Tamu Tak Di Undang

1415 Words
“Rumi, besok aku mampir ke rumah kamu dulu ya? Mau nitip motor.” “Oke, Ma. Kita ke jakarta 3 hari ‘kan?” “Iya, Rum. Kamu sudah packing?” “Belum, rencananya sih nanti malam. Tapi barang-barang yang akan aku bawa sudah siap tinggal memasukkan ke dalam koper.” “Jangan lupa bawa dimsum. Sudah kangen berat aku sama masakan Ibuk yang satu itu.” “Asiap, aku sudah minta Ibuk membuat dimsum agak banyak buat besok.” Arumi dan Rahma berjalan bersama menuju ke arah parkiran motor. Mereka pulang lebih awal karena besok akan piknik ke Jakarta. Hari ini, Arumi akan mengantar Ibunya berkunjung ke lapas. Annisa mengirimkan pesan pada putrinya jika tidak jadi menunggu di halte depan rumah sakit. Jadinya, Arumi akan pulang ke rumah diantar oleh Rahma. “Ada tamu sepertinya, Rum.” “Iya, tumben sekali ada mobil di depan rumah.” “Pangeran mau melamar Arumi palingan.” Arumi memukul pelan lengan sahabatnya. “Ngawur saja kalau bicara! Mungkin juga kerabat jauh Ibuk.” “Siapa tahu ‘kan Rum, bentar lagi aku bakalan jadi bridesmaids.” “Masih lama. Lagian aku masih 18 tahun. Belum penuh tuh isi celengan ayam ku,” canda Arumi. Rahma tertawa, dia langsung pamit karena akan ke pusat perbelanjaan untuk membeli peralatan mandi yang akan dibawa ke jakarta besok. Arumi melihat mobil yang terparkir cantik di halaman rumahnya, dia tidak mengenali mobil tersebut. Dia sudah cemas jika yang bertamu ke rumahnya adalah Elang untung saja bukan. Bisa gawat jika Rahma tahu kalau Elang sering ke rumahnya. “Assalamualaikum.” “Waalaikumsalam.” Jawab kedua orang yang ada di ruang tamu secara bersamaan. Alangkah terkejutnya dia saat melihat tamu yang berkunjung ke rumahnya. Memang bukan Elang melainkan Kakaknya yang bernama Claudia. Arumi mengajak Claudia bersalaman dengan mencium punggung tangannya. Setelah itu, Kakak dari Elang itu membawa Arumi ke dalam pelukannya. “Makin cantik aja, Rumi. Kakak jadi pengen cubit pipi kamu!” seru Claudia. “Kakak bisa saja,” jawabnya. Claudia meminta Arumi duduk di sebelahnya. Dia ingin menyampaikan amanah dari Mami nya. Ini berkaitan dengan usaha Adik kesayangannya mengejar gadis yang dicintainya. “Katanya besok Arumi mau ke jakarta ya?” “Iya, Kak. Piknik bersama tim juru masak.” “Berangkat jam berapa?” “Jam 5 pagi, Kak.” “Rumi mau apa tidak naik pesawat saja?” Arumi menatap bingung ke arah Claudia, dia tidak mengerti kenapa harus naik pesawat padahal pikniknya menggunakan bus pariwisata. “Buat apa naik pesawat, Kak? Kata Bu Sandra piknik pakai bus.” “Khusus Rumi saja naik pesawat bareng sama, Kakak.” “Memangnya Kak Claudia mau pulang ke jakarta?” Claudia mengangguk, dia merasa gadis yang ada di depannya mudah sekali di rayu. Jadinya, dia akan menggunakan rayuan mautnya agar Arumi mau ikut berangkat ke jakarta bersamanya. “Iya, tapi Kakak kesulitan membawa anak-anak. Ditambah lagi Dedek sedang sakit, dia manja sekali gak mau jauh-jauh dari Mommy nya. Rumi mau gak bantuin jagain Rafa?” Arumi melihat ke arah Ibunya. Dia sudah kenal Claudia karena beberapa kali bertemu saat ada acara keluarga Nala. Annisa yang di tatap Putrinya tersenyum lalu mengangguk sebagai tanda jika memberikan izin. “Rumi akan minta izin dulu sama Bu San-San, Kak?” Claudia mengambil kedua tangan Arumi. “Tenang saja, kalau urusan perijinan serahkan semuanya sama Kakak. Biar Kakak yang urus semuanya. Yang paling penting sekarang ini kamu setuju bantuin Kakak.” “Kalau Ibu kasih ijin Arumi mau bantuin Kak Claudia.” Kini giliran Claudia menatap ke arah Annisa, dia sudah menjelaskan semuanya pada Ibu Arumi tadi. Dia setuju asalkan Claudia berjanji menjaga putri kesayangannya dengan baik selama di jakarta. “Bagaimana Tante?” “Iya, Tante kasih ijin. Tadi juga sudah minta ijin sama Bapaknya Arumi. Beliau juga memberikan izin. Dengan satu syarat ...” Annisa menggantungkan ucapannya. Arumi mengerutkan keningnya penasaran dengan syarat yang akan diajukan Ibunya. “Apa, Tan?” “Jangan biarkan Arumi tinggal satu rumah dengan Elang.” Claudia mengangguk, adiknya sudah pernah menjelaskan jika keluarga Arumi saat taat pada agama. Mereka sangat ketat dalam menjaga putri bungsunya dalam pergaulan dengan lawan jenis. “Iya, Tan. Arumi akan tinggal di rumah saya sebelum rombongannya dari jogja sampai ke jakarta. Kebetulan suami saya masih berada di luar negeri belum pulang ke jakarta.” “Tante titip Arumi ya, Nak. Dia belum pernah pergi ke jakarta. Tante khawatir jika dia tersesat di sana.” Claudia terkekeh mendengar kata ‘tersesat’ dari Ibu Arumi. Memang benar-benar satu keluarga orangnya polos semua. Membuatnya semakin yakin jika Arumi memang jodoh yang terbaik untuk adiknya. “Saya akan menjaga Arumi dengan baik, Tan. Arumi akan selalu dalam pengawasan saya dan keluarga selama di jakarta.” “Memangnya akan berangkat kapan, Kak?” “Nanti sore, Sayang. Sekarang kamu berkemas ya nanti kita jemput anak-anak ke rumah orang tua Nala.” “Tapi, Rumi sudah ada janji sama Ibuk.” “Ibuk nanti jenguk Kakak sama Bapak. Sebentar lagi Bapak pulang,” jelas Annisa. Arumi mengangguk, dia pamit masuk ke dalam kamarnya. Dia akan packing lebih dulu sebelum mandi dan bersiap berangkat ke jakarta. Ini adalah pengalaman pertamanya naik pesawat. Dia sedikit gugup sekaligus takut namun dia juga penasaran bagaimana rasanya menaiki burung besi yang bisa terbang di udara. Arumi bersiap sangat cepat. Selain sudah menyiapkan semua barang yang akan dibawanya. Dia juga tidak memakai make up terlalu lama. “Arumi berangkat dulu ya, Buk. Salam buat Bapak. Padahal tadi ‘kan rencananya mau pamitan dulu.” Annisa memeluk putrinya dengan erat. Suaminya tidak bisa pulang lebih cepat dari perkiraannya karena masih mendapatkan orderan. Lagipula, anak Claudia sudah menelepon beberapa kali dengan menangis. Dia meminta Arumi dan Claudia untuk segera berangkat. Urusan pamitan dengan Hasyim dia yang akan menyampaikan. “Rumi sudah kirim pesan sama Bapak ‘kan?” “Iya, Ibuk.” “Ya, sudah. Kalau begitu hati-hati di jalan ya. Nikmati liburan Rumi selama di jakarta. Selama 4 tahun ini Rumi tidak pernah berlibur selalu saja membantu Ibuk bekerja.” “Tidak masalah, Buk. Rumi ikhlas kok membantu Ibu dan Bapak.” Claudia ikut terharu mendengar percakapan antara anak dan Ibu yang sedang berpelukan di depannya. Dia bangga sekali dengan kesederhanaan dan ketangguhan Arumi. Jarang sekali di masa sekarang ada gadis yang rela mengubur mimpinya hanya untuk membantu ekonomi keluarga. Setelah pamit, Claudia membawa Arumi menuju ke rumah orang tua Nala. kedua anaknya sudah merengek memintanya segera pulang. *** “Tante Rumi takut naik pesawat?” tanya Anak sulung Claudia yang bernama Rafa. “Bukan takut, Sayang. Tapi, Tante sedikit gugup karena baru pertama kali naik pesawat.” Rafa mengulurkan tangannya pada Arumi. “Terima kasih, Kak. Tante akan menggenggam tangan Kakak sampai pesawat take off.” “Jangan takut, Tan. Memang di awal seperti ada goncangan selebihnya akan nyaman kok. Rafa dulu juga begitu tapi Daddy selalu menggenggam tanganku selama di pesawat sampai ketiduran.” “Iya, Sayang.” Keduanya terus berpegangan tangan membuat Claudia terkekeh melihat kelakuan anaknya. Dalam hatinya berkata ‘Tahu saja anakku kalau ada cewek cantik sedang membutuhkan pertolongan.’ Dia mengambil kamera di dalam tasnya untuk merekam kegiatan antara Arumi dan Rafa. “Tante bawa makanan atau tidak?” “Bawa dimsum, Kakak mau?” Arumi melepaskan kaitan tangan mereka. Genggaman tangan Rafa sangat membantu mengatasi rasa takutnya. “Mau sama sausnya , Kak?” “Pedas apa tidak, Tan?” “Tidak terlalu kalau menurut, Tante. Lebih baik coba sedikit dulu.” Arumi menuangkan sedikit saus pada piring kertas yang dibawakan oleh Ibunya. Dia meminta Rafa mencocolkan sedikit dimsum pada saus. “Emm … enak sekali, Tan. Rafa suka sausnya tidak terlalu pedas.” “Kalau begitu Tante tuang separuh dulu ya? Nanti kalau kurang tambah lagi.” “Oke, Tan. Ini siapa yang buat? Enak sekali rasanya.” “Buatan Ibunya Tante, Nenek Annisa.” “Nanti kalau Rafa main ke rumah Eyang Husna. Ajakin Rafa buat bertemu Nenek Annisa ya, Tan. Rafa mau minta di masakin dimsum lagi. Soalnya enak sekali rasanya.” “Iya, Sayang.” Arumi memberikan dimsum yang masih sisa separuh untuk Claudia. Adik Rafa yang bernama Rega tak kalah antusiasnya seperti sang Kakak. Dia yang sedang sakit tidak nafsu makan sejak tadi pagi. Kini mau makan dimsum dengan lahap. Keempat orang itu akhirnya tertidur setelah selesai makan dimsum. Arumi yang kelelahan akibat bekerja dan lembur semalaman membantu Ibunya membuat pesanan ikut tidur dengan pulas. Sampai dia tidak menyadari ada seseorang yang memasangkan selimut untuknya. “Cantik sekali, meskipun sedikit ileran!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD