan masuk mobil, keburu sore nanti budemu bingung kok kamu gak sampai-sampai." Lelaki paruh baya yang dipanggil pakde, segera mengambil tas ransel yang dibawa gadis mungil tadi.
"Kamu jadi kan tinggal lebih lama dengan kami? Mesakno (kasihan) budemu sering kesepian. Mas-mas mu udah pada bekerja dan keluar kota sama anak istrinya. Kami sering kesepian. Lumayan kalau kamu bisa tinggal lebih lama."
"Insya Allah pakde, Gadis sudah minta ijin sama bapak dan ibu mau ada di sini selama libur kuliah. Lumayan pakde, tiga bulanan. Lagian bude janji juga nih mau kasih honor gede kalau Gadis bantuin bude sama pakde mengurus villa."
"Kamu tuh ya... masih aja mata duitan. Iya jangan khawatir, nih alhamdulilah villa lagi ramai. Kemarin budemu sampai kebingungan sendiri gak ada yang bantuin, beruntung ada kamu yang bisa bantuin."
"Nanti tugas Gadis apa saja pakde?" Gadis bertanya dengan serius. Wajahnya yang baby face tampak semakin menggemaskan.
"Ya, biasa kamu bantuin budemu saja. Minggu depan yang punya villa mau datang. Jadi kita harus bekerja keras karena beliau tidak suka kalau villanya tidak terawat." Pakde menerangkan secukupnya tentang si pemilik villa.
"Ooh yang punya villa memang orang mana pakde? Kok Gadis dengar cerita pakde kayanya orangnya menyeramkan gitu sih?"
"Enggak menyeramkan kok, Dis. Entahlah sih, pakde dan budemu juga baru bertemu beliau selama ini baru tiga atau empat kali. Datangnya kadangan setahun cuma sekali saja. Ini tahun keempat kami bekerja sama beliau. Tahun kemarin beliau gak jadi datang ke Yogya karena mengurus proses perceraian."
"Ooh duda ya pakde?"
"Iya... dua kali ini jadi duda."
"Ha... apa...? Dua kali? Emangnya sangking gantengnya tah pakde ampe jadi duda dua kali?"
Aku aja boro-boro menikah, pacar aja belum pun punya. Gimana bisa punya pacar, dekat aja langsung didatangi sama Mas Bima. Padahal kan bentar lagi umurku 21 tahun, bentar lagi juga lulus kuliah.
"Ganteng nduk, bagus maneh. Gede duwur, keker. Budemu nek ndelok yo nganti ngences... Jan jaan... jaman edan emange." (Ganteng nduk, juga cakep. Tinggi besar, kekar pula. Itu budemu kalau melihat beliau juga sampai meneteskan air liur. Benar-benar jaman edan kok.)
"Hahaha... pakde mah lucu... bude kan cinta matinya sama pakde, gak mungkin tertarik sama cowok lain lah pakde. Tenaaang aja..."
"Lah kalau itu mah sudah pasti nduk, lah budemu itu mungkin seumuran mamanya Pak Ganda kok."
"Ooh namanya Pak Ganda ya pakde?"
"Iya..., kamu nanti akan bertemu beliau juga kan. Karena beliau suka berisik dalam hal makanan dan kalau bicara tuh keminggris gitu (suka pakai Bahasa Inggris), makanya bude minta bantuan kamu ke sini. Lah pakde dan bude kan ra ngerti coro Inggris toh nduk." (Pakde dan bude kan tidak mengerti Bahasa Inggris toh nduk.)
"Pakde, villanya apa masih jauh? Kok ini masuk ke pedesaan gini terus lewati persawahan?" Gadis bertanya karena perjalanan yang tak kunjung sampai. Malah melewati persawahan.
"Sebentar lagi nduk, tuh lihat rumah di atas bukit itu? Itu villa utama yang akan ditinggali Pak Ganda. Nanti kita akan tinggal di rumah yang ada di belakang villa utama."
"Waah villanya bagus banget pakde. Yang villa utama apakah disewakan untuk umum juga pakde?" Tanya Gadis antusias saat mobil mulai memasuki gerbang. Jarak dari gerbang ke villa yang kecil sekira seratus meter.
"Enggak nduk, cuma dua villa kecil itu saja yang disewakan ke umum. Villa utama tidak pernah boleh disewakan. Banyak ruang pribadi Pak Ganda di rumah utama. Ayo turun nduk, sudah sampai. Tuh budemu sudah gak sabar mau bertemu kamu."
Gadis membuka pintu mobil dan berlari membuka tangannya, hendak memeluk perempuan paruh baya yang menunggunya tidak sabar.
"Budeee.... Gadis kangeeeen..."
"Dis... Ya Allah... wis gede men toh nduk, tambah ayu ngene. Bude juga kangen nduk." (Ya Allah sudah besar kamu nduk, tambah cantik pula.)
"Sudah... sudah acara kangen-kangennya nanti saja. Sekarang masuk dulu terus makan. Bune kuwi Gadis luwe durung maem." (Bu itu Gadis lapar, dia belum makan.)
"Aaah iya nduk, yuk, bude sudah masak banyak banget. Habis makan istirahat ya, besok kita ngobrol apa saja yang akan kamu kerjakan selama beberapa bulan di sini."
***
Hoaahm.... di mana nih? Kok asing?? Gadis menggeliat, mengucek matanya dan mengerjap beberapa kali. Beberapa detik kemudian dia tersadar sedang berada di mana saat mencium haru masakan. Bude!!! Segera dia ke kamar mandi, mandi secepat kilat dan membantu budenya.
"Bude... kok gak bangunin Gadis sih? Kan Gadis jadi gak bisa bantuin bude masak."
"Tadi habis subuhan kan kamu langsung tidur lagi, Dis, sepertinya capai sekali. Bude jadi gak tega bangunin. Ini masakan sudah siap kok. Kita sarapan bersama yuk." Ajak bude pada Gadis.
"Iya bude... waah bude masak apa aja nih? Kayanya enaaak banget... Hmm... nasi uduk sama sambal teri, pasti enaak banget bude, apalagi ada tempe goreng kemul gini. Gadis jadi lapaaarr."
Bertiga mereka sarapan penuh canda, suasana yang biasa sepi jadi ramai, karena keceriaan Gadis yang menular ke bude dan pakdenya. Usai sarapan, Gadis diajak berkeliling villa utama oleh bude untuk mengenal situasi.
"Bude... villa utamanya bagus banget ya. Gede dan luas." Gadis berdecak kagum saat menginjakkan kaki pertama kali.
"Ini baru buka pintu, Dis. Kamu bakalan lebih kagum kalau sudah lihat ke dalam villa. Ayook.., itu buka sandalmu dan letakkan di tempat sepatu di situ, terus ganti gunakan sandal ini." Bude memberikan sandal seperti sandal hotel kepada Gadis.
"Harus ganti sandal ya bude? Kaya di manga Jepang yang Gadis sering baca. Malah pakai kaos kaki juga kan?" budenya hanya tersenyum.
"Minggu depan Pak Ganda akan datang. Pakde bilang kemarin sudah cerita ke kamu tentang Pak Ganda kan? Nah kita punya waktu seminggu untuk beberes villa utama ini." Gadis mengangguk-angguk tanda mengerti penjelasan sang bude.
"Bude... ini lukisan bagus-bagus banget. Ini villa apa galeri lukisan sih bude? Banyak banget lukisannya." Gadis malah tidak konsentrasi dengan penjelasan budenya. Matanya lebih tertarik melihat lukisan-lukisan yang ada di villa itu.
"A Girl in The Dawn, Ganda 2019. A Woman in Love, Ganda 2017. A Woman in Black and White, Ganda 2018. A Woman.... " Gadis bergumam sambil membaca judul beberapa lukisan. Semua lukisan itu tentang perempuan.
"Bude... ini semua yang melukis Pak Ganda? Emang beliau pelukis ya bude?"
"Gak semua lukisan Pak Ganda, ada beberapa yang lukisan milik orang lain. Tuh yang di depan itu, kamu bisa lihat sendiri kan? Ada seorang lelaki berdiri di sampan, seperti menantang ombak besar di depannya. Itu kalau tidak salah karya Pak Tarendra. Salah satu penulis favorit Pak Ganda."
"Ooh... iya bude, tapi semua lukisan Pak Ganda ini tentang perempuan ya. Pantas saja dia duda dua kali ya bude? Patah hati gitu?"
"Sebagian besar lukisan Pak Ganda iya tentang perempuan. Tapi kalau di ruangan lain ada yang lain juga kok. Tapi bude sendiri gak ngerti maksudnya. Sudah deh ngomong tentang lukisan, sekarang bude mau menerangkan apa yang harus dilakukan kalau Pak Ganda datang." Si bude menerangkan sekilas apa yang harus mereka lakukan.
"Waah bude ada kolam renang juga di siniii..." Layaknya anak kecil yang diberi permen, Gadis berlari dengan riangnya ke halaman belakang di mana kolam renang itu berada. Tidak terlalu besar memang, tapi cukuplah kalau dia bolak balik berenang tiga kali bisa capai.
"Gak cuma kolam renang nduk, di belakang kamar Pak Ganda ada yang kolam air panas, yang airnya bisa blurp blurp gitu... opo kae jenengane?" (Apa itu namanya?)
"Kolam air panas?? Ooh jacuzzi bude. Waaah pasti yang namanya Pak Ganda Ganda ini kayaa banget ya bude. Villanya aja begini apa lagi di rumah pribadinya coba. Nanti Gadis mau lihat yang jacuzzi itu ya bude, boleh ya boleh ya..."
Sekalian mau cobain ah kapan-kapan, mumpung yang punya villa belum datang.
Bude mengangguk, "boleh tapi jangan dicoba, bude tahu kamu pasti punya niatan untuk coba jacuzzi itu kan?" Gadis tersenyum malu karena ketahuan apa yang diinginkannya.
Sementara itu di sebuah rumah mewah, berbeda waktu, di benua yang berbeda, seorang lelaki berumur sekitar awal tiga puluh bersin beberapa kali dan telinganya berdenging mendadak tanpa sebab.
Kenapa aku tiba-tiba bersin sih? Mana nih kuping pakai berdenging lagi. Kata eyang dulu kalau begini ada yang ngomongin aku. Sial, siapa nih yang berani ngomongin aku. Semoga yang positif, awas aja kalau yang negatif, bisa kucincang habis kalau ketahuan.
Kalau ketahuan kan? Kalau tidak ketahuan tentu tidak akan dicincang oleh lelaki itu. Apalagi jika Ganda tahu yang ngomongin dia seorang gadis cantik nan lugu, mungkinkah dia masih mau mencincangnya?