Setelah berendam menikmati hidupnya, Flo memilih untuk beristirahat. Besok pagi, dia ingin menemui Devan di apartemennya. Tidak butuh waktu lama, dia sudah tertidur nyenyak.
Meninggalkan Flo yang sudah tertidur nyenyak. William justru masih terjaga di balkon Mansionnya sambil menikmati wine. Tatapannya terlihat kosong. Rasa sakitnya begitu mendalam. Waktu tiga tahun ternyata tidak mampu menghapusnya.
Tidak dapat dipungkiri, kalau William begitu mencintai Cara. Cara adalah cinta pertamanya. Masih dia ingat, kala dia mengejar cinta Cara. Berkali-kali Cara menolaknya, sampai akhirnya Cara menerimanya. Dia tidak tahu, kalau Cara hanya memanfaatkan dia saja.
"Aku benci kamu, Cara! Sampai kapanpun, aku tidak apa pernah memaafkan kamu. Kamu tahu, betapa cintanya aku kepadamu. Tapi, ternyata. Kamu hanya memanfaatkan aku, dan lebih memilih selingkuh dengan pria b******k itu!"
William meremas gelas yang dia pegang saat itu, kemudian melemparnya begitu saja. Dia lakukan untuk melampiaskan emosi yang dia rasakan saat itu.
"Seumur hidupku, aku akan membenci wanita!" William berkata penuh dendam.
Perasaannya semakin tidak karuan. Dia kini sudah terlihat mabuk. William berjalan sempoyongan masuk ke dalam kamarnya, dan membanting tubuhnya ke ranjang.
Mulutnya terus saja meracau, meluapkan perasaan kecewanya kepada Cara. Cara berhasil menghancurkan hidupnya. Selama ini, William berusaha untuk melupakan Cara.
Bunyi alarm di ponsel Flo berbunyi. Saat itu jam menunjukkan pukul 07.00 pagi. Perlahan Flo membuka matanya. Tangannya mencoba meraih ponselnya di atas nakas, untuk mematikan alarmnya yang terus berbunyi.
"Jam 7?"
Flo begitu terkejut, saat melihat jam sudah menunjukkan pukul 07.00. Hingga akhirnya dia bergegas untuk segera bangun, dan mandi. Kini Flo terlihat sudah segar.
Sejak tadi dia merasa bingung, memilih pakaian yang untuk dia pakai menemui Devan. Dia tidak mungkin memakai pakaian mahal yang dibelikan William. Devan akan curiga padanya, kalau dia kini menjadi simpanan orang kaya.
"Aku harus pergi ke toko pakaian dulu, untuk membeli pakaian," ucap Flo.
Seperti biasanya, dia pergi tanpa merias wajahnya. Dia memang sudah cantik alami. Dia berniat ke toko pakaian terlebih dahulu, sebelum dia pergi menemui Devan.
Alangkah terkejutnya Flo, saat melihat dua orang bodyguard berjaga di depan pintu kamarnya. Dia diperlakukan seperti seorang tahanan oleh William.
"Ya Tuhan, sejak kapan mereka berada di sini? Aku seperti seorang penjahat saja, sampai diawasi takut aku kabur." Flo berkata dalam hati.
"Aku mau pergi dulu sebentar. Kalian tidak perlu mengikuti aku. Tidak usah khawatir, aku tidak akan kabur dari bos kalian. Sekarang, aku ingin menemui seseorang untuk menyelesaikan permasalahanku dengannya. Sebelum aku menikah dengan bosmu. Orang itu pasti curiga, kalau melihat kalian," jelas Flo kepada dua orang bodyguard yang bertugas.
Kedua bodyguard itu saling pandang. Mereka khawatir, kalau Flo akan melarikan diri dari bosnya.
"Minggir! Tunggu apalagi? Waktuku tidak banyak. Secepatnya, aku akan kembali. Aku tidak mungkin melewatkan kesempatan, menjadi orang kaya," kata Flo lagi.
"Baiklah, kami akan memberikan kesempatan kepada Nona. Waktu Nona 2 jam dari sekarang. Apa itu cukup? Setelah selesai, Nona segera kembali kesini lagi! Saya khawatir, Tuan William datang menemui Anda," ucap Jefri salah seorang bodyguard yang bertugas.
"Cukup. Secepatnya aku akan kembali. Baiklah, aku pergi dulu," pamit Flo.
Dia tidak ingin melewatkan kesempatan ini. Flo bergegas ke toko pakaian langganannya. Sesampainya di sana, dia langsung membeli satu stel pakaian, dan langsung dia pakai. Setelah itu, dia langsung menuju apartemen Devan.
Kini Flo sudah sampai di apartemen Devan. Dia langsung melangkahkan kakinya menuju unit apartemen Devan. Dia berusaha menguatkan diri, untuk berbicara dengan Devan nanti. Apapun yang terjadi, dia harus memutuskan hubungannya dengan Devan. Rasanya begitu berat baginya. Namun, ini jalan terbaik untuk dia dan Devan. Flo tidak ingin nantinya Devan akan kecewa kepadanya.
"Mengapa perasaan aku tidak enak ya?" Gumam Flo.
Flo menarik napas panjang, kemudian membuangnya kasar. Dia mengira kalau perasaan itu timbul, karena dia berat untuk berpisah. Flo pun sangat mencintai Devan.
"Maafkan aku, Dev! Ini pasti sangat berat untuk kita. Tapi, aku tidak bisa lagi mempertahankannya. Aku tidak ingin kamu kecewa, karena aku menjual keperawananku, dan akan mengandung benihnya," ucap Flo terdengar lirih.
Flo berniat mengetuk pintu kamar apartemen Devan. Namun akhirnya, dia mengurungkan niatnya. Dia memilih masuk dengan menggunakan kartu pass yang Devan berikan kepadanya. Jika sedang tidur, Devan sulit untuk dibangunkan. Sehingga dia kerap datang kesiangan ke kampus, jika Flo tidak mendatangi apartemennya untuk membangunkannya.
Suasana tampak sepi. Ya, seperti biasanya Devan pasti masih tidur. Tapi kali ini, berbeda. Devan tidak tidur sendiri. Dia ditemani seorang wanita, yang tidak lain sahabat Flo. Mata Flo membulat sempurna, kala melihat laki-laki yang menjadi kekasihnya tidur satu ranjang dengan Laura. Dengan sangat marah, Flo menyibak selimut yang digunakan keduanya. Flo dapat melihat tubuh polos mereka.
"Dasar menjijikkan! Oh, jadi selama ini kalian seperti ini di belakangku? Akhirnya, Tuhan menunjukkan kepadaku kebusukan kalian. Dasar wanita jalang! Tega kalian selama ini mengkhianati kepercayaanku!" Pekik Flo. Dia terlihat begitu marah, merasa sangat kecewa.
Devan terkejut, melihat Flo berdiri di hadapannya. Dia langsung beranjak turun, mengambil pakaian yang terserak di lantai, dan memakainya.
"Sayang, dengarkan aku dulu! Dengar dulu penjelasan aku." Devan berusaha untuk berbicara dengan Flo, dan juga hendak memegang tangan Flo.
Namun, Flo langsung menolaknya dengan kasar. Dia juga menampar wajah Devan. Flo berusaha untuk kuat, tidak meneteskan air matanya di depan kedua pengkhianat itu.
"Mau jelaskan apalagi? Semua sudah jelas, kalau kalian selama ini selingkuh. Aku benar-benar kecewa sama kalian. Inikah yang dikatakan sahabat? Seorang sahabat tidak akan tega menusuk sahabatnya dari belakang. Kalau kalian saling mencintai, kenapa kalian melibatkan aku. Hah?!" Ucapan Flo berapi-api.
"Semua ini salah kamu. Andai saja kamu tidak pernah menolak aku. Aku tidak akan bermain dengannya. Sayang, aku mencintai kamu. Hanya kamu yang aku cinta. Aku tidak mencintai Laura. Hubungan kami Just For Fun. Aku mohon, maafkan aku!" Devan berharap, Flo mau memaafkan dia.
Meskipun dia sudah berencana ingin mengakhiri hubungannya dengan Devan. Tetap saja dia merasa sedih, hatinya terasa begitu sakit. Dia tidak menyangka, kalau hubungan dia dengan Devan akan berakhir seperti ini.
Flo menelan salivanya berkali-kali. Dia sudah tidak tahan, ingin segera meninggalkan tempat itu. Rasanya, dia sudah tidak sanggup menahannya lagi.
"Aku ingin hubungan kita berakhir. Jangan pernah temui aku lagi! Semoga kalian bahagia, karena kalian memang sangat serasi. Pengkhianat dengan pengkhianat." Flo berkata dan tersenyum sinis.
Dia langsung pergi meninggalkan apartemen Devan. Tidak mempedulikan Devan yang terus memanggil-manggil dirinya.
"Ya Tuhan, mengapa hidupku begitu menyedihkan sekali? Apa salahku?" Flo berkata lirih.