Bab 32
Usai mendapat laporan dari gadis ceriwis itu Agam segera meminta bantuan pada Ashraf agar mengirimkan beberapa orang yang bisa menghadang massa agar tidak mengganggu toko Aileen, mengganggu aktifitas bocah itu.
Hingga mereka datang, barulah kondisi kembali kondusif. Akhirnya Aileen bisa keluar dengan aman. Gadis itu bernapas lega, dan mengelus dadanya.
Ia keluar dari persembunyiannya dan menemui sang ibu. Ayana memukul lengan sang kakak. Dia kesal, karena Aileen justru bersembunyi sendirian.
"Gimana, sih! Kamu kan yang buat semua ini jadi kacau! Eh malah ditinggal pergi. Kamu kira aku dan ibu nggak kewalahan?!" dengus sang adik.
Aileen cengengesan. " Ya kali aku harus menemui mereka, yang ada semuanya akan makin runyam. Bagaimana kalau aku jadi rebutan, terus jatuh keinjek, udah seperti antrian sembako, gimana?! Mau kehilangan kakak yang multitalenta ini?"
Kembali lagi, selalu saja di saat genting ada aja guyonan yang di lontarkan oleh wanita itu. Dewi menggelengkan kepala jika mereka sudah berdebat seperti itu.
"Kagak mungkin mati juga, palingan kamu cacat!" sungut Ayana.
"Sudah, kalian selalu saja bertengkar. Sekarang yang paling penting adalah, bereskan kekacauan ini, dan tutup tokonya, kita sudah tidak ada apapun yang di jual. Jangan sampai ada orang masuk tapi kita tidak menyediakan apapun," tutur sang ibu melerai keduanya.
Mereka pun bubar, memilih mengerjakan tugasnya. Menyapu mengepel mengelap dan berkerja sama untuk merapikan toko yang benar-benar sudah layaknya kapal pecah.
Orang-orang misterius itu pun pergi entah kemana setelah kerumunan itu bubar. Bahkan Dewi belum sempat mengucapkan terima kasih.
Darren, kembali menelepon setelah melihat betapa banyaknya papan iklan di sepanjang jalan yang dia lalui ada foto Aileen yang terpampang.
Terlihat begitu manis dan anggun, dalam gelapnya malam seakan dia adalah cahayanya. Wajah itu memenuhi layar bersama dengan ponsel yang menyorot wajahnya. Satu pose di belakangnya saat dia memperlihatkan betapa besar dan ringannya desain ponsel tersebut. Serta beberapa informasi tentang kelebihan benda pipih itu.
"Apaan?!" tanya Aileen, ia menggunakan headset untuk mengangkat panggilannya. Tugasnya begitu menumpuk, tidak bisa dia mengabaikan semua ini juga telepon yang terus berdering membuat Dewi dan Ayana kesal.
"Sejak kapan kamu jadi model?" Darren bertanya tanpa basa-basi. Dia tahu betul kalau gadis itu tidak suka berbelit-belit.
"Emang sebanyak apa sih yang terlihat?!" Aileen penasaran, kenapa begitu cepat bukankah seharusnya semua butuh proses yang tidak mudah.
Terlebih memasang iklan bukankah sangat susah, apalagi di baliho yang besar-besar dipinggiran jalan tersebut. Sudah pasti tidak mungkin selesai dalam semalam bukan?
"Kamu mau tahu? Apa perlu aku memotret atau membuat video sepanjang jalan untukmu?" kekeh Darren.
"Sialan," decak Aileen. Di menghentikan aktivitasnya untuk sekedar berpikir.
Apa iya aku sekali dibayar dengan semua yang terjadi? Ini pasti tidak akan berhenti begitu saja kan? desisnya.
"Ngomong apaan?" timpal Darren. Dia mendengar Aileen bergumam tapi tidak jelas ia berbicara apa.
"Nggak, ya udah, aku tutup. Aku sibuk, lain kali kita bicara lagi," ucap Aileen.
Ia pun mengakhirinya dan kembali bekerja, tetapi pikirannya terkuras dengan perhitungan yang penuh.
Usai beberes ia pun segera menutup toko dan kembali ke rumah. Aileen, mencari kontrak yang dia tanda tangani. Ini adalah kesalahannya karena menandatangi satu kesepakatan yang tidak dia baca dengan baik dan benar.
Aileen membaca satu demi satu poin yang tertulis diatas kertas. Hitam diatas putih, dan tanda tangan yang jelas-jelas miliknya dan juga lelaki dingin itu.
"A! Ha— ha—"
Tiba-tiba suara kegirangan itu muncul dari mulutnya. Bahkan membuat semua orang masuk kedalam kamarnya.
"Ada apa, Ai?" tanya sang ibu.
"Kenapa sih, lu?!" cerca Ayana
"Kenapa, Nak?" timpal Sastro.
Aileen menutup mulutnya. Gadis yang masih lusuh dengan bau asem yang memenuhi ruangannya itu pun kembali meringis.
Bukan kesakitan tetapi dia sangat bahagia. Pantas saja, Agam merasa tidak bersalah dengan semua kejadian yang ada di tokonya.
Aileen menjelaskan bahwa, dia telah menandatangi kontrak dengan uang yang jumlahnya sangat banyak. Dia akan mendapatkan komisi setiap penjualan produk yang dia pasarkan tersebut.
Bahkan menjamin kenyamanan dan juga keamanan gadis itu dari para fans musiman. Kenapa musiman, karena belum tentu Aileen akan selalu menjadi model, dan beluk tentu mereka akan tetap mengingat Aileen jika dia tidak lagi tampil di papan iklan.
Meskipun, Aileen selalu memasang foto di akun jejaring sosialnya. Namun, tidak banyak yang mengikutinya. Kebanyakan dari mereka hanyalah customer tetapnya dan juga yang mengetahui kualitas rasa dari kue yang dia buat.
"Wah! Bagus itu, nak. Ayah kira kalau dia lelaki yang jahat," cicit sang Ayah. Setelah mendengar cerita dari anaknya.
"Ayah kan selalu begitu, melihat semuanya dari mukanya, dari penampilannya. Tapi— ini sebatas kerja sama, sih. Toh Aileen juga tidak berharap bertemu dengan dia dengan durasi lama dan sering," ungkapnya.
"Alah! Alasan aja, lain dimulut lain di hati kamu, mah!" cecar sang adik.
Aileen mencibir dan tidak lagi membalas ucapan itu. Dia sangat lelah dan ingin mandi. Mereka pun keluar lagi dari kamar Aileen.
Gadis itu, menanggalkan semua pakaiannya dan memutar musik di kamarnya dengan volume sedang kemudian dia berendam.
Menikmati aroma bunga hills yang menyeruak dan membuat semangatnya kembali terisi dengan penuh. Memejamkan matanya sembari menghayati setiap lantunan musik yang terdengar indah.
Namun, harus kehilangan mood saat iklan dari aplikasi tersebut berputar. Aileen mengumpat dan membiarkannya sampai iklan itu berhenti dengan sendirinya. Beruntung iklan pendek, jika sampai panjang bisa-bisa hilang sudah feel penghayatan lagu itu.
Dua puluh menit berendam, dia pun meraih handuk yang ada di atas kepalanya. Kemudian keluar dari bathtub dan membilasnya.
Aileen keluar dari kamar, dan mematikan musiknya. Menggunakan skincare ala kadarnya saat malam, hanya moisturizer, dan juga body serum kemudian parfum dan vitamin untuk rambutnya.
Ia memilih beristirahat dan menikmati waktunya, mengambil gambar dan juga mengedit foto barang-barang endorsement yang tinggal beberapa kali unggahan.
Namun, begitu hampir selesai ponselnya harus kembali berdering. Aileen menolaknya, ia harus menyelesaikan tugasnya terlebih dulu.
Hanya tinggal meng-upload-nya dan juga selesai semuanya. Ia pun berbalik menelepon, orang yang baru saja ingin berbicara dengannya.
"Kangen, ya? Emang, tidak ada yang bisa jauh-jauh dari pesona Aileen Chalondra Armand," racaunya.
Seseorang di seberang hanya memutar bola matanya, dia tidak tahu harus berekspresi bagaimana ketika seperti ini. Namun ada yang menggelitik, dan memaksanya untuk tersenyum.
Meski kaku, tapi nyatanya dia bisa walau tipis. Agam, tersenyum. Perdana, sayangnya tidak ada yang mengetahui hal itu.
"Ge er! Kamu kira, gadis bar-bar, pendek sepertimu akan ada yang merindukan? Bangun! Kamu tidur terlalu dini!" sungut Agam.
"Ilih! Nggak mau akuin aja kamunya! Kalau beneran terjadi, aku adalah orang pertama yang menolakmu, ingat itu!" ancam Aileen.
"Kenapa telpon?! Cuma mau cari masalah?!" sambung Aileen.
"Tidak, Mama, ingin makan kue besok kamu buka kan? Kirim ke rumah, sore. Aku tidak bisa mampir," terang Agam.
"Oh— ok, siap."
Usai mendengar jawaban Aileen, tanpa dosa lelaki itu menutup ponselnya.embuat Aileen Gedeg setengah mati.
Dia mengumpat, mencerca bahkan memukul bantal seakan itu adalah lelaki sialan itu. Aileen mengomel tanpa henti, entah kenapa dia marah panggilan itu berakhir begitu saja.
Aileen memang tidak suka teleponnya diacuhkan, selama ini dia yang selalu mematikan telepon seenak udelnya. Namun, kini dia justru dibalas oleh Agam.
"Dasar! Kulkas! Kanebo bekas! Akh!!" kesalnya.