Bab 30
"Aku pulang, ibu ngintip Aileen, kan?" tuduhnya.
Dewi tersenyum dan menyambut anaknya. Dia memegang kedua lengan anaknya dan memeriksa sang anak. Dari atas ke bawah, takut terjadi sesuatu dengan anaknya.
Sastro telah menghardik Dewi agar melarang Aileen untuk dekat dengan Agam. Takut lelaki itu menyakiti Aileen. Itulah kenapa sekarang wanita paruh baya itu mencoba melihat kondisi sang anak.
"Kenapa, sih, Bu?" Aileen risih dengan sikap sang ibu yang tidak seperti biasanya.
"Kamu baik-baik saja kan? Dia tidak menyakitimu kan, nak? Kenapa kamu pulang sama Darren? Kenapa dia tidak mengantarmu pulang? Aileen jawab, dong," cerca sang ibu.
"Gimana mau jawab, ibu tanya kaya kereta, nggak putus, seperti pulau yang menyambung jadi satu terbentuklah Indonesia. Seperti pipa rucika mengalir sampai jauh," jawab Aileen.
Membuat sang ibu harus memukul lengan sang anak. Dia menyeret Aileen untuk duduk di kursi, melepaskan tas selempang kecil yang masih datar itu dan meletakkannya di meja.
"Jadi— bagaimana? Katakan," pinta Dewi.
"Jadi— ehm— Agam pergi dulu, karena ada keperluan, kebetulan saat itu kami bertemu dengan Darren. Langsung aja, aku nebeng sama si tengil itu. Toh aku juga sudah dapat—"
Aileen memeriksa barang bawaannya. Karena kesal dia melupakan ponsel dan amplop yang diberikan Agam padanya. Tas kecilnya tidak muat bahkan hanya untuk menyimpan amplop cokelat tadi.
"A! Ha! Duitku!" Aileen berteriak, gaya menangis, dan cemberut. Membuat Dewi bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.
Aileen, buru-buru pergi dan dia pun ke kamar. Tidak ingin berbohong lagi. Ini adalah kali pertama dia berbohong bahkan menutupi kesalahan orang.
Aileen merebahkan tubuhnya di atas ranjang setelah selesai bebersih. Dia, sedih karena batal mendapatkan ponsel dan juga uangnya.
Mungkin cemberut yang bisa dilakukan saat ini. Dia menerawang dan menatap langit-langit kamar.
Apa, sih motifnya? Dia tidak mungkin melakukannya jika tidak ada api kan? Apa iya aku harus menemuinya? Batin Aileen.
Suara ketukan pintu menyadarkan gadis itu dari lamunannya. Ibunya kembali memanggil Aileen. Ada seseorang yang mencari katanya.
*
Beberapa waktu lalu, setelah kejadian itu. Agam pergi, dia tidak langsung kembali kerumah. Menenangkan diri di tepian hutan.
Berdiam diri dengan terus menahan amarahnya yang selalu meledak-ledak. Bahkan dia telah membentak Aileen. Gadis yang baru saja dia kenal.
Mereka juga baru saja lebih dekat lewat kerja sama ini. Pantaskah dia sudah bersikap seperti itu. Agam terus memukul kemudinya. Bahkan meninju kaca mobilnya sendiri sampai pecah.
Tidak peduli dengan biaya perbaikan yang akan dia tanggung. Setidaknya amarahnya tersalurkan.
Ia menatap di samping jok mobilnya. Di sana ada barang-barang milik Aileen yang terjauh.
"Sial! Gadis ceroboh!" umpatnya.
Setelah menunggu beberapa menit, ia memutuskan untuk kembali ke rumah Aileen. Berharap gadis itu sudah kembali dan ada di rumah.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas. Namun, Agam tidak mau menunggu esok hari lagi. Dia tidak yakin, Aileen mau bertemu dengan dirinya lagi setelah kejadian beberapa waktu lalu.
*
"Ngapain ke sini?" ketus Aileen.
Agam mengulurkan dua barang yang telah dia berikan pada Aileen sebelumnya. Sejenak Aileen belum mau menerimanya, sampai Agam meraih tangannya dan meletakkannya di atas telapak tangan lembut milik Aileen.
Ia pun pergi setelahnya. Tanpa mengucapkan apapun. Aileen menatapnya. Begitu tiba di samping mobil yang ada di pinggir jalan, Aileen pun mencegah lelaki itu.
"Tunggu," katanya, dia meletakkan barang-barang itu ke dalam rumahnya dan dia berlarian keluar kembali untuk mengejar Agam.
"Kita ngobrol sebentar," lirih Aileen.
Agam bersandar di bagian depan mobilnya. Aileen pun melakukan hal yang sama. Mereka berdua duduk di sana, di bawah langit bertaburan bintang dengan sulit angin yang terasa begitu dingin.
Aileen masih menggunakan handuk untuk melilit rambutnya. Wajar, karena dia baru selesai mandi tadi dan Agam mencarinya.
"Aku tahu kamu tidak akan mau bertemu aku lagi. Aku buruk, itulah sebabnya aku tidak bisa mendapatkan teman, atau yang lain," tutur Agam.
Dia membuka suaranya. Karena dia juga ingin meminta maaf pada Aileen. Namun, ungkapan itu tidak bisa keluar dari mulutnya.
"Ma— maafkan aku. Aku sudah— lupakan," Agam tidak jadi melanjutkan kata-katanya.
Dia terlalu gengsi untuk meminta maaf, di mana jelas-jelas dia salah.
"Kamu tidak buruk, kok. Semua yang kamu lakukan pasti ada alasannya. Aku tidak tahu apa, tapi aku berharap kamu tidak akan melukai orang lagi," jelas Aileen.
"Kamu tidak tahu apa-apa. Wajar jika kamu berkata seperti itu," timpal Agam.
Aileen menatapnya. Sumpah demi apapun, lu, gam, dingin banget, batin Aileen.
"Apakah jika ada masalah selalu dengan tindakan kriminal begitu? Bagaimana kalau kamu dipenjara? Bagaimana dengan Mamamu yang luar biasa, Agam? Apakah kamu tidak berpikir sejauh itu?"
Agam diam, dia berpikir. Selalu berpikir bahkan. Dia tidak takut di penjara, terpenting adalah mereka mendapatkan balasannya. Mereka harus merasakan bagaimana menderita dan sengsaranya Agam juga Alma selama ini.
"Aku pergi," pamit Agam.
Ia berjalan menuju pintu dan masuk ke dalam. Aileen menyingkir dan membiarkan lelaki itu pergi. Sampai mobil itu menghilang.
Aileen tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, mungin jiwa-jiwa keponya akan kembali bergejolak. Aileen akan mencari tahu lewat Darren.
Dia sudah memiliki ponsel dan tentu saja dia akan meneleponnya besok. Kini ia harus beristirahat, dan terpejam. Agar tidak gila, karena baru saja melewati banyak hal.
*
Pagi ini, Aileen mulai kembali pada aktivitas. Dia memasang headset bluetooth dan mendengarkan musik, lalu membuat kue layaknya hari-hari sebelumnya.
Foto pertama sudah ia upload di jejaring sosial medianya. Mulai membuka pesanan, pada pelanggannya. Kali ini dia harus berhati-hati, dan selalu waspada. Agar kejadian sebelumnya tidak lagi terulang kembali.
Namun, tiba-tiba musiknya terhenti, ada seseorang yang menelepon dirinya.
Kebetulan yang sangat luar biasa. Darren, lelaki itu menelepon Aileen. Ingin memesan kuenya. Sang ayah rindu dengan lemon cake milik Aileen itu.
Saat itulah juga mumpung ada kesempatan, Aileen menanyakan perihal yang mengganjal hatinya.
"Bagaimana kondisimu?" tanya Aileen.
"Baik, kok. Tidak parah, Leen," tutur Darren.
"Kamu kenal sama orang itu? Kenapa dia bisa melakukannya dengan sengaja seperti itu?"
Darren justru berbalik tanya. "Seharusnya aku yang tanya, kamu kenal sama dia? Kamu ada di mobil itu kan?"
Aileen terdiam. "Iya, kenal. Tidak lama sih, kamu ada masalah dengan dia?"
"Siapa dia? Aku bahkan tidak tahu, Leen. Siapa? Kamu bersama siapa?" Pertanyaan itu membuat Aileen bingung.
Jika, Darren tidak mengenalnya lalu kenapa, Agam sampai mau mencelakai Darren?
"Ya udah lah, lupakan. Yang paling penting kamu baik-baik saja," ucap Aileen.
Ia mematikan ponselnya, dan terdiam sejenak. Aileen jadi sangat misterius dengan masalah ini. Dia ingin tahu lebih.