Chapter - 02

1047 Words
“Mau apa kau kemari!?” Rina melotot saat melihat sosok Chelsea yang hadir dan merusak pintu kamar berharganya, dia tidak habis pikir gadis jelek itu bisa berani masuk ke dalam kamarnya. “Pergi! Aku tidak mau melihat wajah menyeramkanmu di kamarku!”   Anak-anak lain juga tampak terkejut dengan kemunculan Chelsea yang mengagetkan, mereka benar-benar tidak menyangka gadis kribo itu datang kemari, padahal ini adalah kamarnya Rina Amstrong, anak gadis paling angkuh di panti asuhan ini.   “Maaf soal pintumu, tapi kedatanganku kemari karena ini berkaitan dengan sesuatu yang kau laporkan, mengenai kejadian kemarin,” Napas Chelsea terdengar menderu, tetapi dia mencoba untuk bersikap tenang sebab mau bagaimana pun dia tidak boleh menimbulkan masalah lebih dari ‘merusak pintu kamar orang’. “Jadi, aku datang kemari untuk meminta maaf padamu, Rina.”   Sungguh, lebih dari apapun, kalimat itu sangat Rina ingin dengar dari orang yang ia sering tindas, dia bisa tertawa bahagia seharusnya, tapi sekarang, situasinya tidak membuat ia senang mendengar Chelsea berkata demikian.   “Aku lebih senang jika kau pergi dari sini! Itu sudah cukup bagiku! Pergilah dari kamarku, Gadis Kribo! Gadis Hitam! Gadis Jelek!”   Umpatan demi u*****n, hinaan demi hinaan, Rina lontarkan pada Chelsea agar gadis kribo itu pergi dari kamarnya. Namun, bukannya pergi, Chelsea hanya berdiri bergeming dengan mata yang menatap tajam wajah Rina, seolah-olah mengisyaratkan bahwa dia tidak akan pergi sebelum yang dia inginkan dikabulkan. Jujur saja, Chelsea tidak peduli pada amarah Rina yang kekanak-kanakan, sekarang yang dia inginkan adalah bisa membuat Rina mengatakan hal yang seharusnya ia katakan.   “K-Kenapa kau masih saja berdiri di sana! Kubilang pergi, ya pergi!” Rina sampai melempar bantal kesayangannya pada muka Chelsea, agar gadis itu segera lenyap dari dalam kamarnya. Tapi tampaknya, Chelsea masih tidak mempedulikan hal itu. “Apa maumu!? Kau mau aku apa, hah!? Jika kau masih diam saja di situ, aku akan melaporkan hal ini pada Bunda! Agar kau kena tegur lagi!”   “Lakukan saja sesukamu,” Chelsea mulai bersuara setelah lama hening. “Kau pikir dengan melaporkan segala hal tentangku, bisa membuatmu tampak baik di hadapan Bunda?”   “Jangan seenaknya kau menceramahiku!” Kini, saking kesalnya, Rina turun dari ranjangnya dan mendatangi Chelsea yang sedang berdiri di tengah ruangan, anak-anak lain yang melihat itu dari atas kasur Amstrong hanya bergidik takut, mereka pikir berbahaya jika dua gadis itu bertengkar serius. Rina kembali melanjutkan dengan mata birunya yang melotot, “Kau pikir kau siapa di sini, hah? Sadarilah posisimu. Kau tidak punya tempat di sini, dasar budak.”   BUAG! Tanpa ba-bi-bu lagi, Chelsea langsung melancarkan pukulannya pada hidung Rina Amstrong sampai gadis pirang itu terjatuh ke lantai. Dengan mata yang melotot lebih lebar dari Rina, Chelsea mulai berkata dengan penuh penekanan.   “Jaga mulutmu. Sekali lagi kau bilang begitu.” Dan hanya itu yang Chelsea katakan, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk pergi dari kamar Rina Amstrong, meninggalkan Sang Pemilik Kamar yang hidungnya berdarah dan pintu kamar yang rusak.   Sungguh, setelah sampai di dalam kamarnya, Chelsea menenggelamkan kepalanya di kasur dan merasa menyesal karena telah melakukan hal itu pada Rina Amstrong. Dia yakin, besoknya akan heboh karena hal itu, Chelsea harus menyiapkan diri untuk menghadapi hari esok sembari memikirkan alasan apa yang harus ia katakan pada Bunda dan anak-anak lain.   Namun, keesokan harinya, ketika Chelsea bergabung di ruang makan untuk sarapan bersama anak-anak lain, dia melihat tidak ada kehebohan sama sekali, bahkan dia bisa menemukan Rina sedang bercanda dengan anak-anak lain di meja makan yang lain. Sebenarnya ada apa ini? Kenapa semuanya tampak baik-baik saja, padahal semalam seorang gadis kulit hitam telah melukai gadis kulit putih, seharusnya itu akan menjadi peristiwa yang sangat menghebohkan.   Saking bingungnya, Chelsea sampai tidak sadar kalau dirinya selama beberapa menit hanya diam dan hening di kursinya dengan kepala memandang-mandang ke setiap muka anak-anak lain, tanpa sedikit pun menyentuh sarapannya, membuat Sang Bunda yang memperhatikkan itu, jadi penasaran.   “Ada apa, Chelsea? Tampaknya kamu agak aneh hari ini.”   Lamunan Chelsea langsung buyar saat mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Bunda. Dia telah melakukan kesalahan yang tak disadarinya, melamun di saat waktu makan itu dilarang.   “Maaf, aku hanya sedang berpikir kalau hari ini sangat cerah, aku akan menanam bunga Lavender di belakang, Bunda.”   Sang Bunda yang duduk di kursi ujung dari meja makan panjang yang Chelsea dan beberapa anak lain tempati, hanya tersenyum sembari sedikit mengunyah kue cokelat kering di tangan kanannya.   “Oh, ya, kamu sangat beruntung karena hari ini sangat cerah, Chelsea,” ucap Sang Bunda dengan sorotan mata yang hangat, setelah menelan kue kering tersebut. “Tetapi apakah ada hal lain lagi yang kamu pikirkan selain itu?”   Dengan kikuk, Chelsea tersenyum dan menggeleng. “Tidak ada, Bunda.” Setelah sesi sarapan usai, Chelsea berniat ingin menanyakan itu langsung pada Rina Amstrong, apakah gadis angkuh itu tidak melaporkan kejadian semalam pada Bunda, atau bagaimana? Sungguh, Chelsea sangat penasaran dengan hal tersebut, soalnya yang sedang kita pikirkan adalah Rina Amstrong, gadis paling angkuh dan sombong di panti asuhan ini. Tidak ada siapapun yang berani macam-macam dengannya dan apapun yang ia inginkan, selalu dikabulkan dengan sangat cepat oleh Bunda, serta dikagumi oleh anak-anak lain, kecuali Chelsea tentunya. "Mau apa lagi kau?" Itulah kalimat pertama yang diucapkan oleh Rina setelah Chelsea menghamprri gadis itu di belakang panti. "Apakah kau masih belum puas setelah membuat hidungku berdarah dan tangan-tanganku lecet?" Dari gelagatnya, ada yang berbeda dari Rina Amstrong. Dia tidak berani menatap langsung ke mata Chelsea entah karena apa, juga dari nada suaranya agak terdengar gemetar seperti orang yang sedang gelisah. Apakah mungkin, Rina Amstrong jadi takut, dalam artian benar-benar takut, pada Chelsea Lizz? Jika memang benar, itu adalah pencapaian yang luar biasa. "Oke, aku minta maaf soal itu, tapi  aku ingin bertanya, apakah kau melaporkan kejadian semalam pada Bunda atau anak-anak lain?" Mendengar itu entah kenapa membuat muka Rina Amstrong jadi menghijau seperti orang yang sedang terpojokkan. "A-Aku tidak bilang apa-apa pada Bunda, aku juga tidak bilang apa-apa pada yang lain, yang tahu soal itu hanya anak-anak yang ada di dalam kamarku, dan mereka sudah berjanji tidak akan menceritakannya pada siapapun. Aku juga tidak akan menceritakannya pada siapapun, jadi tolong, jangan sakiti aku lagi, Chelsea." Makin kesini, suara Rina jadi makin mendayu dan tersengguk hingga akhirnya matanya memerah dan air matanya menetes-netes. Saat ini, Rina Amstrong menangis ketakutan di hadapan Chelsea Lizz.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD