Bab 39: Sekarat

1401 Words
Bab 39: Pagi ini, Aileen sudah sangat baik. Sejak semalam dia terus tidur, tidak lagi menggubris hal diluaran. Demam membuat dia kacau, pusing bahkan enggan untuk beranjak dari tempat tidur. Andai saja ada toilet di ranjangnya sudah pasti dia akan kencing di sana. Setelah membersihkan diri, gadis itu tampak segar dan jauh lebih cantik dari Wanita yang sejak kemarin hanya merebahkan dirinya diatas kasur. Gadis itu, bersiap ke pasar. Aktifitas baru akan dia mulai. Aileen akan membuka tokonya membuat kue dan memasarkan di sosial media, melakukan endors seperti sebelumnya. Aileen terlihat Bahagia, tetapi dia lupa bahwa saat ini gadis itu telah memiliki status baru yaitu, kekasih dari Dareen Chasel Kurnia. Teman sekolahnya yang usil, kutu buku dan selalu ada untuk Aileen sejak dulu. “Bu, Ai, tinggal, Ya,” pamit gadis itu. Ia menyahut jaket dan juga kunci motornya. Ingin sekali dia mengumpat setiap kali harus memakai motor sialannya. Menggerutu, karena terlalu tinggi. “Hati-hati, Ai. Kalau belum sehat, sebaiknya kamu istirahat dulu, ibu bisa kok, ngojek ke pasar,” timpal Dewi. “Udah, penyakit itu jangan dipiara, Aileen sehat kok. Ai, berangkat, ya.” Ia menghilang di balik pintu, Dewi pun segera keluar dan membuka toko kuenya. Pagi ini terasa sangat dingin. Hujan yang mengguyur semalaman menyisakan embun segar, dengan hawa sejuk yang luar biasa. Mungkin bukan sejuk lagi, tetapi sangat dingin dan juga menusuk tulang. Daftar belanjaan, sudah ada dikantong jaket Aileen. Gadis itu melesak semakin dalam kedalam pasar. Melewati kios ikan, dan juga daging-daging. Terus berjalan kian dalam, membaur dengan para pembeli lainnya dan tiba di stand buah. Aileen membeli lima kilo lemon dan juga semangka, serta pisang. Semua itu dia gunakan untuk membuat bahan dasar kue, sekalipun hanya di pasar, tetapi tidak bisa diragukan bahwa kualitas di sana tetaplah baik. Aileen sudah sangat percaya pada penjualnya. Sejak pertama kali dia membuka toko, mang Komar sudah menjadi langganan buahnya. Tiga kantong keresek yang besar sudah ada ditangan kanan dan kirinya. Aileen membeli beberapa sayur untuk persediaan memasak esok hari. Meskipun motor itu menyebalkan tetapi Aileen sangat suka dengan bagasi motor yang luas sangat mendukung bawaan Aileen yang memang selalu over. Itulah salah satu alas an gadis itu membelinya, satu kelebihan dari sekian banyak kekurangan. Sebenarnya bukan motornya yang menyebalkan, tetapi Aileen lah yang terlalu pendek. Meskipun kesal, tetapi motor itu sangat membantu dirinya. Dengan hati-hati dia, kembali menelusuri jalanan. Tiga ratus meter sebelum tiba di rumah, entah apa yang membuat banyak orang berkerumun di sana. Jiwa kepo Aileen selalu meledak jika sudah begitu. Dia. Menepikan motornya dan mendekati khalayak ramai itu. Aileen meyibak kerumunan dan— betapa terkejutnya dia. Lelaki yang kemarin dia temui dan meminjamkan pakaian untuknya tergeletak ditepian jalanan. Lusuh, bak gembel. Agam, semalam sepulang dari bar, hujan masih mengguyur tubuhya. Agam terlalu banyak meneguk alkohol, entah berapa sloki dia menghabiskan cairan memabukkan itu. Sampai ditengah perjalanan dia Kembali ke rumah, dia harus terjatuh dan mengeluarkan semua isi perutnya ditepi jalan tersebut. Agam, tepar dipinggir jalan dengan suhu tubuh yang meningkat drastis. Bagaimana tidak, bukankah dia kehujanan selama perjalanan ke bar, lalu dia harus terkena suhu ac yang sudah pasti tidak bersahabat dengan dirinya. Kemudian kembali kehujanan dalam kondisi tubuh yang sudah drop. “Agam?!” seru Aileen, dia mendekati pria itu dan menatapnya dengan perasaan yang miris. Bagimana bisa seorang bos besar— tidak, di mata Aileen Agam adalah bos besar, meskipun dia belum tahu seberapa besar yang Agam miliki. “Kenapa kalian hanya menonton?! Bagaimana kalau ini anak kalian? Kenapa tidak ditolong?!” geram Aileen, dia tidak habis pikir dengan mereka yang hanya menjadi penonton. “Tolong, tolong dia. Bawa dia kerumah saya, Anda! tolong bawa motornya. Rumah saya tidak jauh dari sini, cepat, ya, pak.” Aileen cemas, dia hanya tidak mau terjadi apapun dengan Agam. Mengingat bahwa kemarin dia juga merawatnya, sekalipun dia harus jatuh sakit akibat bermain hujan saat malam hari. Beberapa warga mengantarkan Aileen kembali pulang beserta tubuh Agam yang sudah menggigil. Satu lelaki membawa motor milik Agam, begitu tiba di rumah, ternyata Darren sudah ada di sana. Pria itu, bingung dengan apa yang terjadi. Dia mengikuti ke mana Aileen, melanhkah. Gadis itu sangat terlihat khawatir, ia pun tidak mengetahui bahwa Darren ada di sana saat ini. Aileen meminta warga untuk merebahkan tubuh Agam di atas kasurnya. Kemudian satu persatu dari mereka kembali pergi. Aileen, berlarian kedapur dia mengambil baskom dengan isian air hangat untuk mengompes dahi pria itu. Darren mengikutinya dibelakang Aileen. “Leen?” panggil Darren, dia ingin disapa oleh wanitanya. Darren sudah menunggunya sejak pagi. Darren ingin mengajak gadis itu pergi, ada banyak hal yang ingin Dareen ceritakan. Namun, gadis itu sangat mencemaskan Agam. Bahkan panggilannya saja tidak dihiraukan. Aileen kembali masuk ke dalam kamarnya. Melepaskan pakaian milik Agam. Dia gugup, tetapi ketakutannya jauh lebih besar. Dia hanya takut jika pria itu terkena masuk angin duduk. Bahkan kematian bisa datang saat penyakit itu menyerang. Aileen ingat betul, bahwa ada salah satu tetangganya yang meninggal karena masalah sepele seperti itu. Terkadang masalah kecil tidak bisa dianggap enteng. Namun begitu sampai pada celana Agam, Aileen terdiam. Dia tidak mungkin melakukannya kan? Dia Wanita, mana mungkin dia mengganti celana lelaki. “Biar aku yang ganti.” Suara Dareen kembali terdengar. Aileen menoleh dengan cepat. Dia terkejut, tidak menyangka ada kekasihnya di sana. “Dareen!” teriak Aileen. Ia tersenyum pada pria itu. Bukan itu yang ingin Darren terima. Bukan hanya sekedar senyuman. Dareen berharap gadis itu berlari dan memeluknya. Namun, kenyataan ini sangat pahit. Bahkan lebih pahit dari empedu. “Kamu sejak kapan di sini? Pas, banget. Aku minta tolong, ya. Aku akan tinggal keluar, aku akan buat bubur dulu,” pamit Aileen. Ia segera keluar dan meninggalkan Dareen Bersama dengan Agam. Pria itu tidak tahu, kenapa Aileen sangat mencemaskan dirinya. Dareen tahu betul siapa lelaki ini. Pria muda yang terkenal dengan segudang prestasiny dan juga satu lagi yang baru dia ketahui pagi tadi. Namun, dia harus melakukannya. Karena dia tidak ingin Aileen yang menggantinya. Darren melucuti celana Agam, dia menggantinya dengan pakaian yang Aileen sediakan, baju milik sang Ayah dari gadis itu. Usai mengganti pakaian Agam, Dareen pun keluar. Ingin menemui Aileen di dapur, tapi dia terlihat begitu sibuk, berjaln ke sana ke mari. Demi membuat bubur sumsum untuk Agam. Setelah siap, dia pun segera menemui Agam. Aileen hanya tersenyum begitu melewati kekasihnya. Pria itu kembali membuntuti Aileen, Dareen ingin di dengar. Dia ada banyak masalah, dan lelaki yang diurus oleh Aileen lah penyebab semuanya. Dia duduk di kursi yang ada di ruangan itu. Sementara Aileen, dia duduk di bibir ranjang dengan memeras handuk kecil dan menempelkannya di dahi Agam. Kamu kenapa? Segera bangun, kamu tahu, saat kita bertemu dan kamu yang cuek dan dingin itu membuatku kesal, membuatku selalu ingin mencari keributan denganmu, batin Aileen. Dia menatap wajah Agam dengan dalam. Ingin sekali dia menyentuh tangan pria itu. Namun, dia ingat bahwa ada hati yang harus dia jaga saat ini. Aileen menoleh pada Dareen. Namun, pria itu tidak lagi ada di sana. Aileen, meninggalkan Agam, dia mencari keberadaan Dareen. Pria itu duduk termenung di ruang tengah. Menundukkan wajahnya, entah apa yang dia lihat. Aileen mendekatinya dan duduk di sampingan. “Kenapa?” lirihnya. Dareen menoleh, dan langsung memeluk gadis itu. “Kenapa?” ulang Aileen. “Kenapa kamu membawa dia ke sini?” Pertanyaan yang membuat Aileen hatrus melepaskan oelukannya. Memangnya apa masalahnya jika Aileen membawa Agam ke rumah. Dia sekarat di punggir jalan, dengan suhu tubuh hampir empat puluh derajat. Apakah Aileen hatus mengabaikannya. Bahkan mungkin jika itu orang lain, dia juga akan membantunya. Aileen hanya bersikap layaknya manusia yang memiliki hati. “Kamu kenapa, sih? Datang-datang tanya hal aneh gini? Dia tadi pingsan di jalanan, apa iya aku hatrus mengabaikan dia? Aku kenal dia, dan di saat dia terkapar orang lain hanya menontonya, apa salah aku menolongnya?” Aileen sedikit kesal. Oke— sekarang Aileen adalah kekasihnya, tetapi apakah harus seposesif itu? Haruskah Aileen dilarang untuk dekat dengan orang-orang yang dia kenal sebelumnya? “Bukan gitu. Aku hanya sedikit tidak suka dengan dia. Kamu tahu, papaku sakit juga karena dia. Sejak kemarin papa, tidak mau keluar dari kamar dan dia juga tidak mau makan.” Aillen terdiam. Dia ingat betul pemberitaan yang dia lihat kemarin di layer ponselnya. Sebelum ia memutuskan untuk hiatus melihat ponsel. Aileen, menyibak rambut di belakang telinganya dia seakan, ingin mencari topik lain. “Leen? Jangan bilang kamu sudah tahu hal ini,” lirih Dareen. “Ah— hah— aku….”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD