" Kau?" Viona menutup mulutnya, sementara matanya membulat seolah tak percaya. Gadis berambut panjang itu mengerjab beberapa kali mencoba meyakinkan dirinya. Sosok di depannya seolah hanya hayal.
" Inilah wujudku yang sebenarnya. Sekarang kau percaya kalau aku manusia?." Ucap pemuda didepannya. Mata birunya bersinar diterpa sinar bulan. Senyum mengembang dibibir indahnya yang pucat.
" Mi.. Michael Blake?". Ucap Viona gugup masih meyakinkan diri bahwa sosok didepannya ini benar benar Michael Blake yang sama yang pernah membuatnya terhipnotis saat menatap fotonya beberapa waktu lalu.
Pemuda ini..
Bukankah dia yang ada di foto??
Bahkan melihatnya seperti ini
Aku lupa wujudnya yang mengerikan sebelumnya.
" Jadi?." Suara Viona masih terdengar gemetar
Blake mengernyit merasakan perbedaan sifat gadis di depannya
" Kau siswa disekolah yang sama dengan Blake?." Sambung Viona kikuk
" Bagaimana kau tahu?." Blake mengernyit
" Kau tidak boleh bertanya, kau hanya harus menjawab apapun yang aku tanyakan ." Tegas Viona dengan wajah gugup yang disembunyikan. Bagaimana tidak, sosok di depannya seolah perwujudan dari dewa yunani. Benar benar jelmaan pangeran yang setampan negeri dongeng.
" Ya." Jawab Blake datar
" Ya apa?". Viona bingung.
" Ya, aku satu sekolah dengannya. kenapa?."
" Bagus." Jawab Gadis itu kemudian. Entah apalagi yang ada dipikirannya.
***
Pagi di rumah Adelia...
" Avan..." Teriak sherrin berlari meraih pundak kokoh pemuda itu.
" Sorry. Siapa yang mengizinkanmu mrnyentuh pundakku? Sok akrab!". Jutex Avan memutar bola matanya.
" Badung amat sih kamu." Sherrin mengerucutkan bibirnya kesal
" Ter se rah." Jawab Avan acuh seraya membuka pintu mobilnya. Namun..
" Boleh aku ikut denganmu ke sekolah?". Tanya Sherrin ragu. Mendengar itu Avan mengernyit
" Excusme? Ikut? Kamu kita aku supir taxi online begitu?." Senyum sinis Avan.
" Bo.. leh aku ikut denganmu? mobilku mogok. Kau tahu kelasku ada ujian hari ini, pleasee kali ini saja jangan pelit ." Sherrin menundukkan wajahnya.
Sejenak suasana hening
" Please." Ucap Sherrin menatap Avan sendu. Avan tersenyum menatapnya, senyum yang membuat Sherrin melting. Manis sekali.
" Sorry, Tapi kau bisa jalan kaki kan." Avan mengibaskan tangan Sherin santai kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Sherrin yang melongo garing dibuatnya
Dasar batu..
Coba aja aku gak ada ujian hari ini
Males banget berurusan sama manusia es kutub utara ini
Sherrin menarik nafas panjang, kemudian berusaha menggedor pintu mobil Avan.
" Please Avan..!!!!." Teriaknya
Pemuda itu hanya tersenyum manis tak peduli lalu ..
"BUMMMM." Mobil itupun melaju pergi
" Awaas kau yaaaaaa... !!." Teriak Sherrin jengkel.
Avan hanya tersenyum kemudian memakai kacamata hitamnya.
Beberapa saat kemudian..
Seperti biasa, mobilnya dikerubuti semua siswi yang berteriak menyebut namanya. Dia memang selalu menjadi sorotan utama. Dengan senyum manis dan langkah bak pangeran dia berusaha melewati kerumunan siswa itu.
Sampai tiba tiba...
" Srreeeettttt ."
" Siapa itu??".
Tatapan Avan langsung meruncing melihat sebuah mobil sport hitam mendarat tepat di sisi mobilnya. Avan tidak pernah melihat siapapun dengan mobil yang sama dengannya selain hari ini. Karna harga mobil itu cukup mahal.
Dan seseorang yang berada dibalik kemudi mobil mewah itu justru semakin membuat napas Avan seolah tercekat di tenggorokannya.
" Astaga... itu Blakeee..!!!!" Seru semua siswi
DeG
Avan langsung melepas kacamatanya begitu mendengar teriakan histeris para siswi menyebut nama Blake. Kakinya serasa mati rasa dan tubuhnya seketika limbung
Benar saja,
Dia, kembali.
Benarkah ini nyata?
Tuan dia akan mengalami cacat kalau sadar
Dia akan cacat
Dia tidak akan pulih ( Ucapan Dokter waktu itu seolah kembali tereplay di otak Avan )
Dia gemetar.
Benar, itu Blake. Blake yang berdiri dengan sempurna. Bahkan tak ada satupun luka gores. Dia tampak sehat seperti biasa.
Lalu, apa yang terjadi??
Sherrin yang baru turun dari angkotpun ternganga melihat sosok pangerannya berdiri kembali dengan tampannya.
Terersenyum menatap kearah Avan dengan pandangan setajam elang. Seolah mengisyaratkan bahwa rivalnya telah kembali dan siap berperang.
" Jangan melihatku seperti melihat hantu, orang orang akan tahu kau yang menabrakku." Bisiknya memainkan mata. Avan mengepal erat. Cahaya merah hampir memenuhi tangannya.
Kenapa ? Aku mencium bau srigala disini?? - Batinnya
" Aku tidak takut, pada siapa lagi kau menjual dirimu hah. Hingga mendapat mobil mahal begitu?". Sinis Avan. Blake tersenyum dengan wajah datar, dia benar benar terlihat berbeda.
" Sayangnya.. itu bukan mobilku, tapi mobil tunanganku?." Balasnya santai
" Cih. tunangan??." Avan mencibir. Hingga...
" Klek". Tawanya benar benar terhenti saat mendengar pintu mobil yang dinaiki Blake terbuka.
Hei siapa gadis itu??". Tanya para siswa
Avan terbelalak. Cahaya merah yang sempat terbesit di kornea matanya tadi seketika redup, tubuhnya seolah limbung ke sisi mobilnya.
Dia...
" Aku mencintaimu.. Viona." Ingatan Avan tertuju pada hari itu. Ketika seragam SMP masih melekat ditubuhnya
" Aku juga." Gadis itu menciumnya lembut.
Tak terasa air mata Avan menetes
" Vio..na." Ucapnya getir.
Avan masih mengenalinya. Satu satunya gadis yang pernah b******a dengannya. Satu satunya gadis yang paling dia cintai bahkan sampai saat ini.
" Dia.. tunanganku." Ucap Blake manis seolah penuh kemenangan, meraih lengan putih Viona yang menyambutnya hangat.
" Hai Avan, Apa kabar?". Tanya gadis itu mengulurkan tangannya didepan Avan seolah tanpa dosa
Avan tidak tahu kalau gadis itu juga menahan perasaannya
Aku siap
Aku harus siap
" Sudah lama kita tidak bertemu ya." Ujarnya lagi.
Avan hampir meneteskan Air matanya. Dia tak mampu menjabat tangan Viona, malah menatapnya dengan pandangan berkaca kaca yang sulit diartikan, lalu pemuda itu melangkah pergi begitu saja.
Kenapa?
Kenapa dia bersama si b******k itu?
Kenapa..
Kenapa dia memakai seragam sekolah ini??
Kenapa harus Blake Viona..
Kenapa???
Jerit batin Avan
" Jadi dia mencintaimu?." Senyum Blake. Viona hanya mengernyit.
" Ayo kita masuk." Ajaknya menggandeng tangan Blake. Tapi pria itu menahannya.
" Kenapa?". Viona mengernyit tak suka
" Dengar, aku melakukan ini demi ayahku dan hanya didepan Avan. Jangan terlalu Over Acting hingga membuatmu merasa bisa menyentuhku sesukamu." Ucap pria bermata biru itu santai kemudian melepas pegangan tangan Viona dilengannya.
" Apa? Kau tidak berhak ber...
Belum selesai Viona bicara, seorang gadis tampak berdiri didepan mereka dengan wajah pucat
" Sherrin?". Blake mengernyit
" Apa kau baik baik saja, Blake aku sangat mencemaskanmu." Sherrin memegang wajah Blake lembut. Matanya tampa berkaca kaca bahagia.
Tapi tidak dengan Viona.
" Lepaskan tanganmu dari tunanganku." Ucapnya penuh penekanan
" A.. apa??". Sherrin mengernyit.
" Jangan sentuh Blake, dia milikku!." Ucap Viona kali ini menarik kasar lengan Sherrin dari wajah Blake
" Dia tunanganku !!". Bentaknya lagi
" Gak mungkin!!". Balas Sherrin berang
" Dia tunanganku." Tekan Viona lagi.
" Dia milikku. Kau pasti cuma bercanda." Sherin meradang. Wajah cantiknya memerah
" Owh mau bukti??". Viona tersenyum dingin. Lalu...
" Eh??". Sherrin mengernyit.
" Apa apaan kau.." Blake berusaha menahan tangan Viona saat gadis itu memegang tangannya.
" Dia tunanganku." Ucap Viona.
Dan..
" Hmmmm."
Sherrin melemas.
Air matanya jatuh.
Bagaimana tidak..
Viona mencium Blake..
Didepan matanya..
Viona PoV
Kenapa..
Kenapa aku melakukan ini??
Kenapa aku menciumnya..??
Kenapa aku menikmati ini?????
NEW LOVE
Blake mengerjab beberapa kali masih setengah sadar dengan apa yang baru saja Viona lakukan.
Sementara Sherin langsung berlari dengan hati terkoyak menyaksikan adegan di depannya.
" Jangan menatapku begitu." Ucap Viona membuang muka lalu beranjak pergi begitu saja setelah memberikan shock terapi dengan ciuman kilatnya. Walau sebenarnya...
Pipi gadis itu sudah berubah menjadi ungu karna malu.
--------
" Vi..".
Viona sekali lagi menatap kedalam mata biru itu, Nafasnya seolah tercekat saat tiba- tiba tangannya di genggam erat.
" Avann.." Gugupnya menyembunyikan wajahnya kearah lain. Sejenak mereka terdiam.
Avan menahan tangannya di sebuah ruangan, ketika gadis itu tengah berusaha mencari Blake yang entah menghilang kemana sejak jam istirahat beberapa menit yang lalu.
" Kenapa Vi.. kenapa kau melakukan ini padaku, aku sangat merindukanmu." Ucapan Avan lagi lagi membuat gadis itu hanya menatapnya hampa. Terlihat mata birunya memerah, setetes bulir bening mengalir di sana. Bukannya Viona tidak tahu, Avan benar benar menyayanginya dengan tulus.
" Avan, lepaskan aku, hubungan kita sudah usai." Viona menarik tangannya paksa
" Viona, aku sangat mencintaimu." Sekali lagi Avan berusaha meraih tangan gadisnya, tapi Viona menghindar.
" Jangan ganggu aku lagi, aku akan menikah." Balasnya hendak berlalu.
" Katakan kalau kau tidak mencintaiku lagi, kau ingat, kau pernah bilang padaku kalau kau hanya akan menikah denganku?". Kau ingat, kau bahkan memukul semua gadis yang mendekatiku dan mengancam mereka, apa kau benar benar melupakan aku?". Tanya Avan dengan suara gemetar, ia menahan kesedihan yang begitu dalam.
Viona menarik nafas menatap kearah pintu, air matanya hampir menetes.
Benar, Viona juga sangat mencintainya.
Dia bahkan mengingat semuanya dengan jelas seolah baru kemarin terjadi.
Flashback
" Viona.." Avan mundur beberapa langkah waktu itu, seragam SMPnya masih terlihat acak akibat pertengkaran di ruang OSIS tadi. Gadis itu menangis di depannya
" Aku mencintaimu kak Avan, aku benar benar mencintaimu, apa kau tidak mengerti hah?." Teriaknya emosi
" Kau selalu saja menjadi tontonan gadis gadis itu apa kau sadar, aku terluka." Sekali lagi Viona memukul d**a bidangnya pelan
" Viona, kita bersaudara."
" Aku tidak peduli."
" Kau juga menyukaiku kan, apa salahnya." Viona menatap sosok didepannya sendu.
" Benar, aku memang menyukaimu." Ucap Avan getir ketika itu
" Kalau begitu, kita akan menikah, suatu saat kita akan menikah, kau hanya boleh menjadi milikku, tidak gadis gadis itu." Viona menjatuhkan tubuhnya dipelukan Avan.
Hari itu mereka pulang dari sekolah lebih awal, rumah tampak sepi saat Avan menarik Viona untuk belajar di kamarnya.
" Kau benar benar pintar ya." Senyum Viona waktu itu. Avan tersenyum manis. Perlahan ditatapnya wajah Viona lalu membelai rambutnya pelan.
" Avan aku sangat mencintaimu, aku ingin kau jadi milikku, satu satunya milikku." Ucap Viona menarik tangan Avan lalu menciumnya lembut. Avan tersenyum kemudian memeluk gadis itu kepelukannya. Mencium bibirnya penuh hasrat.
" Aku milikmu, aku menyerahkan jiwa dan ragaku di tanganmu. Tapi aku mohon tetaplah mencintaiku seperti ini, karna aku bukan type yang mudah percaya pada orang lain." Tutur Avan saat Viona meremas kemejanya
" Aku tidak akan pernah menghianatimu." Janji Viona saat itu.
Janji yang tak pernah bisa Avan lupakan seumur hidupnya
Dan bahkan sampai saat ini. Viona masih menjadi satu satunya gadis yang membekukan seluruh hatinya.
Flashback Off
" Kau bilang waktu itu kau tidak akan menghianatiku, kau tahu bagaimana aku menunggumu selama ini." Avan menghapus air matanya. Dia sangat terluka.
Viona memegang dadanya yang terasa sakit.
" Benar, saat itu aku mengatakannya." Ucapnya kemudian berbalik menatap Avan
Bahkan sosok pangeran di depannya tidak berubah sama sekali.
" Benar, saat itu, aku menyerahkan diriku di pelukanmu dengan perasaan cinta, benar, aku sangat tergila gila padamu waktu itu, tapi hanya waktu itu Avan, jika kau berpikir kata kata remaja kelas 1 SMP ada artinya, maka kau salah besar." Ucapan Viona membuat wajah putih Avan memucat
" Vi..ona?". Tangannya mengepal erat
" Aku bangga aku bisa meniduri pria paling populer di sekolah waktu itu, aku bangga bisa membuatmu jatuh cinta. Bukan salahku jika kau menungguku, tapi satu hal yang harus kau ingat Avan, aku bukan Viona yang dulu lagi. Kau hanyalah masa lalu, terimalah kondisimu dan jangan mengejarku lagi, kau tahu kenapa? Aku muak melihatmu, aku bosan denganmu. Bagiku kau hanya masa lalu yang tidak berarti apapun." Kecam Viona dengan tatapan nyalang.
DEG
Avan memetung, tak terasa air matanya kembali jatuh, cahaya merah berkilat di tangannya
" Kau bohong kan?". Ucapnya getir
" Kau bukan siapa siapa bagiku Avan, apa kau mengerti?". Senyum Viona simpul
" Viona Please..
" Dengarkan aku Avan, aku tidak menginginkanmu lagi." Viona menepis tangan Avan lalu tersenyum dingin
" Aku tidak menginginkanmu..
" Tidak menginginkanmu!!
DEG
" Diammmm..!!". Teriak Avan tiba tiba, urat merah tercetak jelas di leher putihnya. Viona gugup. Dia gugup melihat tangan Avan berkilat merah.
" Kau pikir aku ini apa? Aku mencintaimu dengan tulus apa kau tahu itu??". Avan mendekat kearahnya.
" Avan.. Ssshhh sakit." Keluh Viona saat merasakan cekalan tangan Avan di pundaknya yang memanas.
Dia, Penyihir? Sama seperti Ibunya??_ Batin Viona saat melihat mata Avan memerah
" Berani sekali kau menghinaku seperti itu, Jika kau tidak bisa menepati janjimu setidaknya jangan bersama Blake!!". Bentak Avan, dia seolah kehilangan kesadarannya.
Hingga..
" Avaaannn...". Teriak Viona saat tubuhnya terangkat keudara. Dan..
" Aku harus menghukummu." Senyum Avan simpul. Ban..
" BrakKK.!!". Ia melempar tubuh Viona kasar, tapi... saat tubuh itu hendak terpelanting, tiba tiba seseorang merangkulnya. Mata Avan memeicing melihat wajah orang itu.
Viona meringis menahan sakit di tangannya yang melepuh saat di cekal Avan tadi.
" Blake." Ucapnya lirih memeluk sosok yang menolongnya dan langsung menangis ketakutan di pelukannya
Blake menatap Avan tajam. Pria itu kemudian berdiri menjajarinya.
" Jadi begini sikap seorang Andreas terhadap wanita, memalukan sekali ." Ucap Blake dingin
"Ini bukan urusanmu, aku bahkan bisa mencium bau anjing dari tubuhmu." Kecam Avan dengan mata memerah yang menyala tajam. Mendengar itu, Blake mengepalkan tangannya.
" Kau benar benar memalukan." Balasnya
" Apa kau sadar dengan siapa kau bicara, apa kau sadar siapa sebenarnya yang harus malu, kau bahkan dibuang oleh ibumu sendiri." Senyum Avan saat Blake hendak memegang kerah bajunya.
" Apa maksudmu?". Blake memucat
" Pikirkan saja jika otakmu pintar, Anjing!". Senyum Avan sinis menepis cekalan Blake dikerah kemejanya, lalu beranjak pergi begitu saja.
Blake mematung memikirkan kata kata Avan tadi.
Perlahan, dia melirik kearah Viona yang menahan sakit.
" Kau tida apa apa?". Tanyanya memegang tangan Viona yang tampak melepuh dan berdarah
" Blake, dia.. dia.." Viona tercekat, matanya memerah.
" Menangislah, aku tahu kau sedih." Senyum Blake manis lalu merogoh sesuatu dari jaket hitamnya, sebuah sapu tangan yang kemudian dililitkan pada lukanya. Viona menatap Blake sendu, Pemuda ini, benar- benar tulus mengobati lukanya lalu memapah tubuhnya untuk berdiri.
" Aku bisa berjalan sendiri." Ucap Viona gengsi melepaskan rangkulan Blake dan mencoba melangkah, Namun..
" Awww." Dia kembali terjatuh. Melihat itu Blake tersenyum. Manis sekali.
" Mari, jangan malu untuk aku bantu." Ucapnya mengulurkan tangannya
DEG
Viona gemetar menatap Wajah Blake. Perlahan Gadis itu meraih tangan Blake lalu berdiri pelan.
" Kemarilah." Ucap Blake menahan pinggangnya
" Tidak udah, nanti anak anak melihat kita." Ucap Viona dengan gurat merah dipipi. Mendengar itu lagi lagi Blake tersenyum
" Sudahlah, abaikan saja mereka, aku harus segera membawamu ke UKS, atau kau mau aku menggendongmu.?" Senyum Blake
" TI... Tidak... tidak..". Viona akhirnya mengalungkan tangannya di pundak kokoh Blake. Grogie
Sesekali dia menatap wajah Blake yang benar benar menyerupai dewa yunani itu. Walau sejujurnya hatinya menangis mengingat kejadian bersama Avan tadi.
"Blake..".
" Hmm".
" Apa aku boleh memelukmu?". Ucap Viona terbata. Blake menatap wajah Viona yang tampak menunduk menahan tangis.
" Kemarilah." Ucapnya mengerti kemudian menarik Viona kedadanya.
" Aku hanya tidak ingin kau melihatku menangis." Ucap Viona lirih lalu menangis serak, pundaknya terguncang menahan kepedihan hatinya
Maafkan aku Avan..
Maafkan aku..
Andai kau bukan anak dari orang yang membunuh ayahku..
Aku pasti akan memelukmu erat.
Cukup lama Viona menangis dipelukan Blake. Pemuda itu membelai punggungnya pelan
Gadis ini, dia berusaha kuat.. tapi sebenarnya, dia sangat rapuh
Kenapa.. hatiku..
Merasa ingin memeluknya..
Kenapa? Aku ingin menangis melihatnya menangis?- batin Blake.
Viona menatap wajah Blake
" Maafkan aku Blake, " Ucapnya lirih
" It's okay..". Senyum pemuda itu lalu membelai wajahnya lembut menghapus air matanya.
Viona terdiam sejenak.
Dia benar benar baik