Chapter 2 : Agam Alderald Kurnia

1057 Words
Bab 2 Dua puluh tahun terlewat, anak Alma yang kini sudah beranjak dewasa menjadi seorang laki-laki yang bertemperamen tinggi, sombong dan yang ada dalam hati ya hanya dendam. Bahkan di usianya yang menginjak dua puluh delapan tahun dia tidak pernah tahu apa yang di sebut dengan Cinta. Baginya cinta itu adalah ibu. Ibunya adalah cinta pertama untuk dirinya. Demi ibu laki-laki tegas dan tampan itu rela memberikan segalanya. Perangai yang lembut dari sang ibu selalu membuat anaknya luluh dan menuruti segala yang di katakan sang ibu. Kecuali melupakan semua kejadian dua puluh tahun silam. Baginya kejadian itu tidak dapat ia lupakan setiap detiknya. Bagaimana sang ayah memperlakukan ibunya, hingga bulir-bulir bening jatuh melewati pipi dan berakhir di lantai. Agam, anak dari Alma dan Indra. Laki-laki dengan nama panjang Agam alderald Kurnia itu tidak pernah tersenyum bahkan hanya seulas. Trauma yang dia rasakan sangat melekat pada hati dan pikirannya. Sejak kecil dia sudah harus berkelit dengan berkas-berkas kantor milik sang mama, di temani oleh orang kepercayaan Alma yaitu Asraf, pria seusia mamanya itu sudah membantu keluarga Agam sejak hari perceraian antara ibu dan ayahnya terjadi. Hingga kini Alma harus berakhir di atas kursi roda. Di saat usianya sepuluh tahun anak-anak seusianya semuanya bermain, berlibur dan berkumpul dengan keluarganya menghabiskan akhir pekan bersama, pergi ke taman ke pantai. Tapi, tidak dengan Agam, dua tahun sejak kejadian yang menimpa sang ibu Agam sudah harus belajar bagaimana caranya agar penjualan serta pembuatan alat komunikasi itu bisa berhasil dan dalam waktu yang telah ditentukan. Dia sudah harus belajar mengelola dan mengurus kantor sang ibu sendiri. Sekalipun di bantu oleh Asraf tapi laki-laki itu tidak berwenang untuk berkas yang meminta tanda tangan ahli waris. Selain bekerja, dia juga sering berbagi pengalaman dan kesuksesan di kampus-kampus besar di kota ini. Dia mengisi acara seminar, dan membagi tips bagaimana caranya menjadi pengusaha muda yang sukses. "Kunci sukses adalah kita harus rajin, dan bisa melawan rasa malas yang timbul dalam diri. Sekuat dan sebisa mungkin kita harus menekan perasaan malas itu. Dan yang terpenting adalah ibumu, sekuat apapun kau berjuang jika kau menelantarkan ibu. Maka usaha kalian akan sia-sia. Tidak akan mengalirkan keberkahan dalam hidup kalian." Begitulah penyampaian Agam di depan puluhan mahasiswa dan mahasiswi. Mereka bertepuk tangan, kagum dengan Agam. Seorang lelaki yang sangat mencintai ibunya. "Baik saya akhiri untuk hari ini. Untuk kalian yang mau belajar menjadi pengusaha muda nan sukses seperti saja, saja bisa membuka satu peluang untuk kalian. Kalian bisa kirimkan satu data diri ke kantor saya," ucap Agam. Menutup seminar hari ini. Ia keluar dari auditorium gedung itu dan menuju kearah mobil yang sudah di siapkan oleh satpam jaga di sana. Berbeda dengan sang ibu yang selalu mengucapkan terima kasih. Agam langsung masuk dan membawa mobil itu pergi dari tempat itu. Kembali membelah jalanan yang padat di kota siang ini. Sampai di kantor semua sudah menyambutnya dan menundukkan kepalanya tanda hormat. Ucapan selamat siang dari karyawan sama sekali tidak di hiraukan olehnya. Dan mereka pun tidak ada yang berani berkasak-kusuk mengumpat sang bos. Jika itu terjadi maka hilanglah ladang rejeki mereka. Agam masuk ke ruangannya, melepaskan jas hitam yang membalut tubuh gagahnya. Ia memutar kursinya menghadap di jendela besar yang ada di ruangannya. Ia memegang pelipisnya. Rasa pusing selalu menjalar di kepalanya. "Kapan aku menemukan kalian?" Lirih Agam. Tok ... Tok ... Tok ... Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Agam. Ia berteriak pada orang di balik pintu itu, yang sudah pasti adalah sekretarisnya. "Masuk," ucapnya. Agam belum membalikkan kursinya ia masih membelakangi Edrea sang sekretaris. "Maaf Tuan, saya membawa beberapa berkas dari kampus yang ada datangi tadi," kata Edrea lembut. Gadis dengan rambut hitam panjang bibir tebal dan tentu saja tubuhnya seksi bak model ternama. Dengar-dengar dia bahkan menolak tawaran model hanya ingin dekat sekali dengan Agam. Itulah sebabnya dia sangat senang saat pengajuan lamaran pekerjaannya di terima. "Letakkan dan keluarlah," balas Agam. Edrea berjalan dengan perlahan dan keluar dari ruangan Agam. Dengan malas dia memeriksa semua berkas dan hanya untuk mencari nama yang dia inginkan. Yaitu dengan kata akhir Kurnia. Agam melempar begitu saja kertas-kertas yang tidak ada nama Kurnia, hingga tersisa satu kertas. Awalnya Agam ingin langsung membuangnya namun dia memilih untuk memeriksanya dulu. Dan benar, bahwa itu sesuai yang dia harapkan tulisan pena dengan nama Darren Chasel Kurnia. Anak dari Indra Jafri Kurnia. Senyum jahat terulas di bibir Agam. Dia bak menemukan nilai saham yang tinggi. "Aku menemukanmu, aku akan membuat anak kesayanganmu menderita. Bahkan aku akan buat anakmu memilih mati dari pada harus hidup dengan--" Agam menarik naik alisnya dan sungguh itu adalah wajah Agam yang paling jahat yang tersembunyi di balik wajahnya yang tampan. ---- Di Sabtu pagi yang kurang mendukung mereka yang ingin pergi berlibur. Pasalnya mendung sudah berjejer dan siap menumpahkan beribu-ribu kubik air ke bumi. Alma merasa tubuhnya tidak enak dan dia ingin memakan kue yang begitu ia sukai. Lemon cake adalah kue favorit Alma. "Agam, mama boleh minta tolong? Semua pelayan sibuk, mama tidak mau mengganggu kerja mereka," kata Alma lembut. "Apa ma, ya memang tugas mereka 'kan memenuhi segala kebutuhan Mama. Sekalipun mereka sibuk," ujar Agam. "Jadi kamu enggak mau bantuin mama?" "Mau mama, apa?" kata Agam. "Enggak jadi deh, kamu terpaksa gitu," sahut Alma. "Apa ma, aku berangkat. Mau kue? Lemon cake?" tebak Agam. "Kok tahu, ya sudah belikan mama itu ya. Cepat keburu hujan," kata Alma. Agam berjalan menuju tempat penyimpanan kunci-kunci mobil dan lebih memilih untuk menggunakan motor sport miliknya. Meski tahu akan turun hujan, dia adalah laki-laki yang bebas dan semaunya sendiri, jadi jika dia sudah menginginkan itu, dia harus mendapatkan itu. Sekitar setengah jam berputar-putar Agam belum mendapatkan lemon cake itu, semua toko yang ia kunjungi telah kehabisan stok kue tersebut. Hingga roda membawa Agam ke sebuah toko roti di pinggir jalan, toko kue yang tampak bersih dan terawat. Agam memutuskan untuk bertanya. Meski dia malas, dia berpikir kedai pinggir jalan tidak akan bisa membuat lemon cake. Kalaupun bisa pasti rasanya akan sangat tidak enak. Benar, Agam memang sombong, suka meremehkan orang lain. Ting .... Suara lonceng di atas pintu itu akan berbunyi jika ada yang datang. Seorang gadis cantik dengan rambut yang di ikat tinggi asal-asalan. Wajahnya terlihat begitu manis, dengan bulu mata yang lentik. Matanya begitu tajam "Ada yang bisa saya bantu?" tanya gadis itu. Bagaimana respon dari Agam? Apakah dia akan melongo menikmati kecantikan gadis itu? Atau tetap dingin dan sombong seperti biasanya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD