Target Pansos
Suara riuh di lapangan SMA Dharma Bakti begitu mendominasi bahkan mengalahkan suara siapa pun yang berbincang di ruang guru atau di ruang kelas. Suara speaker serta yelyel untuk mendukung masing-masing kelas juga menemani keramaian sekolah. Tidak sedikit pula beberapa grup ekstra kulikuler yang melakukan pameran demi memeriahkan festival tahunan sekolah.
Di sudut lapangan tempat perkumpulan anak-anak Karya Ilmiah Remaja sedang melakukan pameran tampak seorang gadis yang terlihat tidak nyaman dengan penampilannya. Dilihat dari sudut mana pun bahasa tubuh gadis tersebut tampak jelas seperti sedang mencari seseorang. Dia Ran, salah satu murid kelas sepuluh di IPA-1 dan memiliki prestasi baik di bidang akademis.
"Ran, sudah boleh izin? Masa iya lo jaga pameran mulu! Filtring-nya kapan?" Seorang gadis berpenampilan girly ala Korea merangkul lengan Ran.
"Buruan cabut, kalo nancep di sini mulu kapan lo bisa jadi populer? Apalagi gabung di ekskul beginian." Kali ini gadis berpenampilan badass berdiri di hadapan Ran, sambil menyilangkan kedua tangan di d**a.
Mereka adalah teman dekat Ran sejak awal pertama sekolah di SMA Dharma Bakti. Si cewek bergaya Korea bernama Alice dan cewek bergaya badass bernama Dea. Mereka adalah dua gadis yang masuk ke dalam jajaran orang-orang populer bahkan menurut kabar burung mereka berdua sudah cukup banyak melakukan PDKT dengan cowok-cowok di sekolah tersebut. Tidak heran sebab Alice dan Dea memiliki penampilan menarik layaknya seorang populer. Namun, Ran hanya terlihat sebagai bayang-bayang jika bersama dua cewek itu.
"A-aku belum menemukan cowok yang pas, maksudku kegiatan kita sekarang adalah mengejar cinta, tapi sampai sekarang belum ada ...."
Dea meletakkan kedua tangannya di bahu Ran, menatap gadis tersebut dengan penuh keyakinan bahwa rencana mendongkrak kepopuleran demi menolong Ran akan berjalan sangat baik.
Sebuah tindakan yang membuat Ran terdiam menunggu tanggapan dari Dea.
"Masalah cowok, lo bakal cari bareng kita, lagipula di sekolah sedang kedatangan anak-anak sekolah lain yang juga sedang berkompetisi." Dea tersenyum, sambil sekilas memperlihatkan tindik di lidahnya. Tindikan yang terkadang ia pakai secara sembunyi-sembunyi di sekolah karena melanggar peraturan. "Gimana menurut lo, El?" Sebelah alis Dea terangkat mengalihkan pandangan pada Alice yang hanya diam memandang ke satu arah.
"Kita sudah ketemu calon incaran kita, D." Senyum manis tergambar jelas di wajah Alice. "Adit, wakil ketua OSIS kita. Cakep, pinter, dan ramah. Mau mencoba untuk bertanding, D?"
Ran dan Dea mengikuti arah pandangan Alice yang terpusat pada sosok cowok tinggi di antara dua temannya yang berseragam tim basket SMA Dharma Bakti. Cowok yang paling tinggi itu adalah Adit, wakil ketua OSIS, terkenal ramah, tampan, ceria, dan selalu bersikap manis dengan para gadis, sedangkan dua temannya yang berseragam tim basket adalah Rhoma dan Boim.
"Hi girl! Gue terima tantangan lo, tapi kita harus cari cowok dulu buat Ran." Dea mengibaskan tangannya di depan wajah Alice. Membuat gadis itu mengerucutkan bibirnya hingga membuat beberapa cowok di sekitar memasang tampang mupeng ketika melihat ekspresi Alice.
"Eng ... ada yang mau kutanyakan mengenai ... mengapa kalian selalu berganti-ganti cowok dan bahkan baru saja kalian berniat untuk berlomba mendekati Kak Adit?" Ran mengernyit tidak paham dengan manfaat dari permainan atau kegiatan yang sering kedua temannya lakukan, meskipun berulang kali mereka mengatakan bahwa hal tersebut untuk meningkatkan taraf popularitas mereka.
Alice dan Dea kompak memutar mata lalu berdiri di hadapan Ran dengan melipat tangan di atas d**a. Alice melangkah mendekat kemudian berbisik, "Karena ini adalah salah satu cara untuk mendapatkan popularitas. Membuat skandal akan menjadikan orang-orang memerhatikan elo dan penasaran sama lo."
Perlahan Alice menarik tubuh lalu melemparkan sebuah senyuman manis kepada siswa kelas sebelas yang menjadi satu-satunya maskot di kelompok KIR. Seketika wajah pemuda itu memerah, membuat Dea mengisyaratkan agar Ran melihat tingkah laku Alice dengan dagunya.
"Lo bisa lihat sendiri, 'kan? Setelah lo jadi populer seperti keinginan lo saat ketemu kita, maka dengan mudah mereka bakal memerhatikan bahkan tergila-gila bertekuk lutut untuk mendapatkan kesempatan buat jalan sama lo."
Ran mengangguk mantap setelah mendengar penjelasan Dea. Seperti peliharaan yang baru saja bertemu dengan majikannya, Ran segera memeluk tubuh Dea serta Alice secara bersamaan.
"Ya, aku benar-benar mau jadi populer dan menemukan cinta. Tolong bantu aku teman-teman. Kalian sungguh coach sekaligus sahabat terbaikku." Ran tersenyum puas dan tidak menyadari bahwa ada senyum aneh tersirat di wajah Dea dan Alice ketika pandangan mereka bertemu. Diam-diam dari punggung Ran, mereka melakukan high five.
***
Mereka bertiga sudah berada di tepi lapangan basket dengan mata yang berulang kali bergerak mengikuti arah segerombol para murid cowok.
"El, D, milihnya yang biasa-biasa aja, dong." Suara Ran terdengar bergetar, tanpa sadar ia bahkan sampai harus meremas ujung baju seragamnya. "Aku tiba-tiba gugup begini, kalian tahu, 'kan kalau ini pertama kalinya bagiku."
Alice memutar mata lalu mengibaskan rambut panjangnya, menyenggol pelan lengan Dea ketika melihat ke arah sosok yang menurutnya cocok untuk Ran dan cocok dengan rencana mereka. Rencana yang hadir ketika Ran pertama kali bertemu dengan Alice serta Dea kemudian menceritakan keinginan untuk menjadi seorang populer seperti mereka dan mendapatkan cinta.
Keinginan bodoh yang membuat Dea dan Alice diam-diam menertawakannya, terutama setelah melihat penampilan Ran seperti itu--memaksakan mengikuti penampilan anak-anak populer, tetapi malah membuatnya terkesan norak.
"Ketos, gimana menurut lo, D?" tanya Alice.
"Good choice. Sifat yang bertolak belakang dengan Adit dan ...." Dea menggantungkan kalimatnya lalu tersenyum penuh arti ke arah Alice.
"Dan apa, D?" tanya Ran dengan polosnya, sebab masih merasa gugup dengan kegiatan mencari calon gebetan sebagai langkah awal menjadi populer, sebelum memutuskan untuk ke tahap selanjutnya.
Dea mengacungkan jempol ke arah Ran. "Sudah diputuskan, target gebetan lo Zen si Ketos."
Mata Ran membulat dan tanpa sadar melakukan gerakan mundur selangkah dengan kedua tangan yang memberikan isyarat untuk menahan keputusan tersebut. "Ta-tapi kenapa harus Kak Zen? Maksudku, kenapa enggak yang lain atau Kak Adit aja ... biar sama dengan kalian."
Dengan tidak sabar Alice melangkah mendekati Ran lalu menoyor kening gadis itu dengan jari telunjuknya berulang kali. Ia sedikit kesal dengan sikap Ran yang selalu ragu-ragu dan hal itu juga akan membuat rencana hiburan mereka juga akan terhambat. "Hi, come on. Lo sendiri yang bilang mau jadi populer dan mendapatkan cinta sekaligus. Sekarang Zen adalah cowok tepat buat lo, secara dia yang paling populer di antara cowok lainnya di sekolah."
"Yep dan lo tahu, Ran? Semakin tinggi tingkat popularitas target lo, maka semakin besar kesempatan lo buat ikut populer karena otomatis orang-orang bakal ngomongin elo." Dea menarik napas berusaha meyakinkan Alice dengan teori yang selalu ia berikan kepada Ran.
Teori pembodohan. Itu kata Alice ketika mereka sedang berdua dan membicarakan kebodohan Ran.
"Seperti teori yang sering gue bilang ke elo. Semakin populer cowok yang lo gebet dan setelah itu lo bikin skandal dengan perselingkuhan dengan cowok populer lainnya, maka setelah itu semua cowok akan memperhitungkan dan mengantri untuk mencium kaki lo."
Ran hanya diam mencoba kembali mencerna teori yang sering kali dikatakan Dea dan menurutnya hal itu masuk akal, sehingga tanpa sadar ia pun mengangguk meyakinkan diri bahwa target gebetannya adalah Zen. Seorang cowok bersifat dingin, berkharisma, dan disegani serta pemegang juara umum berturut-turut.
"Anak baik, jadi sekarang kita harus pergi ke suatu tempat untuk mempermak penampilan lo supaya Zen langsung bertekut lutut saat ngeliat elo. Alice bagian lo menata rambut."
Alice mengangguk menerima perintah Dea, ekspresinya tampak berusaha menahan tawa karena sudah membayangkan apa yang akan terjadi setelah ini.
Zen adalah tipe cowok yang sangat sulit di dekati bahkan hingga saat ini tidak ada yang berhasil melakukan PDKT dengannya karena Zen selalu menolak setiap wanita. Namun, karena wajah yang good looking dan sikapnya tersebut malah membuat semua gadis semakin mengejarnya.
"Demi mendapatkan cinta dan popularitas, Ran," bisik Ran ketika Alice dan Dea menggiringnya menuju loker untuk mengambil beberapa perlengkapan.
Bodoh tetap saja akan menjadi bodoh, batin Alice, begitu pun dengan Dea yang terus-menerus menahan tawa ketika menyempatkan diri melirik ke arah Zen dan Ran secara bergantian.