Salsa memutup gorden setelah menyelesaikan perperangannya di dapur. Ia memperhatikan pintu kamar kakaknya yang belum sekalipun terbuka semenajak mereka pulang dari rumah sakit tadi.
Salsa berjalan lalu mengetuk pintu beberapa kali mengajak kakaknya untuk makan. Salsa memang belum berbuka, tapi ia harus mengingatkan kakaknya untuk makan karena tadi siang juga kakaknya tidak makan.
"Nanti aja Sal, belum laper. Nanti keluar," saut suara parau dari dalam membuat Salsa cukup cemas dengan kondisi kakaknya.
"Kakak baik-baik aja? Kakak butuh apa?" tanya Salsa panik.
"Kakak gak apa-apa. Kakak masih mau tidur," balas suara dari dalam.
Salsa hanya diam, ia sadar kakaknya sedang tidak sehat dan mungkin membutuhkan waktu istirahat lebih. Berbeda dengan Salsa yang bingung apa yang terjadi dengan kakaknya, tapi Resya lebih frustasi di dalam kamar.
Ia mematut dirinya di depan cermin dengan tangis yang tidak bisa jelaskan, air matanya mengalir turun. Resya menatap perutnya yang masih rata, ia benar - benar terkejut saat mengetahui ada makhluk lain yang ada di dalam perutnya.
Pikiraanya benar - benar kusut, ia tidak tahu harus menerima atau menghilangkannya. Resya mengambil ponselnya dan terus menghubungi seseorang yang harusnya bertanggung jawab dengan ini namun ia tetap tidak mendapat jawaban. Resya terus menangis sampai ia lelah dan akhirnya tidur dengan posisi memeluk lututnya sendiri.
Setelah meninggalkan kamar Resya, Salsa memasuki kamarnya, berjalan menuju meja belajarnya mengambil sebuat note book berwarna hitam beserta pena merah muda dengan karakter little pony.
Ia membuka perlahan note book tersebut, membaca setiap baris kata dari setiap lembar yang ia buka. Ia tersenyum kecil, tanpa ia sadari sudah cukup banyak ia mengisi tiap lembar-lembar kosong yang sekarang dipenuhi sederet kata.
Salsa menghentikan gerakan jarinya untuk membuka lembar selanjutnya saat ia menatap sebuah puisi berjudul 'Telaga'.
Kelabu melebur menjadi biru
Menguliti setiap jeritan asa
Terbendung dalam belengu waktu
Hingga telaga itu menjadi baru
Kelok arus menepis arah
Meluluhkan aksara tanpa bahasa
Biarlah waktu akan berlabuh
Pada telaga melukis kelabu
Salsa membaca setiap baris dari puisi yang ia buat. Dulu, ia menulis puisi ini saat dirinya merasa kehilangan arah. Dirinya seperti telaga yang terjebak dalam waktu, meski terkadang ia menepis dan menghindari masalah yang mendatanginya ia akhirnya selalu sadar jika waktu tidak akan berhenti begitu saja saat ia menginginkannya, tapi waktu yang sudah berjalan tetap akan kembali ke
pada saat itu hingga ia sendiri mampu menyelesaikan permasalahannya.
Salsa menutup note booknya lalu ia letakkan kembali di meja belajar. Setelah itu, ia kembali melangkahkan kakinya menuju kasur lalu menjatuhkan badannya ke kasur hingga membuat tubuhnya sedikit memantul di atas kasur.
Salsa mengerjabkan matanya beberapa kali, menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih ditambah terangnya temaram lampu membuat matanya sedikit sakit karena silau.
Salsa menarik napasnya dalam, ia teringat akan pesan yang ia terima tadi sore. Harusnya Salsa akan pulang besok bersama dengan kakaknya tapi apa boleh buat ia harus menunda terlebih dahulu kepulangannya karena ia harus mengerjakan beberapa dokumen untuk seminarnya nanti.
Sebenarnya kabar mengenai pengisian dokumen seminar baru Salsa terima hari ini, itupun ia dapat dari Vivi. Memang terkadang inilah yang membuat Salsa sedikit malas, dalam beberapa hal terkadang kampusnya memberikan informasi penting yang telat daripada atau bahkan terkadang informasi-informasi penting baru disampaikan setelah beberapa hari mendekati deadline.
Padahal, terkadang sangat dibutukan sebuah perisapan dalam beberapa permasalahan tertentu.
Namun, karena waktu yang singkat itulah terkadang membuat mahasiswa keteteran dalam mengerjakan hal-hal yang wajib dikerjakan. Kalau sudah begitu, terkadang mereka seakan tidak mau menerima apapun alasan yang diberikan.
Seperti halnya pendaftaran seminar yang ternyata sudah dibuka sejak dari seminggu yang lalu dan akan berakhir dalam dua hari. Sedangkan Salsa, ia bahkan baru tahu hari ini. Bahkan di grup kelanya pun beberapa temannya memprotes akan informasi yang telat di dapat.
Apalagi seminar setiap jadwalnya memiliki kuota tertentu perharinya, jadi jika terlambat bahkan bisa menyebabkan tidak bisa mengikuti seminar dan harus menunggu untuk pembukaan selanjutnya yang biasanya memakan waktu 2 minggu hingga 1 bulan.
Miris bukan, hanya karena telat informasi bahkan bisa membuat masalah yang lebih besar kedepannya.
***
Setelah tadi mengantar Resya ke stasiun kereta dan berpamitan Salsa langsung mengubah tujuannya menuju kampus. Sebenarnya ia tidak tega membiarkan kakaknya pulang sendirian alalagi wajah kakaknya masih terlihat sayu dan membengkak Salsa yakin kakaknya menangis karena menahan sakit yang ia rasakan, padahal jika kakaknya perlu bantuan Salsa siap untuk membantu kakaknya. Tapi malah kakaknya tidak memberikan Salsa jalan untuk membantunya.
Salsa turun dari taksi online yang ia naiki. Ia berjalan menuju gedung fakultasnya dan berjalan menuju prodinya. Suasana kampus dari saat baru masuk hingga sampai ke gebung prodinya memang sepi, membuat Salsa menatap jenuh parkiran yang memang setiap harinya ramai.
Namun meski begitu juga ada beberapa mahasiswa yang masih mendatangi kampus walau sudah tidak ada lagi proses belajar mengajar. Salasa melangkahkan kakinya menuju ruangan TU lalu menghadap bu Lis.
Setelah nengetuh pintu ruangannya dan mengucap salam Salsa mendorong pintu dari luar, ia menatap sosok bu Lis yang meliriknya tanpa minat.
"Permisi Bu," ucap Salsa lalu duduk di kursi yang ada dihadapan bu Lis. Ia tidak ingin kejadian waktu itu terulang kembali.
"Duduk," ujar bu Lis hanya menatapku sekilas.
"Ada apa?" tanya bu Lis melanjutkan.
"Saya mau minta acc ujian sidang minggu depan," ucap Salsa menjelaskan niat dan tujuannya.
"Hari apa?" tanya bu Lis masih tidak menatap mata Salsa..
"Kamis Bu, apakah bisa Bu? Sekalian saya ingin meminjam ruangan seminar, apakah hari itu bisa?"
"Bisa, kebetukan kosong tapi jamnya pagi."
"Baik Bu, nanti saya akan konfirmasi ke dosen penguji dan pembimbing."
"Oke, besok kamu ke sini nanti saya buatkan surat."
***
Seminar hari ini berjalan lancar meskipun ada beberapa pertanyaan dari dosen yang cukup menyudutkan, namun masih bisa Salsa atasi. Banyak juga saran - saran yang di dapat, membuat aku harus merevisi di beberapa bagian skripsiku.
"Kamu siap gak sidang minggu depan?" tanya salah satu dosen membuatku tergugup selama beberapa saat.
"I - iya, siap Pak."
Salsa melihat senyum kecil di sudut bibir dosenku itu, entah apa artinya tapi sepertinya memiliki makna sesuatu yang cukup besar.
"Persiapkan diri kamu," ucap dosen itu lalu keluar meninggalkan ruang seminar.
Setelah dosen itu keluar, Salsa terduduk lemas selama beberapa saat, susah memang berpura - pura percaya diri agar terlihat meyakinkan.
Berkas - berkas dan laptop yang tadi dipakai perlahan dimasukan satu persatu ke dalam tas ransel oleh Salsa, rencananya ia akan langsung pulang dan beristirahat.
Karena, saat seminar Salsa selalu tidur terlambat jadi sekarang ia memutuskan untuk mengganti kekurangan tidurnya itu.
Ponsel Salsa tiba - tiba berdering, ia mengeluarkannya dari dalam saku jas almamaternya. Terlihat sebuah panggilan dari Ibunya, Salsa langsung mengangkat panggilan itu.
"Salsa, kakak kamu sudah sampai. Kamu kapan nyusul?" tanya Ibu dari balik telepon.
"Minggu depan kayaknya, Salsa mau sidang dulu."
Bagaimanapun, Salsa harus menepati ucapanku untuk sidang minggu depan. Lagi pula agar semua urusan perkuliahan harus cepat selesai, jadi Salsa harus berjuang lebih keras.
"Oh, ya sudah kalau gitu. Ibu cuma mau mastiin aja," ucap Ibu yang dijawab salsa dengan anggukan.
Panggilan itu berakhir dengan singkat karena Salsa harus segera merapikan barang - barangnya, karena ruangan akan dipakai untuk seminar setelah makan siang.