BAB 5

1249 Words
    Hari ini adalah hari minggu. Surganya para karyawan. Tapi tentu saja hal itu tidak berlaku untuk Desti. Sejak pagi wanita itu sudah cemberut sambil mondar-mandir di tangga kafenya.Begitu merasa lelah wanita itu duduk dibawah tangga. Membuat Marina menggelengkan kepalanya melihat kelakuan putri semata wayangnya itu.     "Des, kamu ada janji sama dokter Randy kan ?" Marina mengingatkan. Desti semakin cemberut. Wanita itu sudah lelah dengan segala macam pengobatan.     "Desti gak mau ketemu dokter Randy lagi." Rajuknya.     "Yaudah jangan Nangis kalau liat pangeran kamu nikah sama wanita cantik di luar sana sementara kamu terbaring sakit di rumah sakit." Ucap Marina tanpa menoleh.     "Kok bunda jahat sih?" Desti mengerucutkan bibirnya sambil keluar dari bawah tangga menuju meja di samping karena ponselnya berbunyi sejak tadi.     "Bunda gak jahat Desti, Bunda cuma ngingetin."     "Iya bunda iya, ini dokter Randynya telpon." Belum sempat diangkat sambungan sudah terputus. Lalu diikuti oleh sebuah pesan masuk yang mengatakan pertemuan sore ini dibatalkan dikarenakan dokter Randy ada urusan. Desti langsung tersenyum lebar.     Belakangan ini kondisinya memang jauh lebih baik. Sudah jarang kambuh selama dia tetap teratur meminum obat. Wajahnya juga tidak sepucat dulu, sehingga tidak mengharuskan Desti memakai makeup tebal. Untuk sekarang ini Wanita itu hanya mengandalkan lipstik dan bedak saja.     "Dokter randy-nya ada urusan bun, janjinya diganti senin sore." Ucap gadis itu girang. Marina menyipitkan mata tidak percaya.     "Bunda gak percaya tuh." Ucapnya. Desti langsung mendekat dan menunjukan pesan itu kepada bundanya yang curigaan itu. Tapi yang terbaca oleh beliau justru sebuah pesan dari nomor tidak dikenal yang baru saja datang.     "Desti kamu ada waktu gak? Bisa temani saya mencari buku?" Ucap Marina keras-keras smbil tersenyum geli. Membuat Desti mengerutkan dahinya bingung, kemudian membalikan ponselnya.     "Ciee.. ada yang ngajak kencan" Ledeknya.     "Nomor siapa nih ,gak kenal." Ujar Desti cuek. Sejak dulu wanita itu memang sangat cuek dengan laki-laki. Padahal banyak sekali yang berusaha mendekatinya, tapi tidak satupun yang ditanggapinya.     "Tanya dong siapa, kamu nih jangan cuek-cuek gitu terus. Kapan bunda mau punya menantu kalau kamunya kaya gini terus."     "Bunda apaan sih ngomongin menantu aja, Desti mau kerja dulu." Selalu saja alasanya seperti itu.     "Kamu gak menyimpang kan?" Gadis itu langsung melotot.     "Bunda apaan sih, kalau Desti menyimpang mana mungkin Desti suka sama pak Dika." Sungutnya. Marina menaikan bahunya acuh.     "Ya siapa tahu yang namanya Dika itu perempuan. Kalau bener kayak gitu bunda bawa kamu ke Ustadz Sadikin biar di Ruqiyah." Desti melongo tidak percaya dengan pikiran aneh bundanya. Mana mungkin ada perempuan namanya Dika     "Mas Dika itu laki-laki kok bun, Niken udah liat pakai mata sendiri. Mana ganteng banget. " Ucap Niken ikut nyamber.     "Huh, syukurlah anak bunda normal." Ucap Marina sambil mengelus d**a. Kebetulan hari ini kafe mereka tutup karena sedang renovasi bagian depan sehingga mereka tidak perlu merasa tidak enak karena mengobrol.     "Bunda belajar jahat darimana sih? Anaknya sendiri dituduh menyimpang." Ucap Desti pura-pura sakit hati.     "Salah sendiri gak pernah ada yang ngapel. Anak gadis seumur kamu itu kalau malam minggu diapelin. Lah kamu malam minggu nonton drama sama si Cunky kan bunda jadi serem." Kalau diteruskan perdebatan ini akan lebih panjang dari jalur kereta api Tangerang-bogor. Lebih baik Desti mengalah dan diam.     "Bodo ah, ayo Cunky kita ke kamar!" Ucap Desti sambil meraih kucingnya yang berada di kolong meja. Namanya Cunky katanya karena warna bulunya mengingatkan Desti pada coklat Cunky kesukaanya.     Tapi belum sempat wanita itu melangkah ponselnya kembali berbunyi. Dari nomor telpon tidak dikenal tadi, hanya saja kali ini panggilan telepon bukan pesan teks.     "Halo ini siapa?" Ujar Desti ketus. Masih hening tidak ada jawaban. Hanya terdengar suara musik yang mengalir lembut.     "Woyy kalau lo gak ngomong juga gue santet online biar lo bisu beneran."Marina yang sedang mengelap piring sampai berhenti karena merinding mendengar sumpah serapah putrinya. Ngidam apa dia dulu sampai punya putri jutek begitu?     "Desti jaga ucapan kamu!" Teriak wanita itu mengingatkan, tapi Desti masih acuh tidak peduli.     "Kamu galak banget yah, padahal saya cuma mau ajak kamu ke toko buku doang." Suara maskulin itu terdengar begitu merdu ditelinga Desti. Membuatnya meringis sambil menjatuhkan Cunky begitu saja. Kemudian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.     "Eh pak Dika saya kira siapa, abisnya nomornya gak dikenal sih pak." Ucap Wanita itu lembut sekali. Dika terkekeh di seberang sana. Sementara Marina langsung menajamkan indra pendengaranya. Sepertinya bau-bau menantu ganteng sudah semerbak dia cium.     "Kamu sibuk gak? Saya mau nyari buku tapi gak ada teman." Jika tidak sedang menjaga image anggunnya, wanita itu sudah berteriak kegirangan. Mimpi apa dia semalam bisa diajak jalan oleh bos gantengnya?     "Gak sibuk kok pak, saya lagi gak ngapa-ngapain malah." Ucap wanita itu dengan binar bahagia yang tiada terkira. Marina senyum-senyum sendiri sambil cuci piring.     "Yaudah saya harus jemput dimana?" Desti menggigit bibirnya gugup.     "Green kafe yang deket kantor pak"     "Oke, tunggu saya tiga puluh menit."     "Cieee diajakin kencan sama mas ganteng" Ledek Niken.     "Bunda mau ganti baju dulu lah biar gak malu ketemu calon mantu." Marina lansung melipir menuju kamarnya. Membuat Desti melongo lagi. Bundanya kenapa jadi genit banget sekarang? ***     "Assalamu'alaikum." Ucap Dika sopan. Begitu sampai di green kafe laki-laki itu sedikit kaget melihat kafe itu sedang direnofasi. Tapi begitu dia bertanya tentang desti  pada pekerja laki-laki itu akhirnya tahu bahw green kafe adalah milik karyawan genitnya sekaligus tempat tinggalnya juga.     "Wa'alaikumsalam." Niken langsung tersenyum lebar melihat Dika yang sedang berdiri dengan tampannya. Jika tidak ingat dia gebetan bosnya, sudah dia pepet mas ganteng satu ini sampai ke KUA.     "Eh mas ganteng, masuk mas! mbak Destinya masih diatas." Ucap Niken ramah. Sementara Dika merasa sedikit malu dipanggil dengan sebutan 'mas ganteng' oleh Niken. Wajahnya sedikit memerah membuat Niken gemas sendiri.     "Iya mbak makasih." Dika duduk di salah satu sofa di kafe itu. Sesekali melihat interior tempat itu yang memanjakan matanya. Di pojokan ada tempat bermain anak-anak yang aman.     Sambil menunggu laki-laki itu meraih daftar menu yang ada di meja. Satu kata yang langsung tercipta di kepalanya adalah 'Menarik!'. Perbaduan antara makanan indonesia dan jepang dengan tampilan yang unik. Yang lebih menarik adalah menu yang diperuntukan untuk anak-anak. Tidak hanya tampilanya yang dibuat lucu tapi bahan makananya juga disebutkan dengan terperinci dan dijelaskan mengenai gizi yang dibutuhkan anak-anak.Sepertinya Dika ingin mengajak regarta makan disini suatu hari nanti.     "Eh Ada tamu." Marina langsung mengeluarkan senyum termanis miliknya. Tidak lupa rambutnya yang tersisir rapi, make up natural yang anggun, disertai bau harum semerbak parfum yang dia semprotkan hampir ke seluruh bagian tubuhnya.     Dika berdiri dengan canggung sambil menyalami Marina sopan. Laki-laki itu sedikit berdebar pasalnya ini pertama kalinya dia main ke rumah seorang wanita dan bertemu dengan keluarganya.     "Selamat sore tante saya Dika, teman kerja Desti." Ucapnya ramah.     "Oh iya Desti udah bilang, yang sabar yah sama anak tante dia agak jutek tapi aslinya baik hati banget kaya Bidadari." Dika tersenyum mendengar Marina mulai mempromosikan putrinya.     "Iya Tante Desti baik kok." Marina tersenyum.     "Syukurlah calon mantunya ternyata laki-laki ganteng beneran." Ucap wanita itu dalam hati. Masih ingin memastikan bahwa putrinya tidak menyimpang.     "Saya mau minta izin ajak Desti ke toko buku sebentar boleh tante?"     "Oh boleh banget nak Dika, jangankan ke toko buku mau langsung diajak ke KUA juga boleh." Ucap Marina manis sekali membuat Dika tersenyum kikuk.     "Bunda apaan sih." Desti yang baru saja turun dari kamarnya sedikit tidak enak mendengar ibunya mempromosikanya seperti produk gagal yang tidak laku dijual.     "Maaf yah pak, ibu saya memang suka bercanda." Ucapnya kikuk. Dika tersenyum.     "Kalau yang terakhir tadi tante gak bercanda loh nak Dika." Desti melotot kearah Marina tapi ibunya itu tersenyum tidak peduli.     "Yudah Desti pergi dulu Bun , Assalamu'alaikum." Ucap Desti sambil menarik Dika buru-buru meninggalkan ibunya. Bisa gawat harga dirinya! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD