"Nah... begini caranya buat kopi hitam untuk saya. Jadi kalau saya minta kopi hitam no sugar, kamu sudah tahu ya bagaimana cara membuatnya." Kata Ganda setelah selesai mengajari cara membuat kopi hitam kesukaannya. Dia bahkan harus sedikit berteriak karena derasnya hujan.
"Ribet ih pak. Gak praktis. Harus giling dulu. Mendingan beli kopi sachet-an beli di warung, simpel dan praktis, tinggal seduh air panas, jadi deh, tinggal disruput. Enak..." mata Gadis memejam saat berucap enak seperti membayangkan sedang menikmati secangkir kopi. Ganda segera mengusir keinginan nakalnya untuk kembali memeluk Gadis.
"Kopi sachet? Ya ampuun jangan disamakan antara penikmat kopi dengan yang hanya peminum kopi! Beda tahu." Ganda heran karena Gadis bisa berpikir kenikmatan meminum kopi yang berasal dari biji kopi Arabika itu sama dengan minum kopi sachet yang dibeli di warung.
"Ah samaaa kok. Sama-sama kopi ini juga."
"Pokoknya tetap beda, sudah tidak usah mendebat. Dan yang pasti saya minta tiap pagi sudah tersedia secangkir kopi hitam seperti yang tadi saya ajarkan." Titah Ganda.
"Kok bapak menyuruh saya?" tanya Gadis kesal.
"Yang gaji kamu tuh saya, jadi saya adalah bosmu selama saya berada di sini. Makanya kamu harus menuruti apa perintah yang saya berikan."
"Huuh... serah deh." Gerutu Gadis pelan tapi masih terdengar Ganda.
"Haa... apa? Kamu bilang apa barusan?"
"Iya... Pak Ganda, saya akan melakukan apa yang bapak minta." Jawab Gadis kesal.
"Hmm... hati-hati dengan ucapanmu, anak kecil. Kalau saja kamu bicara seperti itu pada lelaki hidung belang di luaran sana, kamu pasti akan disuruh macam-macam." Ganda tahu gadis di depannya ini adalah bocah polos tanpa punya pikiran negatif pada orang lain.
"Sudah saya bilang kalau saya bukan anak kecil, Pak Ganda! Dan maksud perkataan saya tadi adalah saya akan membuat kopi hitam setiap pagi seperti yang bapak minta. Gitu loh pak." Gadis kemudian membalik badannya dan mencuci peralatan yang tadi terpakai untuk membuat kopi, karena dia merasa sungguh mengantuk, ingin segera tidur.
“Kamu mau ke mana?” tanya Ganda pada Gadis yang bersiap membuka akses pintu belakang villa utama.
“Ke situ pak.” Tangan Gadis menunjuk ke arah rumah yang ditempati oleh bude dan pakdenya. “saya sudah mengantuk, mau tidur. Hoaahm....” Gadis bahkan sudah menguap berkali-kali.
“Ini kan lagi hujan, lumayan deras pula. Di sini dulu saja, sekalian temani saya. Lagipula ini belum ada jam sembilan malam, kamu jam segini sudah mau tidur? Benar-benar anak kecil” Ganda menunjuk kursi bale di depannya, cukup lebar, seukuran kasur anak kost. Gadis bahkan bisa tidur di situ karena tubuh mungilnya.
Malas-malasan Gadis berjalan menuju bale yang ditunjuk Ganda. Duduk dengan mata terkantuk-kantuk. Layar televisi di hadapannya menyala, tapi Ganda memilih kanal berita berbahasa asing. Membuat Gadis malas berpikir keras untuk menerjemahkan apa kata news anchor. Sudah malam, dia sudah sangat lelah karena tadi terlalu lama berenang. Otaknya sudah tidak mau diajak bekerja sama.
Gadis, dengan mata yang kadang terpejam, tiba-tiba mendengar bunyi keyboard diketik, dia menoleh, ternyata Ganda sedang asyik dengan laptopnya. Tampak serius. Dengan mata yang sudah tinggal beberapa watt, Gadis mengamati lelaki tampan yang sedang serius bekerja itu.
"Bapak jam segini kok kerja sih? Kenapa gak tidur saja? Lagipula kan perjalanan bapak tadi lintas benua loh. Memang tidak capek pak? Workaholic boleh pak, tapi tetap harus mengutamakan kesehatan. Jangan diperbudak uang, gak akan dibawa mati ini. Hoahemm...." Antara sadar dan tidak Gadis berkata seperti itu.
Ganda hanya melirik sekilas ke arah Gadis. Seperti de javu, dia pernah mendengar kalimat ini.
Sayang, sudah malam. Tidurlah, jangan terlalu memforsir dirimu. Badanmu juga punya hak untuk istirahat. Jangan diperbudak uang, gak akan dibawa mati ini.
Mendadak Ganda teringat kalimat yang sering diucapkan mantan istri tercintanya. Kenapa bisa sama redaksinya seperti yang bocah ini katakan?
"Rissa...." Ganda mendesis, menyebut sebuah nama.
Gadis seperti mendengar desisan dari bibir Ganda yang tampak kehitaman. Sepertinya dia berucap sesuatu.
"Pak... Pak Ganda... yee malah bengong. Pak, jangan-jangan kesambet ya? Tadi gak pakai ucap salam dulu pasti ya pas mau ke mari?"
Mata Gadis mendadak tidak jadi mengantuk, karena Ganda yang masih asyik dengan dunianya sendiri. Dipanggil dua kali pun masih tetap tidak merespon. Mata tajam duda dua kali itu malah menerawang jauh, entah memikirkan apa.
Gadis melihat Ganda, seperti menilai. Alis tebal, hidung mancung, mata tajam dengan bola mata hitam pekat membuat banyak perempuan pastilah akan tersesat di pekatnya mata itu, bibir yg sedikit tampak kehitaman mungkin karena tembakau, secara keseluruhan, memang ganteng pakai banget pula.... hmm... pantas saja sampai duda dua kali. Laku keras! Aku? Boro-boro pacaran, ada cowok yang dekat saja bapak sama Mas Bima sudah seperti berperan seperti tukang pukul saja.
"Pak Ganda... woi pak kesambet ya? Duuh bentar... harus baca taawudz, Al Fathiha, Ayat Kursi, dan surat tiga kul. Hmm... bismillah...." Gadis pun membaca surat-surat tadi hingga selesai. Dia benar-benar berpikir Ganda kesambet. Ganda yang sudah menapak ke alam nyata, tampak heran melihat bibir Gadis yang terlantunkan ayat-ayat suci Al Qur'an.
Ini kan Ayat Kursi? Hmmm... Al Ikhlas, Al Falaq, An Nas... ya ampun jadi dia benar-benar berpikir aku tuh kesambet?
Ganda tersenyum geli melihat Gadis masih sibuk dengan ayat-ayat suci Al Qur'an yang dibacanya.
"Kamu pikir saya kesambet? Pakai dibacain ayat kursi sama tiga kul. Kebangetan kamu!" Ganda langsung mengomel begitu Gadis selesai.
"Astagfirullah... pak jangan ngagetin saya dong. Lagian Bapak dari tadi saya panggil gak jawab, malah kaya melamun gitu. Ya saya kira bapak kesambet deh. Huuh... dah mending kan saya bacain Ayat Kursi. Nih saya sampai gak jadi ngantuk lagi gegara bapak." Gadis kesal bukan kepalang karena dikagetkan Ganda.
"Biar ngantuk lagi, sana bikin s**u. Tidur saja di kursi bale itu, itukan ukurannya lumayan besar, pasti muat buat tubuhmu yang mungil itu." Ganda berkata tanpa nada mengejek. Lah kan memang tubuh Gadis imut dan dia mempunyai ingatan yang kuat, tadi Gadis berkata suka minum s**u sebelum tidur.
"Tidur di sini pak? Di kursi bale yang saya duduki sekarang ini?" tanya Gadis ragu. Ruangan itu cukup besar, muat untuk tidur hingga dua lusin orang tapi pakai tikar.
"Iih takut saya Pak, horor gini. Mana lagi hujan gede, ini ruangan juga gede banget. Gak mau aaah saya." Tolak Gadis.
"Terus kamu maunya tidur di mana? Di kamar saya? Tidur sama saya gitu?" senyum m***m Ganda terbit, bermaksud untuk mengerjai Gadis.
"Enggak lah pak, lebih baik saya tidur di sini saja deh." Gadis melotot, tidak percaya mendengar kalimat itu.
"Hmm... kalau di n****+-n****+ roman itu biasanya si perempuan akan digendong sama lelaki tampan kaya raya, dibawa ke kamarnya dan tidur bersama di satu ranjang, berpelukan, eeh salah..., maksud saya si perempuan akan tidur beralaskan lengan lelaki tampan tadi kan?" tembak Ganda dengan senyum m***m yang semakin usil melihat Gadis yang tampak ketakutan.
"Diih enggak Pak... eeh gak salah sih, kaya gitu.. beberapa n****+ seperti itu. Tapi ini kan bukan di n****+, jadi jangan sampai bapak berani-beraninya tidur memeluk saya!"
"Ha..ha.. ha... Kamu lucu anak kecil!" tawa membahana Ganda terdengar bersaingan dengan derasnya hujan.
"Saya bukan anak kecil, Pak Ganda....!"
"Sudah, kamu tidur saja. Itu kan ada bantal bisa kamu pakai. Masalah tidur satu ranjang, itu masalah nanti. Siapa tahu nantinya kita bisa tidur satu ranjang kan?" Ganda tersenyum usil, entah bercanda atau tidak, hanya dia yang tahu, "itu matamu sepertinya sudah sangat mengantuk! Tidurlah. Saya masih mau bekerja. Di Jerman masih siang jadi saya bisa tanya progress pekerjaan yang saya tinggalkan."
"Bener ya pak... janji hoaaahemmm... bapak gak akan ngapa-ngapain saya." Dengan mata yang tinggal beberapa watt, Gadis meminta Ganda berjanji. Tapi belum sempat Ganda menjawab, dia sudah mendengar dengkuran halus Gadis. Ganda hanya dapat menggelengkan kepalanya, kemudian melanjutkan lagi pekerjaannya yang tertunda gegara iseng pada gadis mungil di depannya yang sudah tidur dengan tenang.
Dua jam kemudian, Ganda yang sudah selesai bekerja segera membereskan laptopnya. Dilihatnya Gadis dengan posisi meringkuk, sepertinya kedinginan. Aaah karena terlalu asyik dengan pekerjaannya, dia sampai lupa pada Gadis. Ganda berlalu ke kamarnya, membawa selimut tebal dan diselimutinya tubuh mungil Gadis agar tidak kedinginan. Sempat diperhatikannya wajah imut Gadis. Tampak sungguh damai.
"Mimpi indah ya... dan jangan harap aku akan membopongmu ke kamar seperti n****+-n****+ itu. Seperti katamu, itu hanya ada di n****+. Tapi tidak di sini." Ganda mematikan lampu utama tapi menyisakan lampu cool light agar Gadis tidak terkejut saat bangun nanti.
"Sweet dream... Gadis."
Ganda tidak tahu bahwa kelak dia mungkin akan sering menggendong perempuan mungil itu. Jalan hidup manusia, tidak ada yang tahu. Semua sudah tersurat. Dia, Gadis, dan sang mantan-mantan istri yang akan selalu mengikutinya.