Darah mengalir di pelipis kakek itu, setelah kuhantam kepalanya dengan benda yang kupegang saat ini, puas dengan itu aku segera melipir ke tembok dan mengambil napas panjang. Aku tidak tahu dia itu abadi atau tidak, tapi yang jelas, setidaknya aku telah membuatnya merasakan rasa sakit, bahkan bagiku itu masih belum cukup karena dia telah merenggut banyak hal dariku. Kekesalanku masih belum reda, aku masih sangat marah sekarang.
"Apanya yang abadi? Kau berdarah sekarang! Kau cuma manusia gila yang suka mengkhayal! Jangan kau pikir dengan alasan seperti itu, kau bisa lolos dari ini! KAU INI GILA!" Lagi-lagi aku berteriak kencang pada kakek sialan itu dan aku tidak peduli karena yang ada di pikiranku hanyalah membuat kakek-kakek bodoh itu lenyap dan mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatannya pada keluargaku.
Orang itu cuma diam bergeming melihatku, meski darah merah segar masih menetes-netes di kepalanya, aku tidak tahu, tapi tampaknya dia seperti orang yang sama sekali tidak merasakan rasa sakit, ataukah dia cuma sekedar menahannya agar terlihat keren? Menjijikan! Setelah berbuat keji begitu, dia masih sempat-sempatnya begitu, dasar kakek-kakek tidak tahu diri!
"Kenapa sekarang kau cuma diam saja, katakanlah apapun! Kenapa kau tidak merasa bersalah atas apa yang telah kau lakukan padaku! Apa kau tidak pernah berpikir kalau aku ini hanya seorang gadis malang yang keluarganya tewas oleh ulahmu! Apakah kau tidak pernah berpikir bahwa kau ini bersalah!? Minta maaf saja tidak cukup untuk menebus kesalahanmu! Kau harus kubuat... AKU MUAK DENGANMU!"
"Aku paham dan mengerti perasaanmu, Chelsea," akhirnya orang itu kembali bersuara setelah lama diam tak berbicara. "Seperti yang sudah kukatakan, aku melakukan ini atas perintah dari Sang Raja Iblis, aku di sini hanyalah sebagai seorang pelayan yang patuh padanya, melaksanakan titahnya tanpa keluhan sedikit pun, dan inilah yang diperintahkan oleh Sang Raja Iblis, yaitu membawamu ke hadapan beliau, setelah membantai keluarga berhargamu, agar kau bersedia bertemu dengannya."
"APA KAU BENAR-BENAR GILA!? BERHENTILAH MENGARANG CERITA BEGITU! DARIPADA KAU TERUS-TERUSAN BERKHAYAL, LEBIH BAIK KAU CARI CARA AGAR AKU BISA MEMAAFKANMU! BUKAN MALAH MENGARANG CERITA BODOH!"
"Aku sama sekali tidak mengarang cerita," sela orang itu dengan nada yang dingin. "Ini memang realitanya, dan aku paham kau tidak mempercayainya, kalau begitu biar aku tunjukkan sesuatu padamu agar kau tidak menganggapku sebagai orang gila."
Tiba-tiba, kakek-kakek itu menunjukkan sesuatu yang aneh padaku, dari balik punggungnya, dia mengeluarkan sebuah sayap kelelawar yang besar, rasanya seperti tumbuh secara alami dari punggungnya, dan itu benar-benar aneh, aku tidak mengerti manusia bisa melakukan itu. Aku hanya melotot sebelum mataku makin melotot saat dia mencoba untuk terbang melayang-layang di hadapanku, di dalam ruangan rumahku yang cukup sempit.
Dirasa cukup, dia kembali mendaratkan kaki dan menatapku dengan intens. "Jadi menurutmu bagaimana? Apakah kau masih menganggapku sebagai orang gila?" Aku hanya mengerjap-erjapkan mataku, aku benar-benar kaget sekarang, aku tidak bisa berkata apa-apa selain takjub.
"Ak-Aku tidak yakin, tapi kau benar-benar seorang Iblis?" tanyaku dengan suara yang bergetar. "Tapi mengapa... mengapa kau menargetkanku dan keluargaku, kenapa harus aku dan keluargaku yang mengalami hal seperti ini, ada miliaran manusia di bumi ini, tapi kenapa harus aku?" Semakin ke sini suaraku semakin tersengguk-sengguk.
Darah mengalir di pelipis kakek itu, setelah kuhantam kepalanya dengan benda yang kupegang saat ini, puas dengan itu aku segera melipir ke tembok dan mengambil napas panjang. Aku tidak tahu dia itu abadi atau tidak, tapi yang jelas, setidaknya aku telah membuatnya merasakan rasa sakit, bahkan bagiku itu masih belum cukup karena dia telah merenggut banyak hal dariku. Kekesalanku masih belum reda, aku masih sangat marah sekarang.
"Apanya yang abadi? Kau berdarah sekarang! Kau cuma manusia gila yang suka mengkhayal! Jangan kau pikir dengan alasan seperti itu, kau bisa lolos dari ini! KAU INI GILA!" Lagi-lagi aku berteriak kencang pada kakek sialan itu dan aku tidak peduli karena yang ada di pikiranku hanyalah membuat kakek-kakek bodoh itu lenyap dan mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatannya pada keluargaku.
Orang itu cuma diam bergeming melihatku, meski darah merah segar masih menetes-netes di kepalanya, aku tidak tahu, tapi tampaknya dia seperti orang yang sama sekali tidak merasakan rasa sakit, ataukah dia cuma sekedar menahannya agar terlihat keren? Menjijikan! Setelah berbuat keji begitu, dia masih sempat-sempatnya begitu, dasar kakek-kakek tidak tahu diri!
"Kenapa sekarang kau cuma diam saja, katakanlah apapun! Kenapa kau tidak merasa bersalah atas apa yang telah kau lakukan padaku! Apa kau tidak pernah berpikir kalau aku ini hanya seorang gadis malang yang keluarganya tewas oleh ulahmu! Apakah kau tidak pernah berpikir bahwa kau ini bersalah!? Minta maaf saja tidak cukup untuk menebus kesalahanmu! Kau harus kubuat... AKU MUAK DENGANMU!"
"Aku paham dan mengerti perasaanmu, Chelsea," akhirnya orang itu kembali bersuara setelah lama diam tak berbicara. "Seperti yang sudah kukatakan, aku melakukan ini atas perintah dari Sang Raja Iblis, aku di sini hanyalah sebagai seorang pelayan yang patuh padanya, melaksanakan titahnya tanpa keluhan sedikit pun, dan inilah yang diperintahkan oleh Sang Raja Iblis, yaitu membawamu ke hadapan beliau, setelah membantai keluarga berhargamu, agar kau bersedia bertemu dengannya."
"APA KAU BENAR-BENAR GILA!? BERHENTILAH MENGARANG CERITA BEGITU! DARIPADA KAU TERUS-TERUSAN BERKHAYAL, LEBIH BAIK KAU CARI CARA AGAR AKU BISA MEMAAFKANMU! BUKAN MALAH MENGARANG CERITA BODOH!"
"Aku sama sekali tidak mengarang cerita," sela orang itu dengan nada yang dingin. "Ini memang realitanya, dan aku paham kau tidak mempercayainya, kalau begitu biar aku tunjukkan sesuatu padamu agar kau tidak menganggapku sebagai orang gila."
Tiba-tiba, kakek-kakek itu menunjukkan sesuatu yang aneh padaku, dari balik punggungnya, dia mengeluarkan sebuah sayap kelelawar yang besar, rasanya seperti tumbuh secara alami dari punggungnya, dan itu benar-benar aneh, aku tidak mengerti manusia bisa melakukan itu. Aku hanya melotot sebelum mataku makin melotot saat dia mencoba untuk terbang melayang-layang di hadapanku, di dalam ruangan rumahku yang cukup sempit.
Dirasa cukup, dia kembali mendaratkan kaki dan menatapku dengan intens. "Jadi menurutmu bagaimana? Apakah kau masih menganggapku sebagai orang gila?" Aku hanya mengerjap-erjapkan mataku, aku benar-benar kaget sekarang, aku tidak bisa berkata apa-apa selain takjub.
"Ak-Aku tidak yakin, tapi kau benar-benar seorang Iblis?" tanyaku dengan suara yang bergetar. "Tapi mengapa... mengapa kau menargetkanku dan keluargaku, kenapa harus aku dan keluargaku yang mengalami hal seperti ini, ada miliaran manusia di bumi ini, tapi kenapa harus aku?" Semakin ke sini suaraku semakin tersengguk-sengguk.
Darah mengalir di pelipis kakek itu, setelah kuhantam kepalanya dengan benda yang kupegang saat ini, puas dengan itu aku segera melipir ke tembok dan mengambil napas panjang. Aku tidak tahu dia itu abadi atau tidak, tapi yang jelas, setidaknya aku telah membuatnya merasakan rasa sakit, bahkan bagiku itu masih belum cukup karena dia telah merenggut banyak hal dariku. Kekesalanku masih belum reda, aku masih sangat marah sekarang.
"Apanya yang abadi? Kau berdarah sekarang! Kau cuma manusia gila yang suka mengkhayal! Jangan kau pikir dengan alasan seperti itu, kau bisa lolos dari ini! KAU INI GILA!" Lagi-lagi aku berteriak kencang pada kakek sialan itu dan aku tidak peduli karena yang ada di pikiranku hanyalah membuat kakek-kakek bodoh itu lenyap dan mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatannya pada keluargaku.
Orang itu cuma diam bergeming melihatku, meski darah merah segar masih menetes-netes di kepalanya, aku tidak tahu, tapi tampaknya dia seperti orang yang sama sekali tidak merasakan rasa sakit, ataukah dia cuma sekedar menahannya agar terlihat keren? Menjijikan! Setelah berbuat keji begitu, dia masih sempat-sempatnya begitu, dasar kakek-kakek tidak tahu diri!
"Kenapa sekarang kau cuma diam saja, katakanlah apapun! Kenapa kau tidak merasa bersalah atas apa yang telah kau lakukan padaku! Apa kau tidak pernah berpikir kalau aku ini hanya seorang gadis malang yang keluarganya tewas oleh ulahmu! Apakah kau tidak pernah berpikir bahwa kau ini bersalah!? Minta maaf saja tidak cukup untuk menebus kesalahanmu! Kau harus kubuat... AKU MUAK DENGANMU!"
"Aku paham dan mengerti perasaanmu, Chelsea," akhirnya orang itu kembali bersuara setelah lama diam tak berbicara. "Seperti yang sudah kukatakan, aku melakukan ini atas perintah dari Sang Raja Iblis, aku di sini hanyalah sebagai seorang pelayan yang patuh padanya, melaksanakan titahnya tanpa keluhan sedikit pun, dan inilah yang diperintahkan oleh Sang Raja Iblis, yaitu membawamu ke hadapan beliau, setelah membantai keluarga berhargamu, agar kau bersedia bertemu dengannya."
"APA KAU BENAR-BENAR GILA!? BERHENTILAH MENGARANG CERITA BEGITU! DARIPADA KAU TERUS-TERUSAN BERKHAYAL, LEBIH BAIK KAU CARI CARA AGAR AKU BISA MEMAAFKANMU! BUKAN MALAH MENGARANG CERITA BODOH!"
"Aku sama sekali tidak mengarang cerita," sela orang itu dengan nada yang dingin. "Ini memang realitanya, dan aku paham kau tidak mempercayainya, kalau begitu biar aku tunjukkan sesuatu padamu agar kau tidak menganggapku sebagai orang gila."
Tiba-tiba, kakek-kakek itu menunjukkan sesuatu yang aneh padaku, dari balik punggungnya, dia mengeluarkan sebuah sayap kelelawar yang besar, rasanya seperti tumbuh secara alami dari punggungnya, dan itu benar-benar aneh, aku tidak mengerti manusia bisa melakukan itu. Aku hanya melotot sebelum mataku makin melotot saat dia mencoba untuk terbang melayang-layang di hadapanku, di dalam ruangan rumahku yang cukup sempit.
Dirasa cukup, dia kembali mendaratkan kaki dan menatapku dengan intens. "Jadi menurutmu bagaimana? Apakah kau masih menganggapku sebagai orang gila?" Aku hanya mengerjap-erjapkan mataku, aku benar-benar kaget sekarang, aku tidak bisa berkata apa-apa selain takjub.
"Ak-Aku tidak yakin, tapi kau benar-benar seorang Iblis?" tanyaku dengan suara yang bergetar. "Tapi mengapa... mengapa kau menargetkanku dan keluargaku, kenapa harus aku dan keluargaku yang mengalami hal seperti ini, ada miliaran manusia di bumi ini, tapi kenapa harus aku?" Semakin ke sini suaraku semakin tersengguk-sengguk.