Bab 2. Sahabat Terbaik

1249 Words
Bab 2. Teman Baik “Hari ini aku akan membuat penampilanmu kinclong dari atas sampai bawah,” ucap Celline dengan semangat sembari menunjukkan salon kecantikannya yang terbilang bernama di seantero Jakarta. Banyak artis dan istri pejabat yang menjadi kliennya. Temanku memang hebat bukan?! Aku hanya bisa menatap takjub ke sepanjang jalan. Pantas saja salon Celline begitu terkenal. Karena ternyata ruangannya juga sangat nyaman dan kulihat memang banyak sekali peralatan modern yang dimiliki salon Celline. Bahkan di sini juga disediakan konsultasi dengan dokter kulit. Benar-benar luar biasa. Tak sia-sia dia menghabiskan uang dan waktu buat operasi plastik atau mengikuti banyak kursus kecantikan. Setidaknya dia punya banyak pengalaman di bisang kecantikan. Berbeda sekali denganku yang sangat membenci kata ‘salon’. AKu langsung pening walau hanya sekedar mendengar Celline membicarakannya. Dan di sinilah aku kini berada. Demi membuat terpesona mas Bayu aku rela memasuki tempat yang sangat aku benci. Ini demi kamu, Mas. “Wah … salon kamu keren banget tau,” pujiku apa adanya. “Aishh … ini pujian atau celaan nih?” decaknya kesal. Aku hanya terkekeh geli dengan perangainya yang memang kekanakan. Siapa yang akan menyangka di balik wajah cantik dan sifat kekanakannya dia itu seorang ibu dari putra yang aku yakin sudah beranjak dewasa. Sedangkan aku belum bisa menyandang gelar terhormat itu. Ibu. “Pujian,” sahutku dengan senyuman. “Ayo, hari ini aku akan manjadi ibu perimu,” ajak Celline dengan senyuman lebar di wajah cantiknya. Aku selalu mengagumi kecantikannya. Entah itu hasil operasi atau bukan. Tak masalah bagiku. Kami berjalan bersama diselingi dengan candaan atau perbincangan tentang masa lalu kami. Tak terasa waktu sudah berlalu cukup lama. Aku dulu sering bertanya apabila ada teman yang membicarakan kegiatan mereka di salon yang seringkali menghabiskan waktu sseharian hanya demi menjadi cantik. Apa mereka tidak merasa capek menunggu di salon selama itu? Mereka melakukan apa saja? Sekarang aku baru mengalaminya sendiri. Ternyata aku bisa menikmatinya juga. Rasanya luar biasa bisa memanjakan diri meski hanya sehari. Hari-hariku memang selalu disibukkan di café dan mengurus rumah. Tak ada hari libur bagiku. “Gimana? Nyaman kan? Kamu sih, diajak dari dulu nggak pernah mau. Kita itu sekali-kali butuh me time tau,” ucap Celline yang kini aku akui kebenarannya. “Baiklah. Kamu benar, rasanya memang sangat menyenangkan. Terima kasih,” sahutku penuh syukur karena mendapatklan sabahat sebaik Celline. “Jangan berterima kasih,” elaknya malu. “Kalau bukan karena paksaanmu aku tidak akan merasa secantik ini. Makasih, kamu baik banget,” ujarku sembari memeluknya dengan rasa syukur. “Sudah kubilang, malam ini aku akan menjadi ibu perimu. Suamimu itu lelaki keren, kamu harus pandai-pandai menjaganya. Kalau tidak, dia bisa dicuri wanita lain,” godanya membuatku jengkel. “Issh, kau ini membuatku jengkel saja. Aku sangat mengenal Mas Bayu. Dia itu suami yang setia, wanita manapun tak akan bisa menggodanya,” sahutku dengan lantang. “Iya-iya, percaya. Aku hanya bercanda,” sahutnya merasa serba salah. “Becanda kamu nggak lucu,” gerutuku pura-pura masih kesal. “Ayolah, jangan marah. Aku hanya becanda. Lagipula siapapun juga mengakui kalau suamimu itu lelaki yang setia,”bujuknya dengan wajah memelasnya membuatku menyudahi kepura-puraanku. AKu memeluknya sebagai tanda aku tidak marah padanya. Kenapa aku harus marah kalau dia sudah banyak membantuku. “Aku sudah tidak marah. Lagipula, aku tidak bisa marah padamu. Kamu adalah salah satu orang terpentingku,” sahutku jujur. “Aku tahu kamu orang yang baik.” Kami berpelukan sejenak. “Makasih ya Cel, kamu sampai repot-repot mengurusku seharian ini. Kamu kok baik banget sih?” tanyaku menggodanya. Dia hanya menyeringai. “Kamu juga selalu ada di sampingku saat aku dulu dalam kondisi tersulitku. Aku terpaksa berhenti sekolah karena hamil di luar nikah. Kamu yang selalu menemaniku dan tidak pernah menghakimiku,” sahutnya dengan suara bergetar. Dia selalu merasa sedih setiap kali mengingat putranya. “Apa hubungan kalian masih tidak bagus?” tanyaku prihatin. “Dia bahkan tidak mau menerima teleponku,” sahutnya sendu. Aku hanya bisa menepuk lengannya memberi semangat. “Sabarlah. Tidak ada namanya mantan ibu atau mantan anak. Suatu hari dia akan kembali ke dalam pelukanmu dan mengatakan dia juga merindukan dan mencintaimu seperti kamu merindukan dan mencintainya,” hiburku, semoga dia lebih tenang setelah mendengar ucapanku. Karena aku tidak suka melihatnya bersedih. “Hmm, sudahlah. Kau harus buruan berangkat sebelum dokter Bayu digoda wanita lain,” goda Celline membuatku menyesal sudah menghiburnya. “Ck, dasar,” gerutuku sembari meninggalkannya. “Aku sudah mengingatkan, jaga suamimu!” Aku berbalik menatapnya. “Apa maksudmu?” Sungguh aku tidak tahu kenapa sedari tadi dia selalu menyinggung tetang kesetiaan suamiku. “Aku sangat mengenal Mas Bayu. Dia tidak mungkin mengkhianatiku.” “Hei, aku hanya bercanda.” Dia mengedikkan bahunya. “Cuma aku tahu apa yang ada di kepala semua lelaki” “Apa kau juga tahu apa yang ada di kepala suamiku?” “Tentu saja,” sahutnya, “dirimu.” Jawabannya membuatku tersipu. Aku hanya bisa merona menatapnya. “Baiklah, aku pergi. Jangan rindu ya,” ucapku sembari berlalu meninggalkan salon Celline. *** Larasati tidak mengetahui setelah kepergiannya, wajah ramah Celline tiba-tiba berubah. “Maafkan aku Ras, aku juga mencintai suamimu. Bagaimana dong?” ujar Celline seakan di depannya masih ada sosok Larasati. “Dia memang sosok idaman setiap wanita.” Seringai menghiasi wajah cantiknya. Berbeda sekali mimik wajahnya kala bersama Larasati. “Dan dia akan menjadi milikku.” “Aku sangat mengenal lelaki seperti suami kamu, dan aku akan membuatnya bertekuk lutut di kakiku dan segera menceraikanmu.” “Tunggu saja, hingga hari itu tiba.” *** Larasati menatap ke sekeliling restoran dan merasa kagum karenanya. Hari ini memang sangat istimewa. Senyuman tak juga surut dari wajahnya sejak suaminya menjemputnya dari tempat Celline. Siapa sangka saat dia keluar dari salon Cellline, suaminya sudah menunggunya di tempat parkir. Sepanjang jalan juga suaminya selalu menggenggam jemarinya lembut. Bagaimana dia bisa sedikit terpengaruh dengan candaan Celline tentang suaminya? Bodoh, bukan? “Restorannya bagus sekali, Mas,” ucap Larasati memecah keheningan karena suaminya sejak tiba di restoran hanya diam membisu sembari menatap wajahnya. Membuatnya merona dan salah tingkah. “Syukurlah kalau kamu suka,” sahut dokter Bayu masih menatap istrinya lembut. Tetapi, dia bergerak gelisah dalam duduknya. “Tentu saja aku suka,” ucap Larasati dengan senyum menghiasi wajahnya, “terima kasih sudah menyiapkan dinner romantis untuk memperingati annyversary kita.” “Sebenarnya … aku … aku … ada yang mau kubicarakan denganmu,” gugupnya. Larasati menatap suaminya yang mendadak gugup. Ada apa? Apa dia akan memberiku surprice lagi? Pikirnya. “Apa sebuah kejutan lagi?” tanya Larasati penuh semangat. “I—iya bisa dibilang begitu,” jawab dokter Bayu kian membuat senyum di wajah sang istri kian lebar. “Kita pesan makanan dulu,” lanjut dokter Bayu. Larasati hanya bisa mengikuti alur yang sudah diberikan oleh sang suami. Dalam diam dia menanyakan kejutan apa yang akan diberikan oleh sang suami. Tak lama pesanan sudah tersaji di atas meja mereka. Larasati mencoba menikmati makanannya dalam diam. Entah kenapa perasaannya menjadi tak nyaman. Apalagi saat melihat raut wajah suaminya yang kian tegang di tempatnya. “Cepat katakan ada apa? Aku bisa mati tersedak karena penasaran,” ucap Larasati mencoba mencairkan kebekuan yang entah kenapa terasa mencekam baginya. Dengan ragu dokter Bayu meletakkan sendok garpu di atas piringnya yang baru dimakan seperempatnya saja. Benar kata istrinya, dia bahkan tidak bisa menelan makananya dengan baik sebelum mengatakan apa yang sudah beberapa saat ini ingin dia katakan pada sang istri. >>Bersambung>> Hai reader. Kalau suka dengan ceritanya tolong disubscribe dan baca sampai akhir bab ya. jangan diskip. Makasih banyak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD