BAB 7

1172 Words
            “Apa! Kau tersesat!” pekik Rian kaget. Lelaki itu pun medesah berat frustasi. Baru kali ini ia menemukan seseorang yang tersesat.             “Begini saja. Bagaimana kalau kita ke kantor polisi.”             “Aku tidak mau.”             “Kenapa? bukankah lebih baik menemui polisi untuk membantumu pulang.” Rian segera menarik tangan wanita itu agar ikut dengannya. Namun Fiona bersikerat tidak ingin menemui polisi.             “Aku tatap tidak mau.” Fiona menepis tangan Rian kasar lalu mendudukkan dirinya di tanah layaknya anak kecil yang tengah ngambek.             Melihat tingkah Fiona membuat lelaki itu semkin frustasi. Ia sudah sangat lelah seharian berkerja dan saat waktunya istrahat ia malah di ganggu oleh gadis kecil yang sangat keras kepala.      “Apa sih maumu.”             “Aku ingin ikut denganmu.”             “Ha? Dengar yah. Rumahku sempit dan tidak muat jika kau berada di rumahku.”             “Aku tidak peduli. Pokoknya kau harus membawaku ke rumahmu. Jika tidak aku tidak akan meninggalkan tempatku.”             “Terserah kamu. Kalau begitu aku pergi.” Lelaki itu segera meninggalkan Fiona seorang diri. melihat lelaki yang puja meninggalkannya membuat Fiona kaget. Ia tak menyangka dia akan di tinggalkan seperti ini.             Karena memiliki ego yang sangat tinggi. Fiona mencoba untuk tetap tenang dan menunggu lelaki itu kembali padanya. Ia yakin beberapa menit kemudian lelaki itu pasti kembali padanya. Rian adalah lelaki yang baik menurutnya jadi ia pasti tak tega jika meninggalkannya di tempat seperti ini.             Tapi sayangnya, lelaki itu tak kunjung kembali. Perasaan tidak enak mulai menghantuinya. Hampir tiga puluh menit ia menunggu. “Aisss ... sial... kalau begini aku harus menghubungi pelayanku ...” desah Fiona merutuk.             Wanita itu segera mengambil tasnya. Lagi-lagi kesialan menimpanya saat ia menyalakan ponselnya baru beberapa detik ponselnya kembali mati karena casnya habis. Ketakuna semakin mengantuinya.             “Rian! Kau di mana!!” wanita itu mulai berteriak memanggil lelaki itu. Tapi tak kunjung ada jawaban. Di sektarnaya pun tak ada orang yang berlalu-lalang ia berada di tempat yang sangat sepi.              “Yakk! Apa kau betul-betul akan meninggalkanku sendiri?” Fiona masih terus berteriak memanggil Rian.             Tanpa Fiona sadari sedari tadi Rian mempehatikannya dari jauh. Ia menatap Fiona dengan wajah dinginnya sambil menyilang kedua tangannya di d**a. Melihat wajah ketakutan Fiona membuat lelaki itu senang. Ia ingin melihat sampai kapan wanita itu akan bertahan di sana.             Namun, tiba-tiba seorang lelaki paruh baya berjalan ke arah Fiona dengan langkah yang sempoyongan. Dari tingkah lelaki itu terlihat sangat aneh. Rian menduga lelaki itu pasti mabuk. Tapi, ia tatap pada persembunyiannya. Ia tak segera membantu Fiona. Ia ingin melihat sampai kapan Fiona akan bertahan di sana dengan lelaki mabuk.             “Hei .. manis ... apa kau sendiri di sini?” lelaki itu mendekati Fiona sambil tersenyum menyeringai. Melihat lelaki itu mendekat membuat bulu kudung Fiona meremang karena takut. Fiona melangkah mundur saat lelaki itu semakin dekat dengannya.             “Jan ... jangan mendekat ... atau aku laporkan ke polisi.” Fiona mencoba mengancam. Sayangnya lelaki paruh baya itu tak takut dan semakin dekat dengannya. Lelaki mabuk itu semakin menyeringai saat melihat wajah ketakutan Fiona.             Wanita itu terus memundurkan langkahnya hingga ia tak bisa bergerak lagi saat tubuhnya menyentuh dinding. Ia tak bisa ke mana-mana ia tak bisa lari dari lelaki mabuk yang menakutkan di hadapannya ini. Ia mencoba untuk berterika meminta pertolongan sayangnnya bibirnya kelu. Ia tak bisa mengeluarkan suaranya karena ketakutan. Ia hanya bisa merikuk gemeta di dinding. Dalam hati ia berdoa semoga seseorang menolongnya.             “Wahhh. Wajahmu lumayan imut ... bagaimana jika kita bermain-main malam ini?” tanya lelaki itu sambil memegang dagu Fiona sedukatif. Tangan lelaki itu semakin membuat Fiona gemetar.             “Kenapa? kau takut? Jangan takut ... nanti kau juga akan menikmatinya ...”             “Ti ... tidak .. aku tidak mau ...” Fiona kembali melawan dengan menepis tangan lelaki itu yang ada di dagunya. Saat itu juga wajah lelaki itu semakin menyeramkan di mata Fiona. Lelaki itu sangat marah dengan apa yang Fiona lakukan barusan.             “Kau ...” “Arghhh ...” Fiona meringis kesakitan saat tiba-tiba saja lelaki itu menjambak rambutnya memaksa Fiona untuk menatapnya. “Berani sekali kau menepis tanganku jalang ... kau sepertinya menyukai kekerasan.” “Am ... ampun ... jangan sakiti aku ...” lirih Fiona. Kedua mata wanita itu mulai berkaca-kaca saking takutnya. Seakan tuli lelaki itu tak peduli. Lelaki mabuk itu segera menyeret Fiona membawanya ke tempat yang lebih sepih. Saat menemukan tempat yang ia tuju lelaki itu segera melemparkan tubuh Fiona asal. Dorongan lelaki itu membuat tubuh Fiona bergesekan dengan tanah dan membuat tubuhnya luka di bagian lutut dan telapak tangan. Rian yang sedari tadi hanya memperhatikan dari belakan mulai kesal. Lelaki itu mengepalkan tangannya marah dengan tingkah lelaki itu. “Dia sudah sangat keterlaluan ...” desis Rain. Rian pun melangkah mendekat ke arah lelaki itu tersebut yang saat ini memncoba membuka baju Fiona paksa. Tepat saat salah satu kancing baju Fiona lepas. Saat itu juga Rian segera memukul lelaki itu tepat di tengkuknya dan membuat lelaki itu seketika tak sadarkan diri dan menimpa tubuh Fiona.  Rian segera mendorong tubuh lelaki tua itu agar menyingkir dari tubuh Fiona. “Apa kau tidak apa-apa?” tanya Rian dan berjongkok di hadapan Fiona dengan mensejajarkan tubuhnya. Bukannya menjawab wanita itu segera menghamburkan pelukannya di tubuh Rian lalu menagis tersedu-sedu. “Hiskkk ... hiskkk ... aku kira kau tidak akan menolongku ... hiskk aku kira aku akan mati ... aku kira ... hiskk...” “Sudah ... sudah ... kau tidak perlu takut lagi. Saat ini sudah aman bersamaku.” Rian menepuk-nepuk punggung Fiona berusaha menenangkannya. Tapi bukannya reda tangisan Fiona malah semakin keras. ****               Hampir dua jam Fiona menangis di pelukan Rian. Lelaki itu dengan sabar menunggu tangisan Fiona reda. Kini keduanya berada di sebuah taman yang tak jauh tempat kejadian tadi. “Bagaimana apa kau sudah tenang?” tanya Rian.             Fiona tak menjawab namun ia mengangguk pelan. Rian tersneyum lalu mengacak rambut Fiona karena terlalu gemas dengannya. “Lain kali jangan mengikuti orang yang tak di kenal. Itu sangat berbahaya.” Fiona segera mengangkat kepalanya dan menatap Rian. Wajah mereka saat ini sangat dekat. Wajah Rian yang tersenyum membuat Fiona ikut tersenyum.             “Emm. aku tidak akan mengukuti orang yang tak kukenal.”             “Baiklah kalau begitu aku bawa kau ke kantor polisi. Biar mereka yang membawamu pulang ke rumah ...”             “Baiklah ...” lirih Fiona.             Rian segera memegang tangan Fiona dan menariknya. Baru satu langkah Fiona tiba-tiba memekik kesakitan. “Ada apa? Apa kau terluka?” tanya Rian. Fiona hanya diam tak menjawab. akhirnya Rian berjongkok dan memperhatikan luka di kaki Fiona tak hanya itu ia juga melihat luka di telapak tangan Fiona.             “Ini pasti sakit sekali ... tunggu di sini aku belikan obat dulu ...” Rian segera meninggalkan Fiona. Tepat saat Fiona pergi sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti di depan wanita itu.             Di sisi lain Rian mengunjungi salah satu toko obat yang tak jauh dari taman. Setelah membeli obat yang ia cari lelaki itu segera kembali ke tempat semula. Dan setibanya di taman ia tak menemukan Fiona di sana. TBC               
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD